Nationalgeographic.co.id—Salah satu bangunan paling ikonik peninggalan Kekaisaran Ottoman adalah Masjid Suleymaniye. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1557 setelah tujuh tahun pembangunan.
Masjid ini punya banyak fitur unik yang membedakannya dengan kompleks masjid lainnya. Di kompleks masjid itu ada beberapa kampus perguruan tinggi (madrasah), rumah sakit, hamam, yayasan amal, dan permakamannya, termasuk makam Sultan Suleyman.
Sebagian besar fasilitas tersebut sudah hilang. Namun ada satu yang masih tersisa dan memberikan ketenangan bagi pengunjung yang melewati pekarangan kompleks masjid ini, yakni permakaman tersebut.
Deretan makam itu terletak di bagian depan kompleks masjid sehingga dapat dilihat sebagai pelajaran tentang pentingnya kematian bagi mereka yang berdoa di dalamnya. Kuburan itu berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia itu fana dan kehadirannya di Bumi bersifat sementara.
Namun tak hanya bernilai spiritual atau religius, kuburan-kuburan itu juga berfungsi untuk melestarikan minat artistik Ottoman pada batu nisan.
“Orang-orang Ottoman memiliki budaya seni kuburan dan batu nisan. Beberapa kuburan berada di halaman masjid, yang lain di tengah permukiman,” kata Associate Professor Suleyman Berk dari Yalova University yang juga merupakan pakar sejarah seni Islam-Turki.
Lebih penting lagi, ia menjelaskan bahwa setiap batu nisan memiliki karakteristik dan cerita yang unik.
"Ini mewakili biografi orang yang meninggal," ujar Berk, seperti dikutip dari TRT World.
Satu makam menunjukkan kuburan kapten angkatan laut (Kaptan-ı Derya) Ibrahim Pasha, yang meninggal pada tahun 1725.
Menurut sejarawan Talha Ugurluel, makam ini memperlihatkan seorang kapten dengan jangkar, tali, dan tiang patah yang memasuki kapal yang membawanya ke alam baka, tempat peristirahatan terakhirnya.
Baca Juga: Cara Mimar Sinan Membuat Bangunan Tahan Gempa Era Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Surat-Surat Kuno Mengungkap Kisah Cinta Sultan Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Puja-puji untuk Ottoman, Kenapa Banyak Orang Mau Kembali ke Era Itu?
Ada pula sebuah makam kuno dengan dua batu, milik wanita muda Fatma Müşerref Hanım dari Thessaloniki. Dia meninggal saat dia bertunangan, itunya mengapa di nisan kirinya ada gaun pengantin.
Di batu nisan kanan dari kuburan yang sama terdapat kuncup mawar yang patah. Ini menandai kematian seorang anggota keluarga perempuan. Makam itu dibangun oleh ayahnya, Mustafa Fevzi Bey.
Makam berbagai tarekat sufi dan para darwisnya juga dibedakan dengan kain dan penutup kepala berwarna berbeda. Simbol mereka telah ditambahkan ke batu nisan mereka.
Orang-orang berilmu dan sultan
"Realitas kematian dipandang sebagai bentuk keseimbangan dalam hidup...dalam budaya kami kuburan memiliki nilai yang tinggi," kata Suleyman Berk.
"Orang-orang berdoa untuk almarhum ketika melewati permakaman dan kuburan. Hal khusus tentang batu nisan dari periode Ottoman adalah estetika mereka. Permakaman memiliki suasana yang hidup,” tutur Berk.
Beberapa batu nisan memiliki warna berbeda untuk menggambarkan detail kehidupan seseorang. Misalnya, hijau adalah warna umum yang digunakan oleh para sarjana dan intelektual terkemuka dalam sains.
Adapun makam seniman ditandai dengan pekerjaan mereka. Makam penulis misalnya ditandai ornamen berbentuk dengan buku, pensil, dan kertas.
Sultan Ottoman tidak memiliki batu nisan, melainkan memiliki makam sendiri. Sorban atau fes yang mereka kenakan diletakkan di atas makam mereka.
"Taman peristirahatan spiritual" yang dibuat oleh masyarakat Ottoman ini dirancang untuk mengenang almarhum serta budaya yang mereka tinggali. Kuburan-kuburan yang menyimpan banyak misteri dan karya seni itu masih bisa dijumpai hingga hari ini, terutama di Istanbul.
Source | : | TRT World |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR