Nationalgeographic.co.id—Beberapa hari lalu seorang jamah masjid dekat rumah saya kehilangan motor yang diparkirnya di belakang masjid. Dia hanya meninggalkan motornya sebentar untuk salat asar. Namun usai salat asar, dia justru mendapati motornya telah raib.
Peristiwa itu terjadi di bulan Ramadan ini. Bulan puasa ketika orang-orang muslim justru diwajibkan menahan hawa nafsunya.
Beberapa orang mengatakan bahwa selama bulan puasa, angka kejahatan di Indonesia justru naik. Apakah itu benar? Jika iya, mengapa?
Ternyata benar, di banyak negara yang mayoritas berpenduduk muslim, angka kejahatan dilaporkan justru cenderung meningkat selama bulan puasa. Sebagai contoh, sebelum membahas kondisi di Indonesia, mari simak kondisi menarik di negara muslim lain, yakni Maroko.
Bagi negara-negara muslim seperti Maroko, Ramadan adalah masa ketika spiritualitas seharusnya mengatasi materialisme. Namun kenyataannya justru sebaliknya.
Sebagaimana dikutip dari Morocco World News, terjadi peningkatan konsumsi makanan secara masif selama Ramadan di Maroko. Harga sayur dan buah naik di Maroko dengan kisaran antara 50 dan 100% pada hari-hari sebelum bulan Ramadhan.
Harga sebuah tomat biasanya sekitar 3 Dhs, namun meroket menjadi 7 Dhs pada hari-hari pertama Ramadan. Bouazza Kherati, presiden Liga Maroko untuk Hak Konsumen, menyatakan bahwa isu harga tinggi sudah menjadi hal biasa, terutama selama Ramadan.
Ada beberapa faktor di balik kenaikan harga, yang sebagian besar sering dan meningkatkan permintaan konsumsi yang tidak rasional, dan banyaknya broker yang memonopoli pasar tertentu.
Kegiatan keagamaan dan situasi ekonomi ini mungkin tampak standar, atau tipikal, di bulan Ramadan karena menjadi bagian dari budaya Islam. Banyak acara buka puasa bersama dengan hidangan yang beraneka dan melimpa selama bulan Ramadan.
Namun, selain naiknya harga-harga makanan, yang juga teramati selama bulan Ramadan adalah meningkatnya kejahatan. Kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pencurian dilaporkan tercatat sebagai akibat dari "Tramdina".
Orang-orang Maroko mengenal Tramdina sebagai kondisi yang menunjukkan keadaan psikologis orang yang sedang berpuasa. Konsep “tramdina” mengacu pada fenomena bermasalah, yakni beberapa orang yang berpuasa melakukan tindakan kekerasan verbal dan fisik selama jam puasa.
Abdelkrim El Kanbaï El Idrissi, profesor sosiologi di Fakultas Sastra dan Humaniora Dhar El Mahraz di Fez, menjelaskan “tramdina” sebagai konflik, kecemasan, kemarahan, dan perselisihan yang dialami orang selama puasa.
Alasan perilaku ini bervariasi dari penarikan kecanduan hingga perubahan jadwal dan rutinitas tidur.
Source | : | Tempo,Morocco World News,tirto.id,Republika |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR