Nationalgeographic.co.id—Sebagai seorang pemimpin kekaisaran yang kuat, Kaisar Tiongkok memiliki banyak musuh yang mencoba menembus perbatasan dan menjajah. Sebagian kaisar berhasil menghalau musuh. Akan tetapi, ada juga berhasil ditangkap dan dijadikan tawanan. Beberapa Kaisar Tiongkok terpaksa mengakhiri takhtanya saat ia menjadi tawanan.
Liu Shan, kaisar terakhir dari Shu Han
Secara historis, Liu Shan adalah kaisar kedua dan terakhir Shu Han. “Ia memerintah dari tahun 223 Masehi hingga 263 Masehi,” tulis Ched Yong di laman Owlcation. Sejarawan di masa itu tidak banyak menulis tentang Liu Shan. Ia diketahui merawat Zhuge Liang dan menyerahkan sebagian besar urusan kerajaan padanya.
Setelah Shu Han menyerah kepada Cao Wei pada tahun 263 Masehi, Liu Shan dipindahkan ke ibu kota Wei di Luoyang. Meski ditawan, ia dianugerahi gelar kehormatan Adipati Anle.
Di Luoyang, Liu Shan menjadi mantan kaisar yang ditawan sampai dia meninggal pada tahun 271 Masehi. Untungnya, Liu Shan tidak pernah diperlakukan dengan buruk selama penahanan. Dia juga tidak dipaksa untuk hidup dalam keadaan yang memalukan. Hari-hari terakhirnya dijalani dengan nyaman sebagai mantan Kaisar Tiongkok.
Sima Chi, kaisar keempat dari Jin Barat
Sima Chi, salah Kaisar Tiongkok yang bernasib tragis. Ia mengakhiri takhtanya sebagai tawanan.
Dinasti Jin, yang menggantikan era Tiga Kerajaan yang penuh gejolak, awalnya memerintah dengan baik. Setelah 60 tahun perang saudara berdarah, Kekaisaran Tiongkok kembali utuh dan bersatu kembali di bawah satu dinasti dan kekaisaran.
Sayangnya, tidak butuh waktu lama bagi Kerajaan Tengah untuk kembali jatuh ke dalam kekacauan. Dalam 30 tahun, Perang Delapan Pangeran yang menghancurkan pun meletus. Setelah perdamaian yang gigih tercapai, Kekaisaan Tiongkok diserbu oleh Xiongnu.
Pada saat Sima Chi naik takhta sebagai kaisar keempat Jin, kejayaan dinasti mulai menurun. Ini disebabkan oleh pejabat korup dan Sima Yue, salah satu pangeran dalam konflik sipil sebelumnya.
Banyak sejarawan percaya bahwa Sima Chi adalah kaisar yang cakap. “Tetapi ia dikutuk sejak awal pemerintahannya,” tambah Yong. Kaisar yang malang tidak memiliki kekuatan politik maupun kekuatan militer untuk menghadapi Sima Yue atau invasi barbar.
Bahkan, dia bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Segera setelah kematian Sima Yue, dia ditangkap oleh Xiongnu.
Awalnya, kaisar tawanan diperlakukan secara wajar oleh para penculiknya. Penguasa barbar bahkan memberikan satu selir padanya. Tragisnya, pada tahun 313 Masehi, pemimpin suku barbar dibuat kesal oleh tawanan Jin. Saat itu, sang tawanan meratapi pemandangan Sima Chi yang menyajikan anggur kepada pejabat Xiongnu. Setelah menuduh para tawanan ini melakukan pengkhianatan, semua tawanan Jin dieksekusi. Termasuk Sima Chi yang diracuni hingga tewas.
Li Yu, kaisar terakhir Dinasti Tang Selatan
Tang Selatan bukanlah Dinasti Tang yang terkenal di Chang'an dan sepanjang Jalur Sutra.
Setelah Dinasti Tang asli berakhir, Kekaisaran Tiongkok terpecah menjadi banyak negara perseteruan berumur pendek. Dinasti Tang Selatan salah satunya. Pendirinya, Li Bian, mungkin berusaha untuk melegitimasi pemerintahannya dengan mengadopsi gelar dinasti dari era sebelumnya. Kebetulan, Li adalah nama keluarga dari kaisar Tang sebelumnya juga.
Pada puncaknya, Tang Selatan juga menguasai wilayah yang luas di jantung Kekaisaran Tiongkok. Tang Selatan bahkan dianggap sebagai salah satu kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat di era Sepuluh Kerajaan yang dilanda perang ini.
Secara singkat, Tang Selatan dipandang sebagai kekuatan potensial yang suatu hari nanti bisa menyatukan kembali Kekaisaran Tiongkok.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Li Yu, Tang Selatan berada di bawah ancaman berat dari pasukan utara Zhao Kuangyin. Zhao Kuangyin mendirikan Dinasti Song, dan dalam beberapa tahun, Tang Selatan ditarik menjadi bagian Dinasti Song.
Akhirnya, Li Yu bahkan dipaksa untuk menyerah secara resmi kepada Zhao pada tahun 975 Masehi. Setelah itu, ia menjadi tahanan rumah di Kaifeng. Di sana, Li Yu dan keluarganya merana selama tiga tahun. Mantan Kaisar Tiongkok yang tragis itu kemudian diracun sampai mati oleh Kaisar Song Kedua, Zhao Guangyi, pada 978 Masehi.
Zhao Ji, kaisar kedelapan Song Utara
Disebut sebagai Kaisar Huizong dari Song Utara, Zhao Ji adalah seorang pelukis, penyair, dan ahli kaligrafi yang ulung. Keahliannya sangat melegenda.
Berbeda sekali dengan bakat artistiknya, dia adalah penguasa yang buruk. Huizong sering kali terlalu menekankan seni dan Taoisme. Di sisi lain, ia membuat banyak kesalahan diplomatik.
Selama masa pemerintahannya, Song Utara berada di bawah ancaman invasi yang parah oleh Jurchen Utara. Tetapi Huizong dan para menterinya tidak berbuat banyak untuk menahan ancaman tersebut. Kelalaian dan sikap acuh tak acuh mereka akhirnya mengundang invasi habis-habisan oleh Jurchen pada tahun 1126 Masehi.
Dalam menghadapi bencana ini, Huizong melakukan hal yang tidak masuk akal. Dia turun takhta dan menyerahkan takhta kepada putra tertuanya. “Tindakan yang tidak menyelamatkan kerajaannya maupun dirinya sendiri,” imbuh Yong.
Baca Juga: Posisi Terpenting, Bagaimana Permaisuri Kekaisaran Tiongkok Dipilih?
Baca Juga: Wanrong, Permaisuri Terakhir Kekaisaran Tiongkok yang Bernasib Tragis
Baca Juga: Seperti Apa Kehidupan Sehari-hari Permaisuri Kaisar Tiongkok?
Baca Juga: Mengapa Seorang Kaisar Tiongkok Mempunyai Lebih dari Satu Nama?
Ketika ibu kota Song jatuh pada tahun berikutnya, Zhao Ji dan putranya dengan cepat ditangkap oleh musuh. Kedua mantan Kaisar Tiongkok yang tragis itu kemudian menghabiskan sisa hidup mereka sebagai tahanan Jurchen. Huizong pun meninggal 8 tahun kemudian.
Lebih buruk lagi, kaisar yang ditangkap berulang kali mengalami penghinaan di tangan Jurchen sebelum meninggal. Statusnya diubah menjadi orang biasa dan dipaksa untuk menghormati leluhur Jurchen.
Zhao Huan, kaisar Song Utara yang kesembilan
Setiap kali sebuah dinasti berakhir dengan penawanan dalam sejarah Tiongkok, kaisar terakhir akan dianggap tidak kompeten.
Namun, ini tidak sepenuhnya terjadi pada Zhao Huan atau Kaisar Qinzong dari Song Utara. Ayahnya, Zhao Ji, memaksakan takhta kepadanya ketika dia berusia 26 tahun. Pada saat itu, Jurchen telah menginvasi dan tidak dapat dihentikan.
Jika ada, satu-satunya kesalahan Zhao Huan yang tidak berpengalaman adalah berfokus pada negosiasi alih-alih melakukan perlawanan dengan gigih. Pada tahun 1127 Masehi, ibu kotanya dikuasai dan Zhao Huan ditawan bersama ayahnya. Ia kemudian menghabiskan sisa hidupnya hancur dan terhina, menjadi tawanan Jurchen sampai mati pada tahun 1161 Masehi.
Menjadi tawanan musuh adalah hal yang cukup memalukan. Namun yang lebih parah adalah ketika seorang Kaisar Tiongkok harus menyerahkan takhta saat ia menjadi tawanan musuh bebuyutannya.
Source | : | owlcation.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR