Nationalgeographic.co.id - Uji coba terkontrol secara acak pada manusia telah mengungkap bagaimana Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelegence (AI) dapat membantu seseorang berhenti merokok. Para peneliti dari University of East Anglia menyelidiki Artificial Intelegence pada aplikasi seluler untuk memahami bagaimana seseorang dapat berhenti merokok.
Aplikasi seluler berhenti merokok dapat mendeteksi di mana dan kapan Anda mungkin terpicu untuk merokok. Hal tersebut, pada akhirnya dapat membantu orang berhenti, menurut penelitian tim ilmuwan di University of East Anglia.
Aplikasi seluler tersebut bernama Quit Sense, yang merupakan aplikasi berhenti merokok dengan Kecerdasan Buatan (AI) pertama di dunia. Kecerdasan buatan itu dapat mendeteksi saat orang memasuki lokasi tempat mereka biasa merokok.
Aplikasi ini kemudian memberikan dukungan untuk membantu mengelola pemicu merokok spesifik orang di lokasi tersebut.
Hasil studi tersebut telah diterbitkan di jurnal Nicotine & Tobacco Research belum lama ini. Jurnal tersebut dipublikasikan dengan judul "An automated, online feasibility randomised controlled trial of a Just-In-Time Adaptive Intervention for smoking cessation (Quit Sense)."
Pendanaan untuk aplikasi Quit Sense berasal dari National Institute for Health and Care Research (NIHR) dan Medical Research Council.
Dari studi baru tersebut, peneliti menunjukkan bagaimana aplikasi baru dapat membantu lebih banyak perokok untuk berhenti merokok daripada orang yang hanya ditawari dukungan Pelayanan Kesehatan Nasional daring atau NHS online.
Tim berharap dengan membantu orang mengelola situasi pemicu, aplikasi baru ini akan membantu lebih banyak perokok untuk berhenti.
Peneliti utama Prof Felix Naughton, dari School of Health Sciences UEA, mengatakan, bahwa kita tahu bahwa upaya berhenti sering kali gagal karena dorongan untuk merokok dipicu oleh menghabiskan waktu di tempat-tempat di mana orang dulu merokok.
"Ini mungkin saat berada di pub atau di tempat kerja, misalnya," kata Naughton.
“Selain menggunakan obat-obatan, tidak ada cara yang ada untuk memberikan dukungan untuk membantu perokok mengelola situasi dan dorongan seperti ini saat terjadi."
Sementara itu, Chloë Siegele Brown, dari University of Cambridge dan pembuat aplikasi tersebut, mengatakan, bahwa Quit Sense adalah aplikasi ponsel pintar dengan kecerdasan buatan yang mempelajari tentang waktu dan lokasi.
Aplikasi itu juga mempelajari pemicu peristiwa merokok sebelumnya untuk memutuskan kapan dan pesan apa yang akan ditampilkan ke para pengguna untuk membantu mereka mengelola dorongan untuk merokok secara langsung.
Prof Naughton menambahkan: “Membantu orang yang berusaha berhenti merokok untuk mempelajari dan mengelola situasi ini adalah cara baru untuk meningkatkan peluang perokok untuk berhenti dengan sukses.”
Tim peneliti melakukan uji coba terkontrol secara acak yang melibatkan 209 perokok yang direkrut melalui media sosial.
Mereka dikirimi tautan melalui pesan teks untuk mengakses perawatan yang dialokasikan. Semua peserta menerima tautan ke dukungan berhenti merokok NHS online, tetapi hanya setengah yang menerima aplikasi Quit Sense sebagai tambahan.
Enam bulan kemudian, para peserta diminta untuk menyelesaikan tindakan tindak lanjut secara daring dan mereka yang melaporkan telah berhenti merokok diminta untuk mengirimkan kembali sampel air liur untuk memverifikasi pantangan mereka.
Prof Naughton berkata: “Kami menemukan bahwa ketika perokok ditawari aplikasi Quit Sense, tiga perempat menginstalnya dan mereka yang memulai upaya berhenti dengan aplikasi tersebut rata-rata menggunakannya sekitar satu bulan.
“Kami juga menemukan bahwa empat kali lebih banyak orang yang ditawari aplikasi tersebut berhenti merokok enam bulan kemudian dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima dukungan NHS online.”
Baca Juga: Kenapa Masih Banyak Orang yang Merokok dan Sulit Untuk Berhenti?
Baca Juga: Sudah Seefektif Apa Strategi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia?
Baca Juga: Tidak Sama, Beberapa Orang Ternyata Tidak Mudah Kecanduan Rokok
Tim peneliti mencatat bahwa salah satu batasan dari studi skala yang relatif kecil ini adalah bahwa kurang dari separuh orang yang dilaporkan berhenti merokok mengembalikan sampel air liur untuk memverifikasi bahwa mereka telah berhenti merokok.
"Dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memberikan perkiraan yang lebih baik tentang keefektifan aplikasi," kata mereka.
Menteri Kesehatan Neil O'Brien mengatakan: “Teknologi dan ponsel pintar memiliki peran dalam menurunkan tingkat merokok," kata O'Brien.
"Itulah sebabnya saya telah menetapkan rencana kami untuk mengeksplorasi penggunaan kode QR dalam sisipan bungkus rokok untuk mengajak orang berhenti untuk merokok."
Menurutnya, memanfaatkan teknologi dengan lebih baik, bersamaan dengan skema 'swap to stop' nasional pertama di dunia dan insentif keuangan untuk wanita hamil bersamaan dengan dukungan perilaku akan membantu kita memenuhi target bebas rokok pada tahun 2030.
Pada gilirannya, hal itu mengurangi jumlah penyakit yang diakibatkan merokok yang perlu diobati, dan memangkas waktu tunggu NHS online.
Studi ini dipimpin oleh University of East Anglia bekerja sama dengan para peneliti dari University of Cambridge, Norwich Clinical Trials Unit, University of Nottingham, King's College London, University College London, dan Imperial College London.
Source | : | University of East Anglia,Nicotine & Tobacco Research |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR