Nationalgeographic.co.id—Sengatan lebah tentu tak bisa menembus kulit gajah yang sangat tebal. Akan tetapi, jika lebah-lebah berkerumun, mereka bisa menyengat sang gergasi rimba itu di daerah paling sensitif—belalai, mulut, dan mata. Sengatan ratusan lebah itu akan membuat gajah kesakitan. Itulah yang membuat hewan bertelinga lebar ini sangat takut dengan ancaman lebah.
Penelitian awal dilakukan di Afrika. Para peneliti menemukan bahwa gajah Afrika sangat takut dengan lebah Afrika. Barangkali karena lebah Afrika yang terkenal sangat agresif.
Para peneliti di Kruger National Park Afrika Selatan menemukan bahwa gajah semak Afrika (Loxodonta africana) menghindari lebah madu yang marah. Mereka berharap dapat menggunakan sifat itu sebagai strategi untuk menjauhkan gajah dari daerah berpenduduk manusia.
Lebah madu melepaskan zat kimia yang disebut feromon saat merasakan ancaman. Bagi lebah, sinyal alarm alami ini memberi tahu teman mereka untuk datang membantu dan bertindak defensif, yaitu menyengat, demikian menurut Nieh Lab di University of California San Diego.
Manusia tampaknya kekurangan reseptor feromon, jadi kemungkinan besar mereka tidak dapat mendeteksi isyarat kimia semacam itu, tetapi gajah bisa. Para ilmuwan menyadari bahwa jika gajah dapat merasakan feromon alarm dari lebah madu, kemungkinan besar mereka akan menjaga jarak dari area tersebut.
Para ilmuwan mengira gajah takut pada lebah karena mereka tidak suka disengat di jaringan lunak yang ada di dalam belalai dan di sekitar mata mereka.
Saat gajah berevolusi, para ilmuwan menduga makhluk besar itu belajar mengidentifikasi dan menghindari feromon alarm lebah madu sebagai cara untuk menghindari sengatan yang menyakitkan.
Untuk menguji teori ini, para peneliti menempatkan kaus kaki berisi matriks pelepasan lambat yang berisi campuran feromon alarm lebah madu di dekat lubang air yang sering dikunjungi gajah.
Mereka menyaksikan 25 dari 29 gajah mendekati kaus kaki dan memeriksanya sebentar dari kejauhan sebelum mundur ketakutan.
Namun, gajah bertindak lebih leluasa di sekitar kaus kaki kontrol yang bersih dari feromon. Bahkan, beberapa gajah benar-benar mengambilnya dan yang lain bahkan mencoba memakannya.
Selain itu, dalam penelitian terbaru yang dipimpin oleh Lucy King, rekan penelitian Universitas Oxford menemukan hal yang sama pada gajah Asia. Tapi berbeda dengan gajah Afrika, gajah Asia terlihat sedikit lebih berani daripada sepupunya itu. Sayangnya, masih belum jelas mengapa gajah Asia bereaksi berbeda terhadap lebah Asia. Bisa jadi hal ini karena lebah Asia kurang agresif jika dibandingkan dengan lebah Afrika.
Lucy King adalah ahli zoologi dan kepala Human-Elephant Co-Existence Program for Save the Elephants, sebuah organisasi penelitian dan konservasi yang bekerja di Afrika Timur, Tengah, dan Selatan.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR