Xiao Yan membuat rakyatnya hidup stabil selama beberapa dekade di era yang penuh perang dan kekacauan.
Selain itu, Xiao Yan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sastra, musik, dan perkembangan agama Buddha.
Xiao Yan dan Sikap Pengampunannya yang Tidak Berprinsip
Di balik kehebatannya, Xiao Yan punya kelemahan. Dia memiliki sikap yang tak enakan. Oleh karena itu, dia selalu melakukan pengampunan yang ekstrem terhadap orang-orang terdekat meski kesalahannya cukup besar bahkan merugikannya.
Berpura-pura tidak ada masalah mungkin tidak baik bahkan untuk orang biasa seperti orang tua. Apalagi untuk seorang raja dengan kekuatan besar.
Di tahun-tahun terakhir Xiao Yan, dia sangat percaya pada agama Buddha, yang membuatnya semakin rendah hati dan pemaaf.
Salah satu saudara laki-lakinya meninggalkan ketentaraan di medan perang dan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pasukannya, tetapi alih-alih hukuman, dia menerima promosi besar-besaran.
Saudara laki-laki ini terlibat asmara dengan putri pertama Xiao Yan, dan bersama-sama, mereka mencoba membunuh Xiao Yan. Namun, setelah tertangkap, mereka menerima pengampunan mutlak dari kaisar.
Putra angkat Xiao Yan mengkhianati negaranya dan lari ke kerajaan tetangga tetapi kemudian diusir dan dikembalikan. Namun, Xiao Yan tetap tidak menyalahkannya, bahkan terus memanjakannya.
Saat hal ini terjadi, Xiao Yan selalu menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, berusaha menemukan kesalahannya sendiri. Dia selalu percaya bahwa orang bisa diubah dan digerakkan oleh cinta.
Bagaimana Raja Agung Kelaparan Sampai Mati?
Beberapa tahun kemudian, ketika seorang jenderal yang ditaklukkan memprakarsai perang pemberontak, Xiao Yan mengirim putra angkatnya, yang telah mengkhianati dan memberontak terhadapnya, untuk menjadi jenderal yang memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan ini.
Source | : | China Fetching |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR