Nationalgeographic.co.id - Xiao Yan (464—549) dengan nama kesopanan Shuda, adalah seorang jenderal luar biasa yang mencapai kesuksesan militer yang berpengaruh di medan perang. Namanya menjadi Kaisar Wu Liang setelah menjadi raja Kekaisaran Tiongkok karena membangun Dinasti Liang (502—557), sebuah kerajaan yang makmur selama Dinasti Utara dan Selatan (420—589).
Xiao Yan dikenal juga sebagai seorang seniman brilian dengan prestasi luar biasa dalam sastra, puisi, musik, lukisan, kaligrafi, dan catur.
Namun, dia menghancurkan kekaisaran hingga kisah hidupnya berakhir tragis karena mati kelaparan. Bagaimana kisahnya?
Bangsawan yang Berbakat, Jenderal yang Berani, dan Raja yang Luar Biasa
Xiao Yan lahir dari keluarga bangsawan, sangat tampan dan berbakat. Dia telah membantu seorang bupati bernama Luan memulai kudeta untuk mendapatkan takhta, kemudian bertugas di ketentaraan dan memberikan kontribusi.
Setelah Luan pergi, putranya naik takhta, tetapi ternyata menjadi tiran dan mengeksekusi kakak laki-laki Xiao Yan.
Oleh karena itu, Xiao Yan memulai perang pemberontakan melawan raja baru. Setelah menang, dia mendukung pangeran kerajaan lainnya sebagai raja boneka.
Beberapa waktu kemudian, lebih banyak orang mengeklaim kesetiaan mereka kepada Xiao Yan daripada raja boneka. Kemudian, mereka mendukung Xiao Yan sebagai raja baru mereka.
Xiao Yan, yang kini berubah nama menjadi Kaisar Wu dari Liang, menerima dan mengubah nama kerajaan ini menjadi Dinasti Liang.
Pemerintahan Xiao Yan yang Luar Biasa
Xiao Yan atau Kaisar Wu dari Liang sangat rajin, hemat, rendah hati, dan berpikiran terbuka. Dia menerbitkan banyak kebijakan bagus yang menjamin kedamaian dan kemakmuran rakyatnya.
Selain itu, dia mendirikan dua kotak surat kekaisaran, yang memungkinkan setiap warga negara dan pejabat di kerajaannya untuk menulis surat kepadanya. Banyak saran dan keluhan dikirim ke raja secara langsung selama waktu itu.
Xiao Yan membuat rakyatnya hidup stabil selama beberapa dekade di era yang penuh perang dan kekacauan.
Selain itu, Xiao Yan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sastra, musik, dan perkembangan agama Buddha.
Xiao Yan dan Sikap Pengampunannya yang Tidak Berprinsip
Di balik kehebatannya, Xiao Yan punya kelemahan. Dia memiliki sikap yang tak enakan. Oleh karena itu, dia selalu melakukan pengampunan yang ekstrem terhadap orang-orang terdekat meski kesalahannya cukup besar bahkan merugikannya.
Berpura-pura tidak ada masalah mungkin tidak baik bahkan untuk orang biasa seperti orang tua. Apalagi untuk seorang raja dengan kekuatan besar.
Di tahun-tahun terakhir Xiao Yan, dia sangat percaya pada agama Buddha, yang membuatnya semakin rendah hati dan pemaaf.
Salah satu saudara laki-lakinya meninggalkan ketentaraan di medan perang dan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pasukannya, tetapi alih-alih hukuman, dia menerima promosi besar-besaran.
Saudara laki-laki ini terlibat asmara dengan putri pertama Xiao Yan, dan bersama-sama, mereka mencoba membunuh Xiao Yan. Namun, setelah tertangkap, mereka menerima pengampunan mutlak dari kaisar.
Putra angkat Xiao Yan mengkhianati negaranya dan lari ke kerajaan tetangga tetapi kemudian diusir dan dikembalikan. Namun, Xiao Yan tetap tidak menyalahkannya, bahkan terus memanjakannya.
Saat hal ini terjadi, Xiao Yan selalu menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, berusaha menemukan kesalahannya sendiri. Dia selalu percaya bahwa orang bisa diubah dan digerakkan oleh cinta.
Bagaimana Raja Agung Kelaparan Sampai Mati?
Beberapa tahun kemudian, ketika seorang jenderal yang ditaklukkan memprakarsai perang pemberontak, Xiao Yan mengirim putra angkatnya, yang telah mengkhianati dan memberontak terhadapnya, untuk menjadi jenderal yang memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan ini.
Tidak mengherankan, anak angkat ini menjual Xiao Yan lagi. Dia membuka gerbang dan membiarkan tentara pemberontak masuk. Setelah itu, Xiao Yan dan anak-anaknya ditangkap.
Baca Juga: Fujian Tulou, Hunian Komunal dan Benteng Unik di Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Inggris Mencuri Anjing Kaisar Tiongkok saat Perang Candu, Untuk Apa?
Baca Juga: Ji Kang, Musisi Kerajaan Tiongkok Dieksekusi di Pertunjukan Musiknya
Beberapa waktu kemudian, Xiao Yan, kaisar yang membangun kerajaan yang makmur dan mencapai prestasi artistik yang luar biasa, mati kelaparan pada usia 85 tahun.
Dalam beberapa tahun berikutnya, putra dan keponakan Xiao Yan didukung untuk menjadi kaisar boneka Liang, tetapi segera dibunuh. Delapan tahun setelah kematian Xiao Yan, Dinasti Liang berakhir.
Jika Xiao Yan adalah warga sipil biasa, dia mungkin dianggap sebagai orang yang sangat cerdas dan baik hati yang bisa memaafkan siapa saja dan apa saja.
Akan tetapi dia adalah seorang raja dengan kesuksesan besar dan kekuatan yang luar biasa.
Oleh karena itu, diam-diam dan pengampunan tanpa syarat menghancurkan kerajaan makmur yang dia bangun dan seluruh keluarganya.
Namun, ratusan artikel bagus, lebih dari 80 puisi, musik, dan karya kaligrafi yang dia tinggalkan di dunia masih menunjukkan kepada kita betapa cerdasnya raja yang sedih ini dulu.
Source | : | China Fetching |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR