Nationalgeographic.co.id—Daur ulang aspiratif saat ini mungkin dianggap salah satu solusi untuk menanggulangi sampah.
Namun ternyata, meski tujuannya baik, daur ulang aspiratif justru dapat menimbulkan masalah lingkungan yang lebih parah.
Dampak lingkungan dari daur ulang aspiratif, di mana orang mencoba mendaur ulang barang-barang yang tidak dapat didaur ulang, bisa lebih berbahaya daripada kebaikan.
Membuang botol ke tempat sampah alih-alih ke tempat daur ulang tidak bagus untuk lingkungan. Tetapi daur ulang yang berlebihan bisa menjadi masalah yang jauh lebih berbahaya.
Saat kita sembarangan membuang sampah ke tempat sampah daur ulang—praktik yang dikenal sebagai daur ulang aspiratif atau "wishcycling"—campurannya mungkin akan dialihkan ke TPA atau mesin penggumpal di fasilitas pemrosesan.
"Daur ulang aspiratif, seperti semua jenis kontaminasi daur ulang, adalah masalah besar," Jordan P. Howell, profesor bisnis berkelanjutan di University of Rowan dan penulis "Garbage in the Garden State (Rutgers University Press, 2023), mengatakan kepada Live Science.
"Setiap jenis kontaminasi menurunkan kualitas keseluruhan barang yang meninggalkan fasilitas daur ulang. Jika kualitasnya terlalu rendah, pembeli mungkin menolak pengiriman material."
Dalam beberapa kasus, daur ulang aspiratif tampaknya didorong oleh lingkungan hidup yang terlalu bersemangat (tapi salah kaprah).
Dua studi lapangan pada 2020 menunjukkan bahwa melabeli kaleng daur ulang dengan pesan pro-lingkungan dapat membuat orang yang lewat merasa bersalah. Pasalnya, mendaur ulang material yang tidak dapat didaur ulang.
Studi tersebut telah diterbitkan di Journal of Consumer Psychology dengan judul "Landfill or Recycle? Pro-Environmental Receptacle Labeling Increases Recycling Contamination."
Akan tetapi, penyebab paling umum lebih cenderung menjadi kebingungan. Apakah kota kita masih menerima botol? Di mana saya meletakkan buku telepon lama?
Perubahan pada jenis barang yang diterima oleh program daur ulang lokal dapat dengan mudah berubah menjadi kesalahpahaman.
Source | : | Live Science,Journal of Consumer Psychology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR