Pasangan kaisar dan permaisuri itu belajar bahasa Inggris dan budaya barat. “Tidak hanya itu, Puyi dan Wanrong bahkan mengadopsi nama Henry dan Elizabeth,” tambah Speckhals.
Wanrong juga sesekali berpakaian seperti Ingram. Wanrong, yang sudah menjadi perokok sebelumnya, mulai mencoba opium. Awalnya ia mengalami sakit perut dan sakit kepala.
Kehidupan Wanrong pun berubah menjadi tragis setelah itu. Pada tahun 1924, kudeta Beijing yang dipimpin oleh Feng Yuxiang memaksa Puyi dan Wanrong melarikan diri dari Kota Terlarang.
Setelah tinggal beberapa lama di rumah ayah Puyi di Beijing, pada 24 Januari 1925, Puyi pindah ke konsesi Jepang di Tianjin. Wenxiu dan Wanrong kemudian menyusul dan mereka pindah ke Quiet Garden Villa. Selama pelarian, Wanrong terus menghisap opium dan menjadi kecanduan.
Wanrong memiliki anak di luar nikah
Pada tahun 1931, Wenxiu bercerai dan pergi meninggalkan Puyi serta Wanrong. Wenxie menikah lagi, mengajar sekolah sebentar, dan bekerja di perusahaan kebersihan ketika dia meninggal pada tahun 1953.
Pada tahun 1931, sepupu Puyi, Donghzen, meyakinkan Puyi untuk pergi ke Manchuria. Selama di sana, Jepang menyarankan agar dia menjadi penguasa Manchukuo. Wanrong, yang tidak bahagia hidup di bawah pemerintahan Jepang, mencoba melarikan diri dua kali tanpa hasil.
Pada tanggal 1 Maret 1934, Puyi diangkat menjadi Kaisar Manchukuo dan Wanrong menjadi permaisuri. Keadaan pun makin memburuk bagi Wanrong. Maka tidak heran jika pada tahun 1938, dia mampu menghisap dua ons opium sehari.
Karena hubungannya dengan Puyi terus memburuk, Wanrong memiliki setidaknya dua perselingkuhan dan hamil. Puyi yang tidak tidur dengan istrinya, tahu bahwa anak itu bukan keturunannya.
“Ketika lahir, bayi malang itu dibunuh,” kata Puckhals. Apakah Wanrong mengetahui nasib anaknya tidak pasti, karena menurut Puyi, Wanrong diberitahu bahwa anak itu diadopsi.
Setelah itu, Wanrong dikunci di kamarnya dan para pelayan menunggunya. Menurut seorang pria yang pernah bertugas di istana, Wanrong dibelenggu di kamarnya.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR