Kondisi Wanrong kian memburuk
Kondisi Wanrong kian memburuk. Ia berhenti mencuci muka, menyisir rambut, atau bahkan memotong kuku kakinya. Rambutnya dipotong pendek dan giginya menjadi semakin hitam. Di saat yang sama, Wanrong terus berperilaku tidak menentu. Kadang-kadang mengalami serangan kegilaan yang ekstrem.
Wanrong bahkan berusaha untuk bisa berjalan sendiri di tahun-tahun terakhirnya dan penglihatannya memburuk. Ketika Li Yuqin tiba sebagai selir Puyi pada tahun 1943, dia hanya melihat wajah Wanrong satu kali. Di tahun 1945, Kekaisaran Manchukuo pun berakhir.
Wanrong meninggal sendirian di dalam penjara
Puyi menyatakan perang terhadap Amerika Serikat dan Inggris pada bulan Desember 1941. Soviet menginvasi Manchukuo pada 9 Agustus 1945. Sang kaisar, Puyi, melarikan diri dari istana. Ia meninggalkan Wanrong dan Li Yuqin bersama Lady Saga, saudara ipar Wanrong.
Para wanita malang itu mencoba melarikan diri ke Korea, tetapi pada Januari 1946. Namun malang, mereka berhasil ditangkap oleh gerilyawan Komunis Tiongkok. Wanrong pun dibawa oleh gerilyawan itu.
Baca Juga: Mengapa Puyi, Kaisar Terakhir Tiongkok, Melepaskan Takhtanya?
Baca Juga: Kehidupan Tragis Puyi, Kaisar Tiongkok Terakhir Sebagai Tawanan Soviet
Baca Juga: Puyi, Kaisar Tiongkok yang Pertama Kali Belajar Bahasa Inggris
Baca Juga: Puyi, Satu-satunya Kaisar Tiongkok yang Naik Takhta Tiga Kali
Pada titik ini, Wanrong menderita efek dari penghentian pemakaian opium dan Lady Saga berusaha merawatnya. Ironisnya, karena statusnya sebagai mantan permaisuri, dia “dipamerkan” saat sedang menderita. Orang-orang datang dari segala penjuru negeri untuk menyaksikan kegilaannya.
Saat Revolusi Tiongkok sedang berlangsung, Wanrong dan Lady Saga dipindahkan ke penjara di Yanji. Di akhir hidupnya, dia tidak dapat berjalan dan ketika para tahanan dipindahkan ke lokasi lain, mereka meninggalkannya di Yanji.
Pada 20 Juni 1946, Wanrong meninggal karena kelaparan, sendirian di sel penjaranya. Makamnya tidak diketahui dan jenazahnya tidak pernah ditemukan. Pada tanggal 23 Oktober 2006, adik laki-lakinya, Runqi, melakukan ritual penguburan untuknya di Makam Qing Barat.
Wanrong tumbuh menjadi gadis cerdas dan menarik. Ayahnya yang berpikiran terbuka memberinya pendidikan terbaik bagi putri kesayangannya. Ironisnya, pernikahannya dengan Kaisar Tiongkok yang terakhir justru membawa bencana.Ia justru menjalani kehidupan tragis.
Wanrong mengembuskan napas terakhir dalam kesendirian. Tragis memang, bahkan makam permaisuri terakhir dari Kekaisaran Tiongkok ini pun tidak diketahui rimbanya. Sebuah akhir yang menyedihkan dari putri kesayangan sang ayah yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR