Nationalgeographic.co.id—Penelitian 50 tahun dari ahli ekologi telah mengungkapkan, bahwa perubahan iklim telah mengubah ekologi dan kesehatan burung di seluruh dunia, terutama musim kawin. Studi tersebut memberikan wawasan baru bagaimana perubahan iklim mempengaruhi reproduksi burung secara global.
Jeff Hoover, salah satu penulis makalah, mengatakan kepada Illinois News Bureau, bahwa mereka telah meneliti perubahan dalam hasil reproduksi 104 spesies burung antara tahun 1970 dan 2019. Hoover adalah ahli ekologi unggas dari llinois Natural History Survey.
Temuan tersebut telah dijelaskan dalam jurnal akses terbuka Proceedings of the National Academy of Sciences dengan judul "The effect of climate change on avian offspring production: A global meta-analysis."
Apa yang unik dari penelitian ini?
Studi ini mengeksplorasi efek potensial dari perubahan iklim global – khususnya, pemanasan global – pada reproduksi burung. Mereka mempelajari lebih dari 100 spesies dari lebih 200 populasi burung di semua benua.
"Kami melihat data untuk masing-masing populasi burung ini selama 15 hingga 49 musim kawin," kata Hoover.
"Untuk mempertimbangkan apakah perubahan suhu lokal dan curah hujan dikaitkan dengan perubahan jumlah rata-rata keturunan yang dihasilkan per betina per tahun."
Di luar efek iklim yang memanas pada hasil reproduksi spesies individu, penelitian ini juga mempertimbangkan apakah perubahan iklim dapat memengaruhi produksi keturunan dengan berinteraksi dengan atribut burung lainnya.
Ciri-ciri tersebut meliputi massa tubuh, status migrasi, kebutuhan habitat, dampak manusia terhadap lanskap lokal, status perlindungan/konservasi situs dan apakah populasi burung dapat menghasilkan dua induk dalam satu musim kawin.
Skala temporal dan spasial dari karya ini dan jumlah spesies dan populasi yang dipelajari sangat monumental.
Apa temuan utamanya?
"Dari 201 populasi burung liar yang kami amati, produksi keturunan umumnya menurun dalam beberapa dekade terakhir," kata Hoover.
"Namun, ada banyak variabilitas antara populasi dan spesies."
Peningkatan suhu lokal selama masa pemeliharaan anak burung, lanjutnya, pada musim kawin cenderung menurunkan produksi keturunan pada sebagian besar burung yang bermigrasi.
Tetapi meningkatkan jumlah anakan yang dihasilkan pada banyak burung kecil dan pada burung yang menetap, yang tidak bermigrasi.
Pemanasan global juga dikaitkan dengan produksi keturunan yang lebih sedikit di antara burung yang relatif besar.
Perubahan ini tidak harus disebabkan secara langsung oleh perubahan iklim, tetapi oleh efek perubahan iklim pada riwayat hidup dan sifat ekologis spesies. Hal itu yang memengaruhi ukuran sarang dan tingkat kegagalan bersarang dari waktu ke waktu.
Spesies dengan peningkatan atau penurunan reproduksi
Spesies dengan penurunan terbesar dalam reproduksi, termasuk harrier Montagu dan bangau putih, keduanya merupakan burung migran yang besar. Kemudian burung nasar berjanggut, yang berukuran besar dan tidak bermigrasi.
Selanjutnya dara laut jambon, yang berukuran sedang, burung yang bermigrasi; house martin, yang kecil dan berpindah-pindah; dan peri sayap merah, yang berukuran kecil, tidak bermigrasi, dan endemik di Australia.
Spesies dengan produksi keturunan yang meningkat termasuk Bulwer's petrel, burung migran berukuran sedang; burung pipit Eurasia, raptor kecil yang bermigrasi; bersama dengan wryneck Eurasia, dan burung pengicau prothonotary, semuanya burung kecil dan bermigrasi.
Beberapa spesies, seperti burung layang-layang, memiliki jumlah keturunan yang meningkat di satu tempat tetapi menurun di tempat lain.
Hal itu menunjukkan bahwa meskipun planet ini menghangat secara keseluruhan, efek pemanasan global pada cuaca dan suhu lokal dapat sangat bervariasi di seluruh rentang perkembangbiakan suatu spesies.
Apakah ini berarti spesies bertubuh besar dan bermigrasi paling berisiko?
Spesies berbadan besar tampaknya sangat rentan terhadap penurunan reproduksi dalam lima dekade terakhir.
Pemanasan terkait perubahan iklim kemungkinan memperburuk masalah, terutama bagi spesies menetap dengan berat lebih dari 1,0 kilogram dan spesies migrasi dengan berat lebih dari 50 gram.
Spesies yang lebih besar mungkin kurang mampu beradaptasi dengan iklim yang berubah karena mereka cenderung hidup lebih lambat.
Mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi dewasa dan menghasilkan keturunan dan mereka cenderung memiliki ukuran sarang yang lebih kecil.
Untuk spesies yang bermigrasi, iklim yang menghangat dapat menciptakan ketidaksesuaian antara ketersediaan sumber daya makanan dan ketika kebutuhan akan makanan itu paling tinggi.
Misalnya, ketika orang dewasa memberi makan anak burung dan anakan. Spesies yang bermigrasi juga dapat mengalami efek perubahan iklim di tempat yang jauh, di mana mereka melewati musim dingin.
Burung beradaptasi dengan perubahan iklim
"Kami telah mempelajari burung pengicau prothonotary di Illinois selatan sejak 1994. Burung pengicau ini berukuran kecil dan bermigrasi serta berkembang biak di lahan basah dan rawa berhutan," Hoover menjelaskan.
"Populasi penelitian kami mengalami peningkatan produksi keturunan dari waktu ke waktu, menghasilkan lebih banyak keturunan per betina saat suhu lokal lebih hangat."
Peningkatan hasil reproduksi di tahun-tahun yang lebih hangat ini terjadi karena betina mulai bertelur di awal musim, meningkatkan peluang mereka untuk menghasilkan dua anakan burung dalam satu musim kawin.
Burung pengicau ini berkembang biak di habitat yang kaya serangga dan memakan serangga. Tampaknya, setidaknya sejauh ini, peningkatan suhu lokal tidak menghasilkan ketidaksesuaian antara ketersediaan serangga puncak dan permintaan puncak.
Para peneliti utama berhak mendapatkan begitu banyak pujian karena menyusun meta-analisis besar-besaran ini. Ini benar-benar menyoroti pentingnya melakukan studi demografis terperinci jangka panjang dari populasi organisme liar.
Temuan ini menggambarkan kompleksitas alam. Sementara beberapa spesies mungkin mengalami efek langsung dari pemanasan global.
Penting untuk menyadari bahwa banyak bahaya yang dihadapi spesies adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara perubahan iklim dan ekologi. Tidak hanya itu, sejarah kehidupan dan sifat-sifat perilaku dari spesies juga perlu dipertimbangkan.
Source | : | PNAS,University of Illinois |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR