Pekerja konstruksi adalah komoditas sekali pakai dalam hal membangun Tembok Besar Tiongkok. Diperkirakan sebanyak 400.000 orang tewas saat membangun tembok tersebut. "Fakta itu membuatnya mendapat julukan sebagai kuburan terpanjang di Bumi," tambah Boissoneault. Banyak pekerja yang meninggal selama pembangunan tembok dimakamkan di fondasinya.
Petani dan tentara yang dipaksa bekerja menderita dalam kondisi yang mengerikan. Makanan yang tidak mencukupi, lereng bukit yang curam, dan cuaca yang brutal.
Memakan biaya besar untuk pembangunannya
Bahkan tanpa memperhitungkan korban jiwa, biaya untuk membangunnya sangatlah besar. Misalnya ada biaya tenaga kerja, makanan dan tempat tinggal untuk menampung pekerja, dan bahan mentah.
Seringkali orang Tiongkok harus menanggung beban terbesar dari pengeluaran ini. Pemerintah Kekaisaran Tiongkok memungut pajak yang lebih tinggi untuk membayar pembangunan tembok dan perbaikannya.
Selama Dinasti Ming, perbaikan di ujung barat tembok menelan biaya 470 ons perak per kilometer, dengan total 487.500 ons. Perbaikan di timur juga membutuhkan pembiayaan lebih lanjut.
Membangun ekstensi ke tembok itu sendiri bahkan jauh lebih mahal. Pada tahun 1576 benteng ini diproyeksikan menelan biaya lebih dari 3,3 juta ons perak.
Sejarah Tembok Besar bukanlah suatu penghalang besar
Konon Tembok Besar Tiongkok dibangun untuk menghalau musuh. Tapi ternyata tembok itu bukan cara yang efektif untuk menahan penjajah.
Bangsa Mongol, Manchu, dan lainnya semuanya menerobos pertahanan besar ini. Mereka bahkan membangun dominasinya di balik tembok. Genghis Khan dan Kubilai Khan dengan mudah menerobos tembok pada abad ke-13. Pada bulan September 1550, penjajah Mongol Altan Khan memimpin puluhan ribu perampok untuk menyerang melewati Tembok Besar. Mereka membunuh ribuan warga sipil Tiongkok dan menjarah pedesaan.
Bergantung pada dinasti mana yang berkuasa, tembok itu bahkan tidak terlalu diperlukan. "Dinasti Tang hampir tidak membangun tembok, karena keluarga kekaisaran adalah bagian dari Turki dan terampil dalam peperangan dan diplomasi Asia Tengah," tulis Peter Hessler untuk New Yorker.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR