Nationalgeographic.co.id—Tujuh abad lamanya, Semenanjung Iberia dikuasai oleh berbagai dinasti peradaban Islam. Ada banyak peninggalan jejak peradaban Islam yang pernah bercokol di negeri yang kini menjadi Spanyol.
Peradaban Islam bahkan pernah menguasai seluruh Semenanjung Iberia dengan menamainya dataran al-Andalus atau Andalusia. Sementara pada peradaban sebelumnya, ketika Romawi sedang jaya-jayanya, negeri ini disebut sebagai Hispania.
Ketika Romawi jatuh, Hispania menjadi negara merdeka yang disebut Kekaisaran Visigoth. Mereka adalah bangsa Jermanik yang mengeklaim mewarisi kedaulatan Kekaisaran Romawi Barat, setelah kejatuhan tahun 476 M.
Dalam sejarah Andalusia, penguasaan pertama peradaban Islam berawal pada abad kedelapan oleh bangsa Moor. Mereka adalah bangsa yang berasal dari Maroko di bawah Kekaisaran Umayyah. Bangsa Moor berhasil menaklukkan kawasan Visigoth di Iberia dalam waktu kurang dari satu dekade.
Hanya sedikit sumber yang bisa menjelaskan bagaimana sejarah Kekaisaran Umayyah bisa menguasai Iberia dalam waktu singkat. Tidak ada catatan dari kalangan muslim yang tersedia dari periode Kekaisaran Umayyah, sedangkan sumber kristen Visigoth agak kabur. Sejarah Andalusia pun dimulai di sini.
Sumber mengenai keberadaan peradaban Islam di Spanyol justru baru jelas di abad kesembilan. Yang mencatatnya adalah sejarawan periode Kekaisaran Abbasiyah, Ibnu Abdul Hakam (801-871 M) dari Mesir.
Abdul Hakam menjelaskan, bangsawan Visigoth bernama Julian meminta bantuan dan mendekati Tariq bin Ziyad dan Gubernur Tangier di bawah Kekaisaran Umayyah.
Julian mengadu bahwa putrinya diperkosa oleh Roderikus, raja Visigoth (memerintah 710-711).
Julian dendam, tetapi tidak mampu menghukum raja, sehingga meminta bantuan ke kekaisaran tetangga di Afrika Utara.
Singkatnya, dia mengundang Kekaisaran Umayyah untuk menginvasi Visigoth untuk menghancurkan Roderikus.
Julian bercokol di benteng Ceuta, sebuah benteng di Afrika Utara yang sampai sekarang masih milik Spanyol.
Dalam sejarah Kekaisaran Umayyah sejak kepemimpinan jenderal Musa bin Nusair telah lama terhalang oleh keberadaan benteng Visigoth itu.
Namun dengan pengaduan yang dilakukan Julian, pihaknya dengan Tariq bin Ziyad mengadakan perjanjian untuk bisa melintasi bentng Ceuta.
Julian bahkan secara diam-diam membantu tentara bangsa Moor itu melintasi Selat Gibraltar karena ia memiliki kapal dagang, dan punya benteng sendiri di Spanyol daratan.
Nama tempat terselatan, Gibraltar, diambil dari nama Tariq bin Ziyad.
Dalam bahasa Arab, tempat itu adalah Jabal at-Tariq, Bukit Tariq, yang menunjukkan sebagai tempat mendaratnya prajurit Kekaisaran Umayyah di bawah kepemimpinan Tariq bin Ziyad.
Cerita dari Abdul Hakam mungkin bercampur antara fakta dan legenda sebagai sejarah Andalusia.
Namun bisa dipastikan, pada abad kedelapan inilah serangan pertama dalam sejarah Kekaisaran Umayyah ke Semenanjung Iberia yang diperkirakan tahun 711 M.
Lewat cerita ini, para sejarawan mencari fakta: kedatangan Kekaisaran Umayyah ke Andalusia pada awalnya adalah membantu salah satu pihak Visigoth yang sedang perang saudara.
Tujuan awalnya mungkin agar bisa berhubungan baik dan membangun aliansi Visigoth-Umayyah.
Teori lain memandang, dalam sejarah Kekaisaran Umayyah, menginvasi Visigoth bertujuan menguji kekuatan militernya.
Entah mana yang benar, yang jelas serangan ini berlangsung dengan skala penuh, mengingat Visigoth telah kehilangan tanahnya di Semenanjung Iberia kurang dari satu dekade.
Abdul Hakam menyebut bahwa dalam sejarah Andalusia, bahwa Tariq bin Ziyad menyeberangi dari Afrika Utara dengan 10.000 hingga 15.000 orang.
Bangsa Visigoth tidak menyadari kedatangan mereka yang jumlahnya sangat besar dan diam-diam dari kapal dagang.
Inilah yang membuat Kekaisaran Visigoth kalah di Pertempuran Guadalete di tahun 711 atau 712 M.
Ada banyak pemimpin penting dari Kekaisaran Visigoth yang tewas, memudahkan Andalusia semakin meluas dalam sejarah Kekaisaran Umayyah.
Semenanjung Iberia pun seluruhnya dikuasai, kecuali paling utara, dikuasai oleh Kekaisaran Umayyah.
Tanah ini pun dijadikan provinsi Kekaisaran Umayyah dengan nama al-Andalus yang tidak jelas dari mana asal-usul etimologinya.
Dengan berpindahnya Semenanjung Iberia, Kekaisaran Umayyah punya kekuasaan yang sangat luas dengan ibukotanya di Damaskus.
Meski demikian, sejarah Andalusia bukan negeri yang stabil pada masa awal kekuasaan. Bangsa Moor mudah sekali menggoncahkan urusan politik provinsi anyar tersebut.
Ambisi ekspansi di tanah Eropa Barat pun berlanjut dari Andalusia. Bangsa Moor mulai menyerang Tuoluouse dan Septimania di Prancis selatan hari ini, bertujuan menghancurkan sisa-sisa pengaruh Kekaisaran Visigoth. Ekspedisi ini berlangsung pada 719 M dengan pemimpin Al-Samh bin Malik.
Usaha perluasan sampai Prancis pun dilakukan pada 732 M dengan Abdul Rahman al-Ghafiqi.
Akan tetapi, prajurit Kekaisaran Umayyah berhasil dibendung oleh Bangsa Frank.
Pada masa berikutnya, perluasan terhenti dalam catatan sejarah Andalusia. Pasalnya, perpecahan muncul di kalangan.
Pemberontakan orang Berber memecah Afrika Utara tahun 739 M, dan meluas sampai ke Andalusia. Sampai akhirnya, Kekaisaran Umayyah sendiri jatuh pada 750 M, ketika ibukotanya ada di Harran, Turki hari ini.
Kejatuhan ini mengubah Andalusia memiliki kerajaan baru yang merdeka. Di Timur Tengah, pengganti Kekaisaran Umayyah adalah Kekaisaran Abbasiyah yang pada awalnya membuka pemberontakan awal. Prajurit Abbasiyah mengejar semua pejabat Umayyah yang hidup.
Abdul Rahman, salah satu pejabat Kekaisaran Umayyah melarikan diri dan selamat di Andalusia. Dia segera menavigasikan posisi politiknya untuk menjadi gubernur di sana.
Setelah berhasil, Abdul Rahman menjadikan Andalusia sebagai kerajaan dengan nama Kekaisaran Kordoba dengan ibukota di Kordoba.
Inilah sejarah Andalusia pertama kali sebagai kekuasaan yang terlepas dari Timur Tengah.
Kerajaan itu pun mewariskan masalah Kekaisaran Umayyah, yakni Kekaisaran Abbasiyah dan Kekaisaran Frank.
Selama masa kekuasaannya, Abdul Rahman adalah penguasa yang cakap mempertahankan Andalusia dari serangan musuh-musuhnya.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR