Nationalgeographic.co.id—Dari semua takhayul pelaut dan cerita rakyat bahari, sejarah legenda Flying Dutchman mungkin yang paling terkenal. Anak-anak di zaman modern akan mengaitkannya dengan serial kartun anak, SpongeBob Squarepants.
Flying Dutchman beberapa kali muncul dalam serial Spongebob Squarepants. Penyebutan "Dutchman" lantas menjadi tanda tanya besar. Seolah seperti julukan bagi orang Belanda, pada kenyataannya, keberadaannya kerap dikaitkan dengan kisah nyata dari sejarah VOC.
"Banyak yang mungkin tidak mengetahui bahwa sejarah legenda ini berasal dari lokasi yang sangat nyata dan, pada kenyataannya, didasarkan pada kisah orang-orang yang nyata," tulis Joseph Sherwood kepada A Little Bit Human.
Ia menulis tentang adanya legenda yang populer tentang Flying Dutchman dalam sebuah artikel berjudul The Legend of the Flying Dutchman of the Cape of Good Hope yang diterbitkan pada 27 Januari 2022.
Menurut Sherwood, seperti legenda yang terjadi tentang cerita si pelaut, kisahnya telah diubah dari waktu ke waktu dengan memasukkan unsur-unsur supranatural serta redaksi umum yang dapat menarik pembaca dan pendengar yang lebih luas.
Sejarah legenda ini berasal dari Cape of Good Hope atau Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Sebuah lokasi yang dikenal bangsa Indonesia sebagai tempat singgahnya para pelayar awal Portugis dari Lisbon, sebelum sampai ke Malaka.
Tanjung Harapan merupakan sebuah tanjung besar yang membentang dari wilayah selatan benua Afrika. Tanjung ini populer sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal Portugis yang melakukan pelayaran menuju benua baru.
"Pelayaran Eropa pertama yang mengelilingi Tanjung Harapan dipimpin oleh Bartolomeu Dias , seorang penjelajah Portugis yang mencoba membangun jalur perdagangan dengan Timur Jauh sampai ke Nusantara," imbuhnya.
Namun, Bartolomeu Dias tidak menyebut daerah ini sebagai Tanjung Harapan. Dia menyebutnya sebagai "Tanjung Badai." Tengara nama ini merupakan kiasan yang lebih akurat untuk prahara mengerikan yang terjadi di lepas pantai di daerah ini.
Selain badai, wilayah ini juga dipenuhi dengan singkapan batu berbahaya yang dapat merobek lambung kapal hingga berkeping-keping.
Karena ancaman alam ini, Tanjung Harapan telah menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi banyak kapal Portugis yang mencoba berlayar ke India atau Nusantara selama bertahun-tahun.
Dengan begitu banyak kapal yang tenggelam, Tanjung Harapan, atau “Tanjung Badai” seperti yang disebut sampai dinamai oleh John II dari Portugal, adalah tempat kelahiran yang sempurna untuk cerita hantu bahari atau Flying Dutchman.
Referensi pertama untuk legenda Flying Dutchman dalam sastra adalah dalam Travels in various parts of Europe, Asia and Africa during a series of thirty years and upward oleh John MacDonald, yang ditulis pada tahun 1790.
Menurut sumber ini, Flying Dutchman adalah kapal yang akan muncul di sekitar Tanjung Harapan selama badai yang sangat kacau dan mencekam.
Sangat mungkin bahwa kisah Flying Dutchman telah diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi jauh sebelum John MacDonald menulis bukunya.
Versi lengkap pertama dari cerita Flying Dutchman dicetak di Blackwood's Edinburgh Magazine pada tahun 1821. Tokoh utama dari cerita ini juga seorang kapten abad ke-17 untuk VOC. Nampaknya, sejarah legenda ini berdasar dari sejarah VOC.
Seperti versi cerita itu, van der Decken (kapten dalam pelayaran sejarah VOC) dan krunya berusaha melintasi Table Bay (perairan di lepas pantai Tanjung Harapan) untuk mengirimkan serangkaian surat kepada orang-orang yang telah lama meninggal.
Dalam beberapa versi cerita, Iblis menampakkan diri kepada Kapten van der Decken dan menghukum kapalnya untuk terus tetap berada di atas air sampai Hari Penghakiman tiba.
Van der Decken dikaitkan sebagai seorang pelaut yang gigih dalam sejarah VOC. Tidak pernah seorang pelaut di bawah pimpinannya punya alasan untuk mengeluh. Barangkali inilah yang menjadi kunci kuatnya kapal-kapal Belanda dalam sejarah VOC.
Sejak legenda ini dibuat, orang-orang telah mengklaim bahwa mereka telah melihat Flying Dutchman muncul seperti penampakan kapal besar tanpa awak dan terlihat usang di tengah badai, di lepas pantai Tanjung Harapan.
Sastrawan Skotlandia, Sir Walter Scott juga menulis pengalaman menakutkannya tatkala berlayar di laut saat terjadi badai dalam Rokeby yang terjadi pada tahun 1812.
Dia menyebut Dutchman adalah sebuah kapal, bukan karakter manusia sebagaimana karakter dalam serial kartun Spongebob Squarepants. Dutchman muncul dalam malapetaka yang terjadi dalam kru, tetapi tidak dijelaskan kejadiannya secara rinci.
Ketenaran Flying Dutchman seketika menurun pada abad ke-20 seiring dunia maritim Inggris raya menurun. Terdapat dua faktor yang memudarkan ketenarannya: berkurangnya pengetahuan dan minat publik tentang pelayaran, dan berakhirnya era kolonialisme.
Meskipun meredup, serial kartun Spongebob Squarepants telah memperkenalkan legenda Flying Dutchman dalam budaya populer. Suatu sejarah legenda yang dikaitkan dengan sejarah VOC, meski kebenarannya masih menjadi teka-teki.
Source | : | A Little Bit Human |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR