Sebagian besar puncak gunung di atas 8.202 kaki (2.500 meter) di Pegunungan Alpen ditutupi oleh permafrost, atau lapisan tanah beku permanen. Permafrost ini yang menghampar jauh ke dalam retakan di batuan padat, membantu merekatkannya.
Tanpa permafrost, lereng gunung bisa menjadi tidak stabil, menyebabkan tanah longsor dan runtuhan batu. Permafrost sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim, karena suhu yang hangat dapat menyebabkan es di retakan mencair.
Meskipun hal ini biasa terjadi di musim panas, ketika lapisan di atas permafrost cenderung mencair untuk waktu yang singkat, gelombang panas yang lebih sering terjadi di Pegunungan Alpen mengambil alih.
Gelombang panas kemudian mengakibatkan pencairan musim panas semakin cepat secara bertahap. Tidak hanya itu, pencairan yang lebih awal juga menyebabkan pencairannya menjadi lebih dalam.
Saat tanah menghangat, pencairan permafrost diperkirakan akan menggoyahkan lebih banyak batuan di seluruh Pegunungan Alpen. Hal ini menyebabkan lebih sering terjadi tanah longsor dan runtuhan batu.
"Semakin besar ukuran peristiwa, dan dalam hal ini besar, pencairannya pasti semakin dalam," kata Jan-Christoph Otto, seorang ahli geologi di University of Salzburg.
"Puncak gunung ini telah membeku selama ribuan tahun," kata Otto kepada Live Science. Karena keterlambatan perubahan iklim mencapai lapisan batuan yang lebih dalam, "keruntuhan puncak beku gunung di Fluchthorn kemungkinan besar disebabkan oleh suhu ekstrem musim panas atau musim gugur yang lalu," tambahnya.
Di Pegunungan Alpen, suhu atmosfer telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Dan peningkatan suhu tersebut telah mengancam keberadaan sejumlah puncak beku di Pegunungan Alpen yang telah membeku selama ribuan tahun.
Menurut Layanan Meteorologi Swiss, suhu di Pegunungan Alpen menghangat sekitar 0,5 derajat Fahrenheit (0,3 derajat Celsius) per dekade. Kenaikan suhu tersebut sekitar dua kali lebih cepat dari rata-rata global.
Berdasarkan data jangka panjang yang dikumpulkan dari sensor di permukaan batuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 10 tahun, suhu rata-rata di dalam batuan meningkat sebesar 1,8 F atau sekitar 1 derajat Celsius.
Meskipun tidak mungkin untuk memprediksi puncak atau lereng mana yang akan jatuh atau runtuh berikutnya di Pegunungan Alpen, para ahli memperingatkan bahwa peristiwa runtuhan batu serupa dapat terjadi di seluruh dunia yang memanas.
Otto mengatakan ada ratusan gunung di Pegunungan Alpen yang memiliki permafrost. "Mengingat peningkatan suhu yang sedang berlangsung di Pegunungan Alpen, akan ada lebih banyak peristiwa yang mungkin terjadi," katanya.
Source | : | Live Science,Austria Kronen Zeitung |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR