Orang-orang Kristen dicap dengan besi panas, disalibkan dan dicelupkan berulang kali ke dalam air mendidih untuk menghukum mereka karena menjadi bagian dari pemberontakan. Salah satu tempat penyiksaan yang terkenal adalah kastel Shimabara.
Clements menulis dalam pengantar bukunya, "Pada tahun 1638, penguasa Jepang memerintahkan perang salib melawan rakyatnya sendiri, pembantaian terhadap pria, wanita, dan anak-anak dari kultus hari kiamat...."
Clements menggambarkan dalam bukunya sebuah kisah tentang seorang wanita hamil, yang dikurung dalam sangkar terendam yang menyebabkan kematian ibu dan bayinya. Peristiwa ini mungkin memicu Pemberontakan Shimabara, yang berlangsung dari 17 Desember 1637 hingga 15 April 1638, pada masa pemerintahan bakufu Edo, pemerintahan militer Jepang feodal terakhir.
Pasukan shogun membantai ribuan orang Kristen. Pemimpin pemberontak adalah Jerome Amakusa, yang hingga kini tetap menjadi ikon kekristenan Jepang.
Pada Januari 2016, Paus Francis menyetujui beatifikasi Takayama Ukon, seorang samurai Jepang. Ia lahir pada tahun 1552, dan dibaptis pada usia 12 tahun.
Takayama Ukon adalah seorang daimyo, anggota kelas penguasa feodal, yang menduduki peringkat kedua setelah shogun di Jepang abad pertengahan dan awal modern. Pada tahun 1587, ketika Hideyoshi memulai penganiayaan terhadap orang Kristen, Takayama dan ayahnya malah memilih untuk meninggalkan harta benda dan kehormatan mereka untuk mempertahankan keyakinan.
Takayama Ukon kemudian diasingkan ke Manila pada tahun 1614, dengan sekelompok 300 umat Katolik. Dia meninggal di sana karena penyakit pada tanggal 5 Februari 1615.
Pada tahun 2007 Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa 188 orang Kristen Jepang yang meninggal akibat penganiayaan oleh pemerintah Tokugawa dipilih untuk dibeatifikasi. Upacara itu diadakan setahun kemudian di Nagasaki, Jepang.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR