"Perubahan ukuran otak tampaknya terjadi ribuan tahun setelah perubahan iklim, dan ini terutama terlihat setelah maksimum glasial terakhir, sekitar 17.000 tahun," jelas Stibel dalam makalahnya.
"Sementara (aklimatisasi) terungkap dalam satu generasi dan seleksi alam dapat terjadi hanya dalam beberapa generasi berturut-turut, adaptasi tingkat spesies seringkali membutuhkan banyak generasi berturut-turut."
Pola evolusi ini terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat, mulai dari 5.000 hingga 17.000 tahun.
Tren kemudian menunjukkan, bahwa pemanasan global yang sedang berlangsung dapat berdampak buruk pada kognisi manusia.
"Bahkan sedikit pengurangan ukuran otak pada manusia yang masih ada dapat berdampak material pada fisiologi kita dengan cara yang tidak sepenuhnya dipahami," kata Stibel dalam makalahnya.
Analisis menunjukkan bahwa tingkat kelembapan dan curah hujan juga berpengaruh pada pertumbuhan otak. Sementara suhu adalah faktor yang lebih signifikan.
Penelitian baru ini menemukan korelasi yang lemah antara musim kering dan volume otak yang sedikit lebih besar.
Masih ada pertanyaan tentang apa sebenarnya menjadi penyebab variasi ukuran otak manusia.
Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan iklim terkait dengan perbedaan ukuran otak, namun iklim tampaknya tidak menjelaskan semua variasi evolusioner.
Menurut Stibel, faktor ekosistem seperti predasi, efek iklim tidak langsung seperti vegetasi dan produksi primer bersih.
Atau faktor non-iklim seperti budaya dan teknologi semuanya dapat berkontribusi pada perubahan ukuran otak.
“Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan iklim memprediksi ukuran otak manusia, dan perubahan evolusioner tertentu pada otak mungkin merupakan respons terhadap tekanan lingkungan,” Stibel menyimpulkan.
"Diperlukan lebih banyak pekerjaan untuk menentukan apakah dampak perubahan iklim pada fisiologi homo merupakan hasil khusus dari perubahan suhu atau efek tidak langsung dari elemen lain dari lingkungan yang berubah."
Source | : | Science Alert,Brain, Behavior dan Evolution |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR