Kehidupan seorang samurai di Kekaisaran Jepang tidaklah mudah. Perang berkecamuk hampir terus-menerus selama 700 tahun pemerintahan militer Kekaisaran Jepang.
Selain itu, sifat pertempuran terus berubah. Panahan di atas kuda membuka jalan bagi infanteri dengan pedang. Setelah itu, para samurai menggunakan senjata api yang diimpor dari Eropa atau Tiongkok. Banyaknya variasi serangan militer membutuhkan baju zirah yang fleksibel dan tidak bisa ditembus oleh beragam senjata.
Upaya untuk menciptakan baju zirah yang serba sempurna akhirnya menciptakan baju perang khas Kekaisaran Jepang yang kuat namun indah.
Samurai dibungkus dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam serangkaian lapisan yang saling tumpang tindih. Lapisan itu terdiri dari besi, kulit, logam mulia, dan sutra.
Baju pelindung samurai terdiri dari pelindung bahu, tulang kering, lengan baju, pelindung paha, rok dan pelindung dada. Selain itu, ada juga pelindung kepala, sarung tangan, pelindung muka dan sepatu bot.
Ada lapisan bantalan dari sutra, serta berbagai aksesoris yang sangat diperlukan. Seorang samurai biasanya dilengkapi dengan dua pedang, busur dan panah, topi, tongkat militer. Mantel tahan api dan kipas lipat besar yang dihiasi dengan titik matahari terbit berwarna merah besar juga tidak ketinggalan.
Dengan semua aksesoris dan pelindung, orang mungkin akan bertanya-tanya berapa berat baju zirah samurai. Beratnya hanya sekitar 18 kg, bandingkan dengan baju zirah seberat 27 kg yang digunakan oleh kesatria Eropa.
Keindahan yang dituangkan dalam penciptaan baju zirah seorang samurai
Samurai terkenal dengan kode etik bushido. Sangat dipengaruhi oleh Konfusianisme dan Buddhisme, bushido menjadi pedoman bagaimana samurai harus hidup dan mati.
Saat masih hidup, samurai harus menunjukkan kesetiaan, disiplin, penghematan, dan menghargai sifat kehidupan yang cepat berlalu.
Maka tidak hanya keterampilan bela diri yang diajarkan pada seorang samurai. Mereka juga mempelajari sastra dan seni, termasuk upacara minum teh, teater Noh, dan lukisan tinta.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR