Prajurit samurai membawa keindahan itu ke dalam pertempuran. Gabungan dari sifat bela diri dan artistik dari bushido akhirnya menciptakan baju zirah yang kuat namun indah. Seperti sebuah mahakarya sang dewa.
Tujuan utama dari desain baju besi adalah untuk menandakan kesetiaan seorang samurai. Tujuan kedua adalah untuk menimbulkan rasa takut ke dalam diri musuh. Tujuan ketiga dari desain adalah menjadi indah dan mengesankan.
Menurut kode etik bushido, satu-satunya cara yang layak bagi seorang samurai untuk mati adalah dalam pertempuran. Karena alasan ini, banyak samurai berharap agar dikuburkan dengan pakaian yang mereka kenakan saat berperang. Maka, baju zirah pun harus luar biasa indah.
Pelindung kepala dan muka
Bagian terpenting dari baju zirah adalah pelindung kepala dan muka. Selain melindungi, keduanya menjadi alat untuk mengintimidasi musuh dengan cepat.
Topeng atau pelindung muka dibuat agar terlihat seperti setan atau roh gunung. Biasanya terbuat dari besi dan kemudian dihiasi dengan bulu, cula badak, dan pernis.
Pelindung kepala, sering kali menjadi inti dari keindahan baju zirah itu. Pelindung kepala dibuat dalam beberapa bagian yang terbuat dari logam yang dihiasi tanduk, bulu, emas, pernis, dan bahkan kertas.
Hiasan baju zirah yang dipilih bisa berupa lambang keluarga atau simbol klan, seperti bunga krisan atau bulan sabit. Lainnya menampilkan binatang buas seperti naga, singa, atau burung pemangsa.
Baju zirah lainnya masih mengandung simbol-simbol keagamaan, seperti Bodhisattva terkenal atau dewi pelindung.
Pada abad ke-18, para shogun berhasil membawa perdamaian ke Kekaisaran Jepang. Baju zirah pun akhirnya tidak terlalu sering dipakai untuk bertempur. Tetap saja, baju zirah terus diproduksi untuk upacara dan untuk dipajang di rumah keluarga bangsawan.
Tidak hanya melindungi si pemakainya, baju zirah memiliki arti penting bagi samurai. Kode etik samurai pun diikutsertakan dalam penciptaan baju zirah yang kuat, menakutkan, sekaligus indah itu.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR