Kelelahan berburu, Narcissus memutuskan untuk beristirahat di sebuah mata air yang jernih dan tenang. Pertemuannya dengan mata air itu bukanlah sebuah kebetulan, melainkan adanya campur tangan dari musuh-musuhnya.
Saat mengambil air untuk minum, ia melihat dirinya yang terpantul di jernihnya mata air itu. Semakin banyak air yang diminumnya, semakin ia menatap bayangannya sendiri.
Ia mulai kagum dengan wujudnya sendiri. Rasa kagumnya menjadi cinta, dan cinta menjadi obsesi. Dengan sia-sia, ia mencoba memeluk patung tersebut.
Jika pergi meninggalkan mata air tersebut, maka ia akan kehilangan satu-satunya cintanya. Perlahan-lahan Narcissus mulai menyadari nasib menyakitkan yang telah menimpa dirinya.
Riak kecil di air menyebabkan Narcissus panik karena cermin airnya terganggu. Ia berpikir bahwa bayangannya akan meninggalkannya.
Setelah akhirnya menerima kesia-siaan usahanya, Narcissus kehilangan keinginan untuk hidup dan dengan berat hati mengatakan, "Selamat tinggal."
“Selamat Tinggal,” balas Echo dengan lirih, yang sedari tadi mendengarkan. Kehidupan mulai meninggalkan tubuhnya saat cintanya yang obsesif berubah menjadi keputusasaan.
Konon, saat ini di Dunia Bawah, Narcissus masih melihat bayangannya di perairan Stygia (salah satu sungai Hades).
Mitos Echo dan Narcissus telah sangat populer dalam seni selama berabad-abad. Meskipun sulit untuk melacak semua karya seni yang terinspirasi oleh kisah ini.
“Dari cerita ulang Abad Pertengahan seperti Lay of Narcissus pada abad ke-12 hingga Narcissus and Goldmund (1930) karya Herman Hesse, kisah ini terus memukau dan menginspirasi.”
Sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisis, juga memainkan mitos ini dalam “On Narcissism” (1914). Dalam esainya, Freud menggambarkan kondisi keegoisan yang berlebihan. Ia juga membakukan nama narsisme, yang diambil dari Narcissus, untuk menggambarkan tahap antara autoerotisme dan cinta terhadap objek.
Echo dan Narcissus memilih menggalkan kehidupan setelah mengalami patah hati yang hebat. Echo kehilangan keinginan untuk hidup setelah ditolak oleh orang lain. Sedang, Narcissus memilih untuk meninggalkan kehidupan setelah menyadari bahwa dia tidak dapat mencintai orang lain selain dirinya sendiri.
“Jika kita pikirkan dengan saksama, mitos Narcissus bukanlah tentang seorang anak laki-laki yang mencintai bayangannya di dalam air,” jelas Anotinis. “Ini tentang ketidakmampuan seorang anak laki-laki untuk mencintai orang lain di luar dirinya.”
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR