Setelah kematian Dorgon pada tahun 1650, Shunzhi yang berusia 12 tahun mengambil alih pemerintahan Kekaisaran Tiongkok. Waspada terhadap perebutan kekuasaan dari musuh politiknya, dia segera membentuk aliansi dengan kasim istana yang berpengaruh. Kaisar muda itu melakukan upaya untuk memerangi korupsi dan mengonsolidasikan kekaisaran di bawah Dinasti Qing.
Kaisar Shunzhi saat ini dikenang sebagai pemimpin yang sangat berpikiran terbuka. Dia mencurahkan banyak waktu untuk mempelajari sains dan astronomi. Berbeda dengan Kaisar Tiongkok lainnya, Kaisar Shunzhi juga toleran terhadap berbagai agama.
Sekitar tahun 1652, ia mengadakan jamuan di Beijing untuk Dalai Lama Kelima. Sang kaisar juga secara teratur berkonsultasi dengan seorang misionaris Jesuit bernama Johann Adam Schall von Bell. Meskipun dia tidak pernah menjadi seorang Katolik, Shunzhi menganggap Schall sebagai salah satu penasihat terdekatnya. Ia bahkan menyebutnya sebagai kakek.
Shunzhi meninggal karena cacar pada tahun 1661 pada usia 22 tahun. Putranya, Kaisar Kangxi, akan memerintah selama lebih dari 60 tahun.
Mary, Ratu Skotlandia
Mary Stuart memerintah sebagai ratu dari dua kerajaan yang terpisah sebelum dia berusia 18 tahun. Mary menjadi Ratu Skotlandia setelah ayahnya meninggal hanya 6 hari setelah kelahirannya pada tahun 1542.
Meskipun dia terlalu muda untuk memerintah, posisinya sebagai seorang bangsawan menjadikan ratu bayi. “Ia menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam hubungan internasional,” tambah Andrews.
Ingin sekali menyatukan Skotlandia dan Inggris, pada tahun 1543 Raja Henry VIII mengusulkan pernikahan antara Mary dan putranya Edward. Ketegangan politik antara kedua kerajaan membuat parlemen Skotlandia menolak pertunangan. Mary pun dilindungi di berbagai kastel setelah Henry VIII menginvasi Skotlandia. Sang raja mencoba memaksakan pernikahan.
Untuk menjauhkannya dari jangkauan Inggris, pada tahun 1548 ratu berusia 5 tahun dibawa ke Prancis. Pada usia 16 tahun dia menikah dengan Francis II. Karena pernikahan itu, ia memerintah sebagai Ratu Prancis setelah dia naik takhta.
Setelah kematian Francis, pada tahun 1561 Mary kembali ke Skotlandia untuk melanjutkan tugasnya sebagai ratu. Dia menikah lagi dua kali saat dewasa.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR