Nationalgeographic.co.id - Pada masa feodal Jepang, ada dua jenis pejuang yang muncul: samurai dan ninja. Samurai biasanya muncul dari kaum bangsawan yang memerintah negara atas nama Kaisar. Sedangkan ninja sering kali berasal dari kalangan bawah, yang melakukan misi spionase dan pembunuhan.
Ninja atau shinobi merupakan agen rahasia yang bertempur jika hanya benar-benar dibutuhkan. Diketahui bahwa klan terbesar mereka berbasis di wilayah Iga dan Koga.
“Karena cara kerjanya yang sembunyi-sembunyi, nama dan perbuatan mereka tidak terlalu banyak tercatat dalam catatan sejarah dibandingkan dengan samurai,” jelas Kallie Szczepanski, pada laman ThoughtCo.
Meskipun tak banyak yang tercatat, beberapa nama muncul sebagai ninja yang diakui kehebatannya. Mereka telah mengilhami karya-karya seni dan sastra yang bertahan selama berabad-abad.
Fujibayashi Nagato
Fujibayashi Nagato adalah seorang pemimpin ninja Iga selama abad ke-16. Para pengikutnya sering kali membantu daimyo dari wilayah Oomi dalam pertempuran melawan Oda Nobunaga.
“Dukungan terhadap lawan-lawannya ini kemudian mendorong Nobunaga untuk menyerang Iga dan Koga dan mencoba membasmi klan-klan ninja untuk selamanya,” jelas Kallie, “tetapi banyak dari mereka yang bersembunyi untuk melestarikan budaya.“
Keluarga Fujibayashi mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pengetahuan dan teknik ninja tidak akan punah. Keturunannya, Fujibayashi Yastake, menyusun Bansenshukai (Ensiklopedia Ninja).
Momochi Sandayu
Momochi Sandayu adalah pemimpin ninja Iga pada paruh kedua abad ke-16. Sebagian besar orang percaya bahwa dia meninggal selama invasi Oda Nobunaga ke Iga.
Namun, legenda mengatakan bahwa ia pensiun dari kehidupan penuh kekerasan untuk kehidupan pastoral yang jauh dari konflik. Ia menjalani hari-harinya sebagai petani di Provinsi Kii.
Menurut Kallie, Momochi terkenal karena mengajarkan bahwa ninjutsu hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir.
Selain itu juga “hanya dapat digunakan secara sah untuk menyelamatkan nyawa seorang ninja, untuk membantu daerah kekuasaannya, atau untuk melayani tuannya.”
Ishikawa Goemon
Dalam cerita rakyat, Ishikawa Goemon adalah Robin Hood versi Kekaisaran Jepang. Namun menurut Kallie, “kemungkinan besar dia adalah tokoh sejarah yang nyata dan seorang pencuri dari keluarga samurai yang mengabdi pada klan Miyoshi di Iga dan konon dilatih sebagai ninja di bawah Momochi Sandayu.”
Goemon kemungkinan besar melarikan diri dari Iga setelah invasi Nobunaga. Kisah yang lebih pedas menyatakan bahwa ia berselingkuh dengan gundik Momochi dan harus melarikan diri dari kemurkaan tuannya.
“Dalam kisah tersebut, Goemon mencuri pedang kesayangan Momochi sebelum dia pergi,” jelas Kallie.
Ninja pelarian ini kemudian menghabiskan waktu sekitar 15 tahun untuk merampok para daimyo, pedagang kaya, dan kuil-kuil kaya. Ia mungkin tidak benar-benar membagikan hasil rampokannya kepada para petani miskin, ala Robin Hood.
Pada tahun 1594, Goemon mencoba membunuh Toyotomi Hideyoshi, yang diduga untuk membalaskan dendam istrinya. Namun ia tertangkap dan berakhir dalam hukuman mati.
Ia dieksekusi dengan cara direbus hidup-hidup di dalam kuali, di pintu gerbang Kuil Nanzenji di Kyoto.
Dalam beberapa versi cerita, Kallie menjelaskan, putranya yang berusia lima tahun juga dilemparkan ke dalam kuali, “tetapi Goemon berhasil menahan anak itu di atas kepalanya sampai Hideyoshi merasa kasihan dan menyelamatkan anak itu.”
Hattori Hanzo
Keluarga Hattori Hanzo berasal dari kelas samurai dari daerah Iga, tetapi ia tinggal di Daerah Mikawa dan bertugas sebagai ninja selama periode Sengoku di Jepang. Seperti Fujibayashi dan Momchi, ia memimpin para ninja Iga.
Tindakannya yang paling terkenal adalah menyelundupkan Tokugawa Ieyasu, calon pendiri Keshogunan Tokugawa.
“Hattori memimpin Tokugawa melintasi Iga dan Koga, dibantu oleh para klan ninja lokal yang selamat. Hattori juga mungkin telah membantu menyelamatkan keluarga Ieyasu, yang ditangkap oleh klan saingannya,” jelas Kallie.
Hattori meninggal pada tahun 1596 di usia 55 tahun, tetapi legenda hidupnya tetap hidup. Ia telah mengilhami berbagai manga dan film. Dalam budaya populer, Hattori sering digambarkan sebagai ninja yang memiliki kekuatan magis.
Mochizuki Chiyome
Mochizuki Chiyome adalah istri dari samurai Mochizuki Nobumasa dari wilayah Shinano, yang tewas dalam Pertempuran Nagashino pada tahun 1575. Chiyome sendiri berasal dari klan Koga, jadi ia memiliki akar ninja.
Setelah kematian suaminya, Chiyome tinggal bersama pamannya, daimyo Shinano Takeda Shingen. Takeda meminta Chiyome untuk membuat sebuah kelompok “kunoichi”, atau ninja wanita, yang bertindak sebagai mata-mata, pembawa pesan, dan pembunuh.
“Chiyome merekrut gadis-gadis yatim piatu, pengungsi, atau yang telah dijual ke dalam prostitusi, dan melatih mereka dalam rahasia perdagangan ninja,” jelas Kallie.
Para kunoichi ini menyamar sebagai dukun Shinto pengembara untuk berpindah dari satu kota ke kota lain. Mereka mungkin berpakaian seperti aktris, pelacur, atau geisha untuk menyusup ke kastil atau kuil dan menemukan target mereka.
Pada puncaknya, kelompok ninja Chiyome beranggotakan antara 200 hingga 300 wanita. Upaya ini memberikan klan Takeda keuntungan ketika berurusan dengan wilayah-wilayah tetangga.
Jinichi Kawakami
Jinichi Kawakami dari Iga disebut sebagai ninja terakhir, meskipun ia dengan telah mengakui bahwa "ninja yang sebenarnya sudah tidak ada lagi."
Namun, ia mulai mempelajari ninjutsu pada usia enam tahun. Tak hanya mempelajari teknik bertarung dan spionase, tetapi juga pengetahuan kimia dan medis yang diwariskan dari periode Sengoku.
Namun, Kawakami memutuskan untuk tidak mengajarkan keterampilan ninja kuno kepada muridnya. Ia mencatat dengan sedih bahwa meskipun orang modern belajar ninjutsu, mereka tidak dapat mempraktikkan banyak dari pengetahuan itu: "Kita tidak bisa mencoba membunuh atau meracuni."
“Oleh karena itu, ia memilih untuk tidak meneruskan informasi tersebut kepada generasi baru, dan mungkin seni sakral itu telah mati bersamanya, setidaknya dalam pengertian tradisional,” jelas Kallie.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR