Terlepas dari pesona Jepara, kini Gresik hingga Jaratan menjadi sasaran ekspansi Mataram, meskipun Surabaya sudah selangkah lebih maju dari mereka. Wajar saja, Gresik dan Jaratan sejak tahun 1599, telah dikuasai Raja Surabaya.
Sang Raja Surabaya menunjuk syahbandar khusus di Gresik maupun Jaratan. Lokasinya strategis karena menjadi tempat singgahnya banyak kapal berlabuh, sehingga perdagangan dapat berlangsung mapan.
Pasukan Mataram telah menyusun rencana untuk mendaratkan pasukannya, mengepung Surabaya dan ibu kota pelabuhan dagangnya di Gresik. Tercatat pada tahun 1623, pengepungan itu membuahkan hasil, di mana Mataram merebut Gresik dari Surabaya.
Terhitung 126 orang menjadi tahanan, di mana dua orang di antaranya adalah orang VOC. Alhasil, pasukan Mataram melepaskannya karena permintaan Raja Surabaya agar tidak menghukum orang Belanda.
Meskipun sudah berhasil mengeklaim Gresik dari genggaman Surabaya, Mataram masih memerlukan dukungan dari kompeni untuk melegitimasi kuasanya di kota pelabuhan nun ramai di pesisir Jawa itu.
Di satu sisi, Surabaya tidak dapat menerima begitu saja bahwa Gresik harus jatuh ke pelukan Mataram. Alhasil, di tahun 1624, Surabaya dan Mataram saling berlomba mencari dukungan kompeni VOC yang kedudukannya tengah kuat di Jawa.
Tak habis di situ, Mataram berupaya menyerbu Surabaya dengan segenap pasukannya. VOC tidak bergeming, "ia menjaga netralitasnya dengan ketat," sambung Meilink-Roelofsz dalam bukunya.
VOC di sisi lain, tidak ingin menjawab dan salah langkah dalam situasi politik yang mengeruh di Gresik. Pada akhirnya, kota pelabuhan yang ramai di pesisir Jawa, Gresik salah satunya, mengalami kemunduran.
Salah satu hal yang mendorong kemunduran Gresik ialah akibat adanya seteru antara Mataram dan Surabaya yang tak kunjung mereda. Mereka terus berseteru hingga memperebutkan Tuban yang juga strategis sebagai kota pelabuhan dagang.
Kuatnya kekuatan militer yang dibangun Sultan Agung, Mataram terus melakukan serangan yang menghancurkan bagi kubu Surabaya. Ekspansi politik Sultan Agung terus dilakukan ke wilayah timur hingga mencapai Madura.
Surabaya dan daerah-daerah di pantai timur laut pulau Jawa yang ditaklukkan tetap berada di tangan Mataram sampai mereka diserahkan ke Perusahaan Hindia Timur Belanda pasca Perang Jawa.
Peperangan dengan Surabaya ini mengakibatkan beberapa kerusakan, terutama di kota-kota maritim sepanjang pantai utara di kawasan pesisir Jawa. Pertempuran, penyakit, kelaparan, dan gangguan pertanian, menyebabkan banyak kematian.
Setelah penaklukan Mataram, Surabaya tidak lagi menjadi pelabuhan penting, akibat kehilangan dominasinya atas Jawa Timur. Penghancuran kota-kota pesisir memberikan kontribusi terhadap kemunduran perdagangan di kawasan pesisir Jawa.
Source | : | Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di Nusantara (2016) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR