Nationalgeographic.co.id—Jatuhnya Kekaisaran Romawi pada tahun 476 meninggalkan keretakan besar di Eropa Barat. Tanpa adanya otoritas pusat, wilayah kekuasaan Romawi terpecah belah. Dalam sejarah dunia, peristiwa ini menjadi awal terbentuknya Kekaisaran Romawi Suci.
Kerajaan-kerajaan saling menyerang. Penduduk berjuang untuk bertahan hidup, peninggalan Kekaisaran Romawi pun nyaris menghilang.
Eropa memasuki Abad Kegelapan, periode kacau di awal Abad Pertengahan. Di tengah masa-masa sulit ini, seorang anak laki-laki bernama Carolus Magnus—Charles Agung—lahir pada tahun 742. Dikenal sebagai Charlemagne, pewaris Dinasti Carolingian, ia kemudian menjadi salah satu pemimpin terbesar dalam sejarah Eropa.
Charlemagne membuat kemajuan menuju peradaban yang lebih tercerahkan dan lebih hebat dari Romawi.
Sebelum Charlemagne berkuasa
Pada masa sebelum Charlemagne, pasukan Muslim bergerak ke utara menuju Eropa. Didukung oleh khalifah Damaskus yang berkuasa, Muslim Berber—penduduk asli Afrika Utara—menduduki Spanyol pada tahun 711. Dikenal juga sebagai Moor, mereka menetap di Spanyol selama lebih dari 700 tahun. Umat Islam kini hampir sepenuhnya menguasai ekonomi dan politik di Mediterania.
Kaum Muslim melintasi pegunungan Pyrenees dan memasuki Kerajaan Franka, mendapatkan nama lain: Saracens. Meskipun mampu menahan mereka di Toulouse pada tahun 721, Odo dari Aquitaine, gagal menghentikan kemajuan Muslim. Ia pun meminta bantuan kepada bangsawan Franka lainnya, Charles Martel, kakek Charlemagne.
Kebangkitan Kaum Carolingian
Putra tidak sah seorang bangsawan Franka, Charles Martel menjadi penguasa Kerajaan Franka. Charles menggabungkan pasukannya dengan Odo untuk menghadapi bangsa Saracen. “Berkat kecemerlangan militernya, bangsa Franka memukul mundur bangsa Moor pada Pertempuran Tours pada tahun 732,” tulis Amanda Onion di laman History.
Akan ada serangan Muslim lainnya selama beberapa tahun berikutnya. Namun bangsa Franka, bersatu di bawah Charles, membuktikan bahwa mereka bisa dihentikan.
Warisan Charles Martel melahirkan dinasti baru, Carolingian—dari bahasa Latin Carolus atau Charles.
Pepin, putra Charles Martel, mendapat restu kepausan untuk menjadi raja pertama. Dia menandatangani perjanjian dengan para pemimpin gereja. Sebagai imbalan atas dukungan dari gereja, Pepin selalu melindungi kepausan di Roma dan agama Katolik di mana pun. Pepin adalah ayah Charlemagne.
Lahirnya sang penguasa
Tempat kelahiran Charlemagne yang sebenarnya tidak diketahui. Para sejarawan umumnya sepakat bahwa itu adalah Liège di Belgia saat ini atau Aachen di Jerman saat ini. Demikian pula, sedikit yang diketahui tentang masa kecilnya. Dia kemungkinan besar dididik dalam bidang politik, bahasa, dan militer.
Yang diketahui adalah bahwa Pepin meninggal pada tahun 768, dan pemerintahan Charlemagne pun dimulai. Sebagai penerus, Charlemagne mewarisi wilayah yang terbentang dari Prancis modern hingga Belanda dan sebagian Jerman bagian barat.
Charlemagne memiliki tujuan untuk menyatukan seluruh bangsa Jerman menjadi satu kerajaan dan mengubah rakyatnya menjadi Katolik. Untuk mencapai tujuannya, ia memulai serangkaian pertempuran militer. Ada lebih dari 50 pertempuran yang sebagian besar dipimpinnya.
Segera setelah menjadi raja, ia menaklukkan sebagian besar daratan Eropa. Termasuk suku Lombardia (di Italia utara), suku Avar (sekelompok pengembara Asia di Austria dan Hungaria modern), dan suku Bavaria.
Namun, dibutuhkan waktu 3 dekade untuk menang melawan Saxon, suku penyembah berhala di Jerman. “Puncaknya terjadi pada Pembantaian Verden pada tahun 782,” tambah Onion. Pada peristiwa itu, Charlemagne diduga membantai kematian sekitar 4.500 orang Saxon yang menolak menganut agama Katolik.
Seorang kaisar baru di Kekaisaran Romawi Suci
Pengabdian Charlemagne terhadap agama Katolik—dan perlindungannya terhadap para paus—diakui pada Hari Natal tahun 800. Saat itu, Paus Leo III menobatkannya sebagai Kaisar Romawi di Basilika Santo Petrus di Roma.
Charlemagne merupakan kaisar pertama yang memerintah Eropa sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi. Meskipun Charlemagne tidak memiliki wilayah luas, penobatannya menciptakan sebuah konfederasi yang bertahan selama 1.000 tahun—Kekaisaran Romawi Suci.
Banyak sejarawan memuji Charlemagne karena menyebarkan agama Katolik di wilayah-wilayah yang dulunya kafir. Pemerintahan Charlemagne membawa budaya dan homogenitas yang sama ke suku-suku yang berbeda.
Begitu hebatnya dia, para penguasa Kekaisaran Bizantium secara resmi mengakuinya sebagai kaisar Romawi Barat yang sebenarnya. Ia dipandang sebagai pewaris Romawi klasik dan pembela iman Katolik.
Renaisans Karoling
Sebagai pemimpin Kekaisaran Romawi Suci, Charlemagne melembagakan reformasi budaya, ekonomi, dan agama. Ia pun membawa perubahan.
Penguasa baru itu menghargai ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, serta meningkatkan literasi budaya masyarakatnya. Ia memperluas dan mempromosikan pembelajaran yang awalnya berasal dari Kekaisaran Romawi.
Dia mendorong sekolah di seluruh kerajaan dalam bahasa Latin aslinya. Dia adalah pendukung kuat huruf kecil Carolingian, suatu bentuk tulisan standar yang menjadi dasar alfabet cetak Eropa modern.
Charlemagne melakukan reformasi ekonomi besar-besaran. Contohnya adalah penggunaan mata uang perak yang sama di seluruh Eropa dan memfasilitasi perdagangan lintas batas. Wilayah-wilayah yang dulunya saling berseberangan kini dihubungkan oleh jaringan perdagangan yang damai. Mereka pun dapat berkomunikasi satu sama lain. Benua ini kian berkembang.
Memerintah dari kampung halamannya
Charlemagne memerintah dari sejumlah kota di seluruh kekaisarannya, namun pusat pemerintahannya di Aachen, di Jerman saat ini. Meski lebih kecil jika dibandingkan dengan banyak kota penting di Eropa, Aachen berkembang menjadi pusat peradaban baru.
Dia membangun sebuah istana dan katedral di sana. Tidak ada biaya yang dikeluarkan dalam desain dan konstruksi. Istananya memiliki sekolah yang merekrut guru-guru terbaik di negerinya.
Hanya sedikit dari bangunan ini yang tersisa hingga saat ini. Salah satunya adalah Kapel Palatine, bagian dari Katedral Aachen. Kapel itu menjadi contoh gaya Carolingian.
Akhir dari sebuah dinasti
Pada tahun terakhir pemerintahannya, Charlemagne menobatkan putranya, Louis, sebagai rekan kaisar. Ketika Charlemagne meninggal pada tahun 814, Louis menjadi kaisar tunggal. Hal itu mengakhiri pemerintahan lebih dari 4 dekade.
Namun kekaisaran Charlemagne tidak memiliki infrastruktur untuk bertahan hidup. Louis memegang kekuasaan sampai tahun 840. Sebagai penerus ayahnya, ia tidak memiliki keterampilan sebagai negarawan dan tentara. Alhasil, kekaisarannya pun hancur berkeping-keping.
Tetapi tidak semuanya hilang. Meskipun berumur pendek, bangsa Carolingian di bawah pemerintahan Charlemagne memicu kelahiran kembali budaya Eropa.
Source | : | National Geographic,History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR