Nationalgeographic.co.id—Ketika suhu mencapai rekor tertinggi, penduduk di Kekaisaran Tiongkok memiliki cara unik untuk melindungi diri dari terik matahari. Hal itu bahkan dilakukan hingga kini oleh warga di Negeri Tirai Bambu itu. Tampaknya, obsesi masyarakat Tiongkok terhadap perlindungan dari terik matahari bukanlah hal yang baru.
Di era Kekaisaran Tiongkok kuno, ada pepatah yang menyatakan bahwa “kulit putih menutupi seratus noda.” Pepatah itu berarti kulit putih menjadi ciri fisik berharga yang menandai seseorang memiliki status sosial yang tinggi. Pasalnya, orang kaya di masa itu tidak perlu bekerja keras di bawah sinar matahari.
Karena alasan itu, maka tidak heran jika orang berlomba-lomba untuk menjaga kulitnya agar tetap putih. Salah satunya adalah menghindari paparan sinar matahari.
Masyarakat di Kekaisaran Tiongkok mempunyai berbagai metode cerdik untuk melindungi diri mereka dari sinar matahari dan panas. Mulai dari ransel berkanopi hingga topi khusus, apakah cara-cara itu benar-benar bisa melindungi kulit dari terik matahari?
Ransel berkanopi
Masyarakat di Kekaisaran Tiongkok punya cara untuk agar terlindungi dari sengatan matahari. Mereka menggunakan tas punggung atau ransel yang dimodifikasi. “Ransel tersebut memiliki kanopi yang bisa melindungi penggunanya dari sinar matahari,” ungkap Sun Jiahui di laman World of Chinese.
Para pengelana di Kekaisaran Tiongkok, terutama para sarjana, sering kali membawa tas punggung seperti itu dalam perjalanannya. Penutupnya dapat melindungi mereka dari terik matahari dan hujan. Seseorang bahkan dapat menggantungkan lampu di bawah kanopi, tujuannya untuk menerangi jalan pada malam hari.
Topi matahari
Ada banyak jenis topi matahari di Kekaisaran Tiongkok. Topi matahari dari anyaman rotan dan bertepi lebar sangat populer di Tiongkok kuno. Dalam bukunya Annotation to Past and Present, sarjana Cui Bao mengungkapkan bahwa topi tersebut digunakan oleh pria dan wanita.
Tidak hanya melindungi dari panas terik, topi matahari rotan pun menjadi mode di Kekaisaran Tiongkok. Sarjana Dinasti Song, Wu Chuhou, bahwa para sarjana selalu membawa topi matahari dari anyaman rotan.
Pada Dinasti Tang, topi matahari dengan tirai sangat populer. Topi tirai atau weimao kemudian berevolusi menjadi topi dengan cadar sepanjang tubuh. Karena suasana sosial liberal pada Dinasti Tang, cadar menjadi lebih pendek.
Dikisahkan bahwa Zhu Yuanzhang, pendiri dinasti, mengunjungi perguruan tinggi Kekaisaran Tiongkok. Saat itu, semua siswa berdiri di bawah matahari menunggunya. Merasa kasihan melihat orang-orang itu berkeringat di bawah sinar matahari, kaisar memerintahkan agar mereka diberi topi matahari. Setelah itu, topi matahari segera menjadi mode di kalangan cendekiawan.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR