Nationalgeographic.co.id - Hidup gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) masih terus terancam. Menurut laporan IUCN, status mereka di alam liar adalah Critically Endangered (CR: Kritis), yang artinya berisiko punah dalam waktu dekat.
Kondisi ini membuat mereka harus rutin dipantau di alam liar. Salah satunya dengan pemasangan camera trap atau kamera jebak di area perlintasan gajah.
Menukil dari laman Forestation FKT UGM, kamera jebak merupakan perangkat yang digunakan untuk merekam keberadaan satwa liar yang ada di kawasan tertentu. Kamera ini dilengkapi sensor gerak dan sensor panas
Saat kamera mendeteksi satwa atau objek bergerak, kamera akan aktif secara otomatis. Begitu pula saat objek memiliki suhu berbeda dengan lingkungan area cakupan sensor.
Data yang dihasilkan dapat berupa gambar atau video satwa yang terekam. Dengan ini peneliti atau pegiat konservasi dapat mengetahui keberadaan dan kondisi satwa secara visual, termasuk aktivitas kesehariannya di alam liar.
Hutan di Riau adalah rumah bagi sebagian gajah sumatra. Menurut laporan KLHK, jumlah mereka diperkirakan hanya sekitar 200 hingga 300 ekor. Untuk memantau kondisi mereka, beberapa titik telah dipasang kamera jebak.
Salah satunya oleh Rimba Satwa Foundation (RSF), sebuah lembaga yang bergerak di bidang konservasi dan pelestarian gajah sumatra. Zhulhusni Syukri, pendiri RSF, mengatakan bahwa penggunaan kamera jebak telah dilakukan sejak 2015. Saat itu, kamera digunakan untuk mengetahui populasi harimau sumatra.
“Pemasangan camera trap sudah sejak 2015. Kalau di Riau, di lanskap Senepis, antara Dumai dan Rohil. Waktu itu, target kita ingin mengetahu popoulasi harimau sumatra,” jelasnya.
RSF juga menggunakan kamera jebak untuk memantau perilaku dan kondisi fisik satwa. Untuk pemantauan fisik, tim dapat mengidentifikasi satwa tertentu dari tanda di tubuhnya.
Misalnya, saat ditemukan harimau atau gajah dengan kondisi kaki terputus, data visual yang terekam dapat digunakan untuk dasar penyelamatan. Sementara untuk perilaku, tim dapat mengetahui kebiasaan satwa di kawasannya, seperti makan, berkubang, istirahat, dan sebagainya.
Terkait perilaku, Husni kini menemukan perubahan perilaku gajah yang mulai mengonsumsi plastik. Saat patroli, ia mengaku tak jarang menemukan gumpalan kotoran gajah yang tercampur plastik.
Kondisi ini tentu kian memprihatinkan. Saat ini, gajah-gajah dan satwa lain, tak hanya menghadapi habitat yang kian menyusut, tetapi juga ancaman sampah plastik.
Untuk mendukung konservasi gajah sumatra dan pengawasan satwa liar lain, RSF telah memiliki 40 unit kamera jebak. Namun, luas home range gajah yang mencapai ratusan ribu hektare, jumlah itu dinilai masih belum cukup. Sebab, masih banyak tempat-tempat shelter gajah yang belum terpasang kamera.
Dalam pengadaan dan pemasangan kamera jebak, RSF juga mendapat dukungan dari Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan lembaga lain. Semoga semakin banyak pihak yang peduli dengan hidup gajah sumatra.
Mari kita memberi peluang untuk gajah agar dapat hidup lebih baik di masa depan. Salam lestari!
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR