Nationalgeographic.co.id—Karena kegagalannya menaklukkan Yunani kuno, Raja Xerxes I menjadi salah satu raja Kekaisaran Persia Akhemeniyah yang paling terkenal.
Ia dikenal sebagai tiran yang kerap memberikan hukuman kejam dan terus menguras kas kekaisaran. Xerxes I membangun istana besar dan proyek lainnya di Persepolis dan meninggalkan jejaknya dalam sejarah Eropa dan Asia. Kelak, ia dikenal sebagai pemimpin yang membawa Kekaisaran Persia Akhemeniyah ke dalam jurang kehancuran.
Meski bukan putra tertua, Xerxes naik takhta menggantikan Darius Agung
Sebelum kematiannya pada tahun 486 Sebelum Masehi, Darius Agung menunjuk putranya Xerxes sebagai penggantinya. Xerxes bukanlah putra tertua di keluarga Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Saudara tirinya, Artabazenes, lahir sebelum Darius naik takhta.
Awalnya, Artabazenes mengeklaim hak atas takhta tertinggi. Namun, ibu Xerxes adalah Atossa, putri Koresh Agung (the Great Cyrus), Raja Persia yang mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Sedangkan ibu Artabazenes berasal dari kalangan rakyat biasa.
Xerxes menghadapi pemberontakan di Babilonia dan Mesir kuno saat baru naik takhta Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Salah satu tugas pertama Xerxes setelah naik takhta adalah menghadapi pemberontakan di Mesir kuno. Pemberontakan telah dimulai di bawah pemerintahan Darius, tetapi dia telah meninggal sebelum dia dapat mengatasinya.
Xerxes memimpin tentara Kekaisaran Persia Akhemeniyah untuk menumpas pemberontakan sekitar tahun 484 Sebelum Masehi. Namun, kerusuhan belum berakhir, karena pemberontakan lain kembali terjadi di Babilonia.
Baik Koresh Agung maupun Darius menghormati Babilonia sebagai bagian khusus dari Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Keduanya mengakui diri mereka sebagai “Raja Babilonia.”
Namun, Xerxes I mengabaikan gelar tersebut, dan malah menyebut dirinya sebagai “Raja Persia dan Media”. Dia membagi Babilonia menjadi provinsi-provinsi yang lebih kecil dan menaikkan pajak secara besar-besaran. “Kebijakannya itu memicu serangkaian pemberontakan,” tulis Edd Hodsdon di laman The Collector.
Xerxes tampaknya menganggap pemberontakan itu sebagai pelanggaran pribadi. Babilonia dikepung. Pemberontakan-pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan dengan kekerasan.
Xerxes telah merencanakan untuk melanjutkan rencana ayahnya untuk melakukan invasi kedua ke Yunani kuno. Namun pemberontakan terhadap Kekaisaran Persia Akhemeniyah rupanya menunda persiapannya.
Awal kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah: Xerxes melanjutkan serangan militer Darius ke Yunani kuno
Xerxes I merupakan salah satu tokoh penting dalam catatan sejarah Yunani kuno. Semua itu berkat invasi besar-besarannya pada tahun 480 Sebelum Masehi. Xerxes berusaha membalas dendam atas kekalahan ayahnya di Marathon satu dekade sebelumnya.
Setelah kemenangan angkatan laut di Artemisium, Kekaisaran Akhemeniyah menaklukkan Raja Sparta Leonidas di Thermopylae. Tentara Xerxes kemudian mengamuk di Yunani kuno dan Athena ditaklukkan.
Ketika Xerxes merasa berada di atas angin, orang Yunani meraih kemenangan yang luar biasa dalam pertempuran laut di Salamis. Kemenangan itu pun mengubah gelombang konflik. Raja Xerxes menyaksikan armadanya tertipu oleh taktik licik jenderal Athena, Themistocles. Armadanya lumpuh.
Setelah kekalahan tersebut, Xerxes membawa sebagian besar sisa pasukannya kembali ke Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Dia percaya bahwa membakar Athena sudah cukup menjadi kemenangan. Ia pun meninggalkan jenderal dan saudara iparnya Mardonius untuk melanjutkan penaklukan Yunani kuno.
“Untuk melancarkan invasinya ke Yunani, Xerxes berencana menyeberangi Hellespont,” tambah Hodsdon. Saluran penting ini menjaga jarak antara daratan Asia dan Semenanjung Gallipoli. Di zaman modern, Hellespont dikenal sebagai Selat Dardanelles.
Xerxes menugaskan serangkaian ponton rami dan papirus untuk dibangun di seberang Hellespont. Tujuannya agar pasukannya yang besar bisa menyeberang.
Namun, laut terbukti berubah-ubah dan badai menghancurkan ponton. Yakin bahwa laut pun turut bersekongkol melawannya, Xerxes memutuskan bahwa Hellespont harus dihukum karena pembangkangannya. Dia memerintahkan laut untuk menerima 300 cambukan dan juga menjatuhkan sepasang belenggu ke dalam laut.
Menurut Herodotus, Xerxes kemudian memenggal kru teknik pertama. Tim berikutnya lebih sukses dan tentara Xerxes akhirnya menyeberangi Hellespont.
Herodotus menyatakan bahwa Xerxes memindahkan 5 juta orang melintasi jembatan, tugas yang memakan waktu 7 hari. Namun, sejarawan modern percaya bahwa hal ini terlalu dilebih-lebihkan. Perkiraan sejarawan modern adalah Xerxes melintasi Hellespont dengan sekitar 360.000 tentara.
Hukuman kejam yang dijatuhkan oleh Xerxes I
Untuk membangun pasukannya menghadapi invasi Yunani kuno, Xerxes memberlakukan wajib militer di seluruh kekaisarannya. Di antara mereka yang wajib militer adalah lima putra Pythias, seorang gubernur Lydia.
Pythias meminta agar putra sulungnya tetap diizinkan menjadi ahli warisnya. Xerxes tersinggung, percaya bahwa Pythias meragukan keberhasilan invasi tersebut. Dia dilaporkan memotong putra Pythias menjadi dua dan memajang mayatnya di kedua sisi jalan.
Xerxes memiliki reputasi yang mengerikan di Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Tidak ada catatan Persia asli yang bertahan dari zaman Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Karena alasan itu, maka sumber informasi utama tentang Xerxes berasal dari sumber-sumber Yunani.
Raja Xerxes mendapat reputasi yang sangat negatif dari tokoh-tokoh seperti Herodotus. Meskipun banyak sarjana Yunani tampaknya mengagumi pendahulunya, Koresh dan Darius, Xerxes I digambarkan sebagai seorang tiran yang dibenci.
Orang Yunani kuno percaya bahwa Xerxes tidak mampu mengendalikan emosinya. Ia sering digambarkan sedang mengamuk melawan Yunani kuno dan meratapi kekalahannya.
Proyek Xerxes yang membuat Kekaisaran Persia Akhemeniyah nyaris bangkrut
Setelah kampanye Yunaninya yang gagal dan memakan biaya besar, Raja Xerxes mengalihkan perhatiannya ke proyek pembangunan yang mewah. Dia menambah kota kerajaan Persepolis yang telah dimulai di bawah pemerintahan ayahnya, Darius. Dia menyelesaikan istana Darius dan apadena (ruang audiensi).
Xerxes I kemudian memulai pembangunan istananya sendiri. Ingin melampaui pendahulunya, Xerxes membangun istananya dua kali lebih besar dari istana ayahnya. Ia menghubungkan kedua istana dengan teras.
Di samping istananya yang monumental, Xerxes juga membangun Gerbang Segala Bangsa yang megah, serta Aula Seratus Tiang.
Biaya proyek-proyek ini menempatkan kas Kekaisaran Akhemeniyah di bawah tekanan yang lebih besar. Setelah menghabiskan biaya besar dalam invasinya ke Yunani kuno, Xerxes mengenakan pajak yang besar kepada rakyat untuk mendanai proyek-proyek mewahnya.
Hal ini tidak diragukan lagi menyebabkan keresahan dan kebencian di seluruh Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Bisa jadi, hal ini juga berkontribusi pada pembunuhan Xerxes.
Xerxes menghadapi kebangkitan Yunani kuno
Setelah kekalahan di Plataea dan Mycale, kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah di Laut Aegea menjadi lumpuh. Yunani kuno memulai serangan balik yang bertujuan untuk membebaskan koloninya di Asia Kecil. Athena dan sekutu negara-kota lainnya, yang membentuk Liga Delian, juga merupakan kontributor utama.
Xerxes mempersiapkan kekuatan baru untuk melawan Yunani namun berhasil dikalahkan. Kekalahan Kekaisaran Persia Akhemeniyah memastikan bahwa Persia tidak akan pernah menyerang Yunani lagi.
Raja Xerxes dibunuh oleh penasihatnya sendiri
Setelah menguras keuangan Kekaisaran Persia Akhemeniyah melalui kampanye militer yang gagal dan proyek pembangunan yang mewah, Xerxes bukanlah penguasa yang populer.
Pada tahun 465 Sebelum Masehi, Xerxes dan putranya dilaporkan dibunuh oleh Artabanus, seorang tokoh berkuasa di kekaisaran. Asal usul Artabanus tidak jelas; dia kemungkinan besar adalah salah satu pejabat terkemuka Xerxes atau bahkan mungkin anggota pengawal kerajaan.
Setelah Xerxes dibunuh, perebutan takhta pun terjadi antara pejabat dan putra Xerxes. Putranya kelak menggantikan sang ayah untuk berkuasa. Pemberontakan baru kemudian bermunculan di provinsi-provinsi seperti Mesir kuno dan Baktria dan menyebabkan bentrokan lebih lanjut dengan Yunani kuno.
Setelah kematiannya, Xerxes tetap menjadi sosok yang dibenci di Yunani kuno bahkan setelah kematiannya. Ketika Aleksander Agung menginvasi Kekaisaran Akhemeniyah 1 abad kemudian, dia menargetkan istana Xerxes di Persepolis.
“Hal itu dilakukan sebagai balas dendam atas penyerangan ke Athena oleh Xerxes,” ungkap Hodsdon.
Tidak seperti pendahulunya, Xerxes justru membawa Kekaisaran Persia Akhemeniyah menuju jurang kehancuran.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR