Nationalgeographic.co.id - Orang-orang Tiongkok kuno sangat percaya pada takdir. Meskipun dapat membuat beberapa pilihan, orang percaya bahwa kehidupan mereka sudah ditentukan oleh sang dewa. Hal itu termasuk dengan siapa mereka menikah. Dalam mitologi Tiongkok, Yue Lao bertugas untuk menyatukan para pasangan yang namanya disebutkan dalam buku takdir.
Dengan menggunakan benang merah, Yue Lao mengikat pria dan wanita yang suatu hari nanti akan menjadi pasangan. “Upaya untuk menyangkal atau membatalkan ikatan ini sia-sia dan hanya akan berujung pada tragedi,” tulis Mike Greenberg di laman Mythology Source.
Kisah Yue Lai yang mengikat sepasang kekasih dalam mitologi Tiongkok mungkin tampak romantis. Faktanya, orang tidak memiliki hak untuk menentukan siapa yang akan mereka nikahi sepanjang sejarah Tiongkok. Dengan menggunakan mitos dewa cinta, perjodohan pun diatur oleh orang tua.
Yue Lao dan takdir pernikahan dalam mitologi Tiongkok
Dalam mitologi Tiongkok, Yue Lao adalah dewa cinta dan pernikahan. Secara khusus, dia mengatur nasib yang menyatukan pasangan.
Yue Lao tampil sebagai seorang lelaki tua yang paling sering terlihat di malam hari. Beberapa legenda mengeklaim bahwa ia tinggal di “daerah tak dikenal” yang terkait dengan dunia bawah, sementara legenda lain mengeklaim bahwa ia membuat rumahnya di dalam bulan itu sendiri.
Yue Lao mempelajari sebuah buku yang berisi daftar pernikahan masa depan setiap pria dan wanita di dunia. Saat dia mencocokkan pasangan, dia menggunakan benang sutra merah untuk mengikatnya.
Kisah Yue Lao dalam mitologi Tiongkok
Dalam legendanya yang paling terkenal, seorang pemuda bertemu Yue Lao di bawah cahaya bulan.
Wei Gu adalah seorang pemuda yang hidup pada masa Dinasti Tang di Kekaisaran Tiongkok. Suatu malam dia kebetulan melihat seorang lelaki tua yang sedang duduk sendirian dan membaca di bawah sinar bulan.
Wei Gu bertanya apa yang orang tua itu lakukan. Yue Lao dengan jujur memberi tahu dia apa perannya. Wei Gu meragukan cerita lelaki tua itu.
Namun mereka berjalan bersama sampai tiba di pasar. Ketika seorang wanita tua buta lewat sambil menggendong seorang gadis berusia 3 tahun, Yue Lao menunjuk ke arah anak itu dan menyatakan bahwa dia adalah calon istri Wei Gu.
Wei Gu masih tidak percaya bahwa lelaki tua itu adalah dewa. “Ia juga menolak untuk percaya bahwa dia ditakdirkan untuk menikahi anak seorang wanita buta,” ungkap Greenberg.
Ia memerintahkan pelayannya untuk menikam gadis kecil itu untuk membuktikan bahwa ramalan lelaki tua itu salah.
14 tahun kemudian, Wei Gu siap menikah. Dia berteman baik dengan putri seorang gubernur. Ia tidak mengerti mengapa wanita muda itu tidak pernah dijodohkan kepada siapa pun sebelumnya.
Gubernur menjelaskan bahwa putrinya adalah seorang gadis cantik. Meski demikian, peluangnya untuk menikah telah berkurang karena cedera yang dialaminya. Dia berjalan dengan pincang dan terdapat bekas luka di punggungnya.
Wei Gu bertanya apa yang menyebabkan luka-luka ini. Ia pun mengetahui bahwa calon pengantinnya telah ditikam oleh pria tak dikenal ketika dia baru berusia 3 tahun.
Wei Gu menikahi gadis yang telah diramalkan Yue Lao dan mereka memiliki tiga anak bersama. Mengetahui kekuatan lelaki tua itu, Wei Gu mencarinya untuk mengatur pernikahan bagi kedua putra dan putrinya.
Sang dewa masih ingat akan ketidakpercayaan dan kekejaman pria itu di masa mudanya. Maka ia menolak menjodohkan anak-anak Wei. Tidak peduli seberapa besar Wei Gu memohon padanya, dia menolak membuka bukunya.
Akhirnya, Wei Gu menyerah dan mencoba mengatur pernikahan melalui mak comblang biasa. Namun setiap kali dia mencoba, perjodohannya gagal dan anak-anaknya tetap tidak menikah.
Legenda Yue Lao menggambarkan realitas pernikahan dalam budaya Tiongkok.
Perjodohan dalam budaya Tiongkok
Orang Tiongkok, seperti halnya masyarakat di banyak budaya lainnya, percaya pada takdir. Mereka percaya bahwa nasib seseorang sudah ditentukan sebelumnya dan hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk mengubah nasibnya.
Banyak kisah dalam mitologi Tiongkok yang menunjukkan bagaimana kehidupan seseorang direncanakan.
Konon ada dua dewa yang mencatat waktu dan tanggal lahir seseorang serta kapan tepatnya mereka akan meninggal. Ketika buku takdir menyebutkan bahwa kehidupan seseorang akan berakhir, bahkan dewa pun tidak memiliki kekuatan untuk mengubahnya.
Mitos dan legenda berfungsi untuk memperkuat gagasan tentang takdir dalam budaya Tiongkok. Dalam kisah Yue Lao, pria dan wanita tidak bisa memilih orang yang akan dinikahinya karena sudah dituliskan dalam buku takdir.
Seperti banyak budaya kuno, orang Tiongkok mempraktikkan perjodohan. Orang tua dan pencari jodoh menentukan calon menantu yang menguntungkan dan cocok. Hal ini sering kali dilakukan tanpa memedulikan keinginan atau pendapat calon pengantin.
Dalam beberapa kasus, perkawinan semacam itu dapat diatur pada masa bayi atau bahkan sebelum kelahiran. Hal ini biasanya terjadi di kalangan atas.
Jika pernikahan diatur oleh takdir, tidak ada alasan bagi anak untuk berdebat atau marah terhadap pilihan orang tuanya. Seperti yang diilustrasikan oleh kisah Wei Gu, tidak ada jalan keluar dari pernikahan yang ditentukan oleh takdir. Usaha untuk mengubah nasib ini hanya akan membawa pada ketidakbahagiaan di masa depan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR