Nationalgeographic.co.id—Selama lebih dari 2 abad, Kekaisaran Persia Akhemeniyah menguasai dunia Mediterania. Salah satu kekaisaran adidaya pertama, Kekaisaran Persia Akhemeniyah membentang dari perbatasan India hingga Mesir dan hingga perbatasan utara Yunani.
Sayangnya, kekuasaan Persia sebagai kekaisaran yang dominan akhirnya diakhiri oleh ahli strategi militer dan politik yang brilian, Aleksander Agung. Bagaimana Aleksander Agung menaklukkan kekaisaran yang pernah menjadi kekaisaran terkuat di masanya?
Philip II mewariskan pasukan yang ditakuti di dunia kuno
“Di masa lalu, Kerajaan Makedonia bukan merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan,” tulis Dave Roos di laman History. Pusat kekuasaan Yunani kuno adalah negara kota Athena, Sparta, dan Thebes di selatan. Para pemimpin yang berkuasa itu menganggap orang Makedonia sebagai orang barbar.
Ayah Aleksander Agung, Philip, pun mengubah pasukan Makedonia menjadi salah satu “mesin tempur” yang paling ditakuti di dunia kuno.
Didukung oleh pasukan barunya yang cemerlang, Philip bergerak ke selatan pada tahun 338 Sebelum Masehi. Ia mengalahkan aliansi Athena dan Thebes pada Pertempuran Chaeronea. Pertempuran tersebut membuka jalan bagi Aleksander yang berusia 18 tahun. Ia dengan berani memimpin pasukan kavaleri Makedonia menerobos barisan Athena. Berkat kepiawaian Aleksander Agung, ia mempersembahkan kemenangan bagi Makedonia.
Dengan ditaklukkannya daratan Yunani di bawah kekuasaan Makedonia, Philip mengalihkan pasukannya ke Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Namun segera setelah menyeberangi Hellespont ke wilayah Persia, Philip dibunuh. Kematiannya menjadikan Aleksander muda sebagai raja baru dan panglima tertinggi pasukan Makedonia.
“Segera setelah Aleksander naik takhta, dia secara terbuka menyatakan akan meneruskan perjuangan ayahnya,” kata Graham Wrightson, profesor sejarah di South Dakota State University. Namun sebelum Aleksander bisa masuk ke Kekaisaran Persia Akhemeniyah, dia harus mengurus urusan di Yunani kuno.
Negara-negara kota di Yunani, yaitu Athena dan Thebes, tidak senang berada di bawah kekuasaan raja “barbar”. Bagi mereka, hal tersebut melanggar cita-cita demokrasi mereka.
Segera setelah Aleksander diangkat menjadi raja, Thebes bangkit untuk menantang otoritasnya. “Tentara Makedonia dengan mudah menumpas pemberontakan Thebes,” kata Wrightson. Aleksander juga menghancurkan Thebes dan menjual penduduknya sebagai budak.
Cara Aleksander Agung memerintah Yunani kuno
Sebagai ahli strategi yang cerdas, Aleksander tahu bahwa dia tidak bisa memerintah Yunani hanya dengan kekerasan. Maka, Aleksander menggambarkan serangannya melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah sebagai pembalasan atas invasi Persia ke daratan Yunani 1 abad sebelumnya.
“Aleksander menciptakan propaganda bahwa Makedonia menyerang Persia atas nama Yunani. Meskipun Makedonia bukan bagian dari Yunani kuno dan tidak berperang di pihak mereka dalam perang Yunani-Persia yang asli,” kata Wrightson. Namun dia menginvasi Persia untuk menghukum Persia karena berani menginvasi Yunani kuno.
Aleksander Agung melanjutkan perjuangan sang ayah
Aleksander melanjutkan apa yang ditinggalkan ayahnya dan berbaris ke Kekaisaran Persia Akhemeniyah pada tahun 334 Sebelum Masehi. Pasukannya yang berjumlah 50.000 orang akan diuji melawan kekuatan tempur terbesar dan paling terlatih di dunia kuno.
Diperkirakan Raja Darius III dari Kekaisaran Persia Akhemeniyah memimpin 2,5 juta tentara. Inti dari pasukan Persia adalah “Immortals”, sebuah resimen elite yang terdiri dari 10.000 prajurit infanteri. Kavaleri dan pemanah dari Kekaisaran Persia Akhemeniyah juga legendaris. Begitu pula kereta sabit yang menebas infanteri musuh dengan rodanya yang setajam silet.
Kemunduran Kekaisaran Persia Akhemeniyah jadi faktor yang menguntungkan bagi Aleksander Agung
“Namun ada juga tanda-tanda bahwa Kekaisaran Persia Akhemeniyah mulai mengalami kemunduran,” Roos menambahkan lagi. Setelah menderita kekalahan memalukan berturut-turut di Yunani kuno pada abad ke-5 Sebelum Masehi, Persia berhenti berkembang.
Menjelang pemerintahan Aleksander, Kekaisaran Persia Akhemeniyah semakin melemah akibat perang saudara dan pemberontakan internal lainnya. Darius masih memimpin pasukan dalam jumlah besar, namun kekaisarannya sedang mengalami kemunduran di kancah dunia. Di saat yang sama, Makedonia mempunyai momentum untuk menjadi kerajaan adidaya dengan militer yang berpengaruh.
Aleksander Agung berhadapan dengan Darius di Issus
Aleksander pertama kali melawan Darius dan tentara Kekaisaran Persia Akhemeniyah di dekat kota pesisir Issus. Strategi Darius adalah memutus jalur suplai Aleksander dari belakang dan memaksa pasukan Makedonia berbalik. Namun Darius merusak lokasi pertempuran yang akhirnya menetralisir keunggulan jumlah pasukannya.
Di Issus, Aleksander memulai strategi pertempuran yang akan menjamin kemenangan demi kemenangan. Mengetahui bahwa dia kalah dalam hal jumlah pasukan, Aleksander mengandalkan kecepatan dan gangguan. Dia akan menarik pasukan musuh ke satu sisi, lalu menunggu celah untuk menyerang kavaleri terlebih dahulu.
Aleksander secara pribadi memimpin pasukan kavaleri Makedonia di Issus. Ia memotong tepat ke jantung pertahanan Kekaisaran Persia Akhemeniyah sesuai rencananya. “Darius yang terkejut dilaporkan melompat ke atas kudanya dan melarikan diri,” ungkap Roos.
Kedua pasukan tidak akan bertemu lagi selama 2 tahun berikutnya. Untuk sementara, Darius berkumpul kembali dan memanggil bala bantuan dari Timur. Sementara Aleksander menggiring pasukannya ke Selatan menuju Mesir kuno.
Ketika Aleksander kembali menghadapi Kekaisaran Persia Akhemeniyah, Darius mencoba untuk menunda bentrokan yang tak terhindarkan tersebut selama mungkin. Sang penguasa Persia akhirnya memutuskan bahwa jika akan ada pertandingan ulang, hal itu akan sesuai dengan keinginan Daruis.
Darius dan para jenderalnya memilih lokasi pertempuran di dekat Kota Gaugamela. Lembah ini luas dan datar. Lokasi itu memungkinkan Darius mengambil keuntungan penuh dari jumlah mereka yang tidak seimbang. Diperkirakan ada sekitar 250.000 tentara Darius berhadapan dengan 50.000 tentara Aleksander.
“Darius bahkan meratakan tanah agar kereta sabitnya dapat menyerang pasukan Makedonia,” kata Wrightson.
Rencana pertempuran Aleksander Agung yang rumit untuk melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Namun Aleksander tidak putus asa. Dia dan tentaranya berkemah di perbukitan di atas lokasi pertempuran. Saat beristirahat, ia menyusun rencana permainan. Pasukan Persia, karena takut akan serangan malam, tetap dalam formasi siap sepanjang malam. Mereka dengan cemas menunggu serangan yang tidak pernah datang.
Saat fajar, pasukan Makedonia menguasai medan perang. Sesuai dengan strateginya, pasukan Aleksander maju dalam barisan dengan kedua sayap ditarik ke belakang seperti busur. Kemudian dia memerintahkan seluruh barisan Makedonia untuk bergerak cepat ke kanan.
Darius, karena takut dia akan dikepung di sisi kirinya, mengirimkan 5.000 kavaleri terbaiknya. Aleksander melakukan serangan balik dengan resimen 1.500 tentara bayaran yang bertugas menjaga posisi sebelah kanan.
Darius menjadi frustrasi dengan kurangnya kemajuan. Ia pun mengirimkan 10.000 kavaleri lagi, hampir seluruh sayap kirinya. Aleksander menanggapinya dengan apa yang dikenal sebagai “pengorbanan pion”.
Pada titik ini, Darius memerintahkan serangan frontal penuh terhadap sisa pasukan Makedonia. Namun rupanya perintahnya membutuhkan waktu untuk mencapai sayap kirinya. Hal ini menciptakan kelonggaran di barisan Persia untuk menyerang Aleksander.
“Saat Darius memulai penyerangan, pasukan Makedonia melancarkan serangan kavaleri dahsyat yang langsung memasuki celah. Serangan itu diciptakan secara cerdik oleh taktik Aleksander,” kata Wrightson.
Saat Aleksander dan kavaleri elite pendamping kerajaannya berlari ke jantung pertahanan Persia, mereka untuk sesaat dikepung oleh musuh. Namun resimen Makedonia yang berpengalaman berhasil bertahan. Menurut legenda, Aleksander membunuh kusir kereta Darius. Aleksander bahkan hampir menangkap penguasa Persia itu sebelum dia melarikan diri lagi.
Beberapa hari kemudian, saat kavaleri Aleksander sedang mengejar, Darius dibunuh oleh sepupunya sendiri. Pengkhianat Persia itu menyerahkan kepala Darius kepada Aleksander sebagai penghormatan.
Terkejut dengan tindakan pengkhianatan tersebut, Aleksander menyuruh orang tersebut disiksa dan dieksekusi. Setelah itu, Aleksander menyatakan dirinya sebagai raja Makedonia, Yunani kuno, dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.
Pemerintahan Aleksander Agung berumur pendek. Setelah menaklukkan seluruh Kekaisaran Persia Akhemeniyah, pasukannya bergerak ke timur dan mencapai India sebelum kembali ke Makedonia. Tapi dia tidak pernah kembali ke kerajaannya dalam keadaan hidup. Pada usia 32 tahun, Aleksander meninggal secara mendadak di Istana Nebukadnezar II di Babilonia.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR