Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 286 M, Kaisar Diokletianus membagi Kekaisaran Romawi menjadi dua. Pada saat itu, Kekaisaran Romawi telah berkembang begitu luas, sehingga tidak mungkin lagi memerintah seluruh provinsi dari pusat kota Roma.
Segera setelah berkuasa, Kaisar Diokletianus mengangkat seorang perwira bernama Maximianus (memerintah 286-305 M) sebagai rekan kaisarnya. Ia membagi kekaisaran Romawi menjadi bagian barat dan timur, menurut catatan World History Encyclopedia.
Kekaisaran Romawi Barat diperintah dari Milan dengan Roma sebagai ibu kota simbolis. Sementara bagian timur diperintah dari ibu kota Bizantium yang kemudian namanya berubah menjadi Konstantinopel.
Kedua bagian tersebut dikenal sebagai 'Kekaisaran Romawi'. Meskipun, seiring berjalannya waktu, Kekaisaran Romawi Timur akan mengadopsi bahasa Yunani dan bukan bahasa Latin sebagai bahasa resminya.
Kekaisaran Romawi Timur nantinya akan kehilangan banyak karakter Kekaisaran Romawi tradisional. Bahkan Kekaisaran Romawi Timur berdiri sendiri setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh.
Ibu Kota Bizantium
Kekaisaran Romawi Timur sering disebut Kekaisaran Bizantium karena ibu kotanya bernama Bizantium. Ibu kota Bizantium didirikan di Konstantinopel oleh Konstantinus I (memerintah 306-337) pada tahun 330 M.
Kekaisaran Bizantium bervariasi dalam ukuran selama berabad-abad. Pada satu waktu, Kekaisaran Bizantium memiliki wilayah yang terletak di Italia, Yunani, Balkan, Levant, Asia Kecil, dan Afrika Utara.
Kekaisaran Bizantium adalah negara Kristen Ortodoks dengan bahasa Yunani sebagai bahasa resmi. Bizantium mengembangkan sistem politik, praktik keagamaan, seni, dan arsitektur mereka sendiri.
Semua ini sangat dipengaruhi oleh tradisi budaya Yunani-Romawi, tetapi juga berbeda dan bukan sekadar kelanjutan dari Romawi kuno.
Kekaisaran Bizantium adalah kekuatan abad pertengahan yang paling lama bertahan, dan pengaruhnya berlanjut hingga saat ini. Terutama dalam agama, seni, arsitektur, dan hukum di banyak negara Barat, Eropa Timur dan Tengah, serta Rusia.
Nama Bizantium & Tanggal
Nama Bizantium diciptakan oleh para sejarawan abad ke-16. Nama tersebut berdasarkan fakta bahwa nama depan ibu kotanya adalah Bizantium sebelum diubah menjadi Konstantinopel (Istanbul modern).
Itu terus menjadi label yang kurang sempurna namun nyaman, yang membedakan Kekaisaran Romawi Timur dari Kekaisaran Romawi Barat. Terutama penting setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5.
Karena alasan ini, tidak ada kesepakatan universal di antara para sejarawan mengenai periode waktu apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah 'Kekaisaran Bizantium'.
Beberapa ahli memilih tahun 330 dan berdirinya Konstantinopel, yang lain memilih jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476.
Yang lain lagi memilih kegagalan Yustinianus I (memerintah 527-565) untuk menyatukan kedua kekaisaran pada tahun 565. Beberapa bahkan memilih tahun 650 dan penaklukan Arab atas provinsi-provinsi timur Bizantium.
Kebanyakan sejarawan setuju bahwa Kekaisaran Bizantium berakhir pada hari Selasa tanggal 29 Mei tahun 1453. Itu ketika Sultan Ottoman Muhammad al-Fatih (memerintah 1444-6 & 1451-81) menaklukkan Konstantinopel.
Pembahasan mengenai penanggalan juga menyoroti perbedaan dalam percampuran etnis dan budaya antara kedua belahan dunia Romawi. Kemudian perbedaan negara abad pertengahan dari warisan Romawi sebelumnya.
Bangsa Bizantium menyebut diri mereka 'Bangsa Romawi', kaisar mereka adalah basileon ton Rhomaion atau 'Kaisar Romawi' dan ibu kota mereka adalah 'Roma Baru'.
Namun, bahasa yang paling umum digunakan adalah bahasa Yunani. Dapat dikatakan bahwa dalam sebagian besar sejarahnya, Kekaisaran Bizantium lebih banyak menggunakan bahasa Yunani daripada bahasa Romawi dalam hal budaya.
Konstantinopel
Awal berdirinya Kekaisaran Bizantium terletak pada keputusan Kaisar Romawi Konstantinus I untuk merelokasi ibu kota Kekaisaran Romawi. Ia memindahkannya dari Roma ke Bizantium pada tanggal 11 Mei 330.
Nama populer Konstantinopel atau 'Kota Konstantinus' segera menggantikan nama resmi kaisar sendiri, yaitu 'Roma Baru'.
Ibu kota baru ini memiliki pelabuhan alami yang sangat baik di teluk Tanduk Emas dan, terletak di perbatasan antara Eropa dan Asia.
Mereka dapat mengendalikan lalu lintas kapal melalui Bosphorus dari Laut Aegea ke Laut Hitam, yang menghubungkan perdagangan yang menguntungkan antara barat dan timur.
Sebuah rantai besar membentang di pintu masuk Tanduk Emas, dan pembangunan Tembok Theodosian yang besar antara tahun 410 dan 413 membuat kota ini mampu menahan serangan gabungan dari laut dan darat berkali-kali.
Selama berabad-abad, seiring dengan bertambahnya bangunan-bangunan spektakuler, kota kosmopolitan ini menjadi salah satu yang terbaik di zaman mana pun. Tentu saja menjadi kota Kristen terkaya, termewah, dan terpenting di dunia.
Kaisar Bizantium
Kaisar Bizantium atau basileus (atau lebih jarang basilissa untuk permaisuri) tinggal di Istana Agung Konstantinopel yang megah. Ia memerintah sebagai raja absolut atas sebuah kerajaan yang luas.
Oleh karena itu, basileus memerlukan bantuan pemerintah yang ahli dan birokrasi yang luas dan efisien. Meskipun merupakan penguasa absolut, seorang kaisar diharapkan–oleh pemerintah, rakyat, dan Gereja–untuk memerintah dengan bijaksana dan adil.
Yang lebih penting lagi, seorang kaisar harus memiliki kesuksesan militer karena tentara tetap menjadi institusi paling kuat di Kekaisaran Bizantium secara nyata.
Para jenderal di Konstantinopel dan provinsi-provinsinya dapat, dan berhasil menyingkirkan seorang kaisar yang gagal. Jika kaisar tidak dapat mempertahankan perbatasan kekaisarannya atau yang menyebabkan bencana ekonomi.
Namun, dalam keadaan normal, kaisar adalah panglima tentara, kepala Gereja dan pemerintahan. Ia mengendalikan keuangan negara dan mengangkat atau memberhentikan bangsawan sesuka hati.
Gambar kaisar muncul pada koin-koin Bizantium, yang juga digunakan untuk menunjukkan penerus terpilih, sering kali putra sulung. Namun hal ini tidak selalu terjadi karena tidak ada aturan pasti mengenai suksesi.
Kaisar dianggap dipilih oleh Tuhan untuk memerintah, tetapi mahkota megah dan jubah ungu Tyrian semakin memperkuat hak untuk memerintah.
Dengan demikian, melalui kesinambungan dinasti, ritual, kostum, dan nama yang diatur dengan cermat, institusi kaisar mampu bertahan selama 12 abad.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR