Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian dari ilmuwan Nagasaki University menunjukkan bahwa degradasi ekosistem pesisir menurunkan pendapatan nelayan di Indonesia. Peneliti mengkaji dampaknya terhadap kesejahteraan sosial, dengan fokus pada keterkaitan mangrove-perikanan.
Peneliti menggunakan data rumah tangga yang representatif secara nasional dan dikombinasikan dengan informasi satelit mengenai hilangnya mangrove.
Rincian penelitian telah dijelaskan di Journal of Environmental Economics and Management dengan judul "Living under ecosystem degradation: Evidence from the mangrove–fishery linkage in Indonesia."
"Studi ini menemukan bahwa rumah tangga perikanan mengalami penurunan pendapatan tahunan berkisar antara 5,3% hingga 9,8% sebagai respons terhadap peningkatan hilangnya hutan mangrove sebesar 1% di wilayah tersebut," tulis Yuki Yamamoto, peneliti utama.
"Di bawah guncangan pendapatan, rumah tangga perikanan meningkatkan input tenaga kerja dan menurunkan konsumsi non-makanan. Namun, mereka tetap menjadi bagian dari industri perikanan."
Lebih lanjut, berdasarkan perhitungan back-of-the-envelope, potensi nilai ekonomi konservasi mangrove, diperkirakan dari segi produksi perikanan mencapai 22.861 dollar Amerika per hektar per tahun.
Hal ini membuat konservasi jauh lebih hemat biaya dibandingkan penggunaan lahan alternatif, seperti budidaya perikanan dan perkebunan kelapa sawit. Temuan ini menyoroti perlunya mendukung konservasi hutan mangrove untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan konservasi ekosistem pesisir.
Ekosistem pesisir
Jasa ekosistem pesisir dan konservasi keanekaragaman hayati telah diakui sebagai hal yang penting bagi kesejahteraan manusia. Itu telah menjadi prioritas kebijakan dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Meskipun terdapat target kebijakan internasional, degradasi ekosistem masih terus terjadi dan menyebabkan kerusakan ekonomi yang parah dalam berbagai cara," tulis peneliti.
Dampak degradasi ekosistem pesisir cenderung sangat luas dan besar di negara-negara berkembang karena melimpahnya sumber daya hayati, dan etergantungan yang lebih tinggi pada jasa ekosistem.
Kemudian peningkatan pesat dalam permintaan konversi lahan tanpa pemahaman yang memadai mengenai konsekuensi sosial yang terkait.
Source | : | Journal of Environmental Economics and Management |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR