Selama periode Abad Pertengahan, ada lebih banyak contoh pertempuran pemanah kuda. Bagi Robert, Pertempuran Manzikert tahun 1071 M adalah contoh yang sangat baik.
“Di sini, 40.000 tentara di bawah Kaisar Bizantium Romanos IV berhadapan dengan pasukan Sultan Seljuk Alp Arslan yang berjumlah 30-50.000 orang,” kata Robert.
Ketika tentara Bizantium maju, Seljuk mundur sementara para pemanah kuda Seljuk terus menghujani mereka dengan anak panah. Hal ini membuat pasukan Bizantium kewalahan.
Menjelang malam, Romanos memerintahkan penarikan mundur untuk mengatur kembali pasukannya. Pada saat itulah Seljuk menyerang.
“Sebagian besar pasukan Bizantium segera melarikan diri, meskipun yang lain melawan dengan gagah berani,” kata Robert. “Namun, pada akhirnya, pasukan Bizantium berhasil dikalahkan, dan Romanos sendiri ditangkap.”
Puncak Kejayaan Pemanah Berkuda
Titik puncak dominasi pasukan pemanah berkuda di medan perang terjadi pada abad ke-12 dan ke-13 Masehi. Ini terjadi ketika Mongol menciptakan kekaisaran terbesarnya.
Para pemanah kuda Mongol meraih kemenangan dalam pertempuran yang membentang dari Jepang hingga Eropa Tengah. Secara harfiah, mereka bertempur melintasi benua Eurasia.
Mereka bertempur dengan cara dan senjata yang tidak asing bagi bangsa Seljuk dan Parthia. Sebaliknya, kehebatan organisasi, disiplin, dan keterampilan para pemimpin merekalah yang membuat pemanah kuda Mongol begitu tangguh.
Dalam pengamatan Robert, jarang sekali pemanah berkuda Mongol dikalahkan dalam medan pertempuran. Mereka hanya kalah ketika bertarung dengan pasukan berkuda mereka sendiri.
“Yang menyebabkan keruntuhan mereka adalah perang saudara karena berbagai panglima perang Mongol saling berperang satu sama lain,” kata Robert.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR