Nationalgeographic.co.id—Penentuan nasib keanekaragaman hayati di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan sedang dirumuskan ke dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). IBSAP adalah semacam rancangan kerja bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi keanekaragaman hayati di negeri ini.
Saat ini berbagai kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia yang dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sedang menyusun rancangan IBSAP yang baru.
IBSAP ini disusun untuk menindaklanjuti target baru global terkait keanekaragaman hayati yang ditetapkan pada Desember lalu dalam Konferensi Para Pihak ke-15 (Conference of the Parties) dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention of Biological Diversity), atau COP 15 CBD.
COP 15 CBD itu telah menghasilkan kesepakatan kerangka kerja global untuk mengurangi laju hilangnya keanekaragaman hayati. Kerangka kerja yang berisi target pengurangan laju keanekaragaman hayati global ini dinamakan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM GBF).
KM GBF lahir lewat diskusi intens dan bahkan perdebatan panas di antara para delegasi berbagai negara yang saling bertukar pikiran dalam dua periode pertemuan. Pertama, gelaran COP 15 CBB di Kunming, Tiongkok, pada Oktober 2021 dan kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di Montreal, Kanada, pada Desember 2022.
Indra Exploitasia, Plt. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian LHK, menjelaskan bahwa dokumen KM GBF ini terbagi atas dua tahapan dalam mencapai target: 2030 dan 2050.
"Di 2050 kita harus mencapai target apa yang disebut dengan living in harmony with nature," ujar Indra dalam acara Dengar Pendapat Publik Perumusan IBSAP Pasca COP 15 CBD di Jakarta pada 11 Oktober 2023.
"Artinya kita harus mampu hidup berdampingan dengan alam. Dan kalau bisa, di tahun 2050 kita tidak dengar lagi apa yang disebut dengan konflik manusia dan satwa," lanjutnya.
"Dokumen [KM GBF] ini memandatkan ada 23 target dengan 4 goal," papar Indra lagi. "Yang paling penting di sini adalah bahwa 8 target di antaranya adalah diminta untuk mengurangi ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati pada tiga level: ekosistem, spesies, dan sumber daya genetik. Inilah yang akan diterjemahkan dalam IBSAP yang sedang dirumuskan."
Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas sekaligus ketua tim penyusunan IBSAP yang baru, menyatakan bahwa timnya berusaha agar IBSAP ini "punya kekuatan hukum, legally binding, sehingga bisa menjadi referensi bersama."
Referensi bersama yang dimaksud adalah menjadi pedoman bagi semua kementerian dan lembaga di Indonesia, termasuk juga pemerintah daerah, dalam menyusun program kerja setiap tahunnya.
Medrilzam berharap "isu kehati (keanekaragaman hayati) akan menjadi trend ke depan, sama seperti perubahan iklim." Salah satu upaya untuk mengarusutamakan isu kehati ke dalam setiap institusi di Indonesia adalah dengan membuat payung hukum bagi IBSAP ini.
Dia memberi contoh isu kehati kini telah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). "Indeks pengelolaan keanekaragaman hayati telah menjadi salah satu dari 45 indikator pada RPJPN 2025-2045," katanya.
Medrilzam berharap isi dokumen IBSAP yang baru ini nantinya bisa bersifat dinamis, didukung oleh teknologi dan pendanaan yang berkelanjutan, serta bisa dipantau dan diukur bersama oleh semua orang.
Dia dan timnya membuka ruang bagi semua pihak yang ingin memberi masukan atau bahkan turut berkontribusi dalam penyusunan IBSAP ini, yang ditargetkan bakal rampung pada 2024 mendatang.
Pada dasarnya, dokumen IBSAP ini diharapkan bisa menjadi pedoman kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia agar hidup harmonis dengan alam, juga pedoman pembangunan pemerintah Indonesia agar tak merusak alam dan menghilangkan ataupun mengurangi keanekaragaman hayatinya.
Laku hidup ini telah digaungkan oleh global. Sebab, keanekaragaman hayati diyakini merupakan kunci penyelamat kehidupan manusia dari perubahan iklim.
Sebuah studi baru terbitan 2023 menyebut bahwa gajah, salah satu contoh keanekaragaman hayati kritis di dunia maupun Indonesia, ternyata memainkan peran kunci dalam menciptakan hutan-hutan yang menyimpan karbon atmosfer. Pendek kata, gajah berperan penting menyelamatkan dunia dari ancaman pemanasan global dan perubahan iklim.
Begitu pula satwa lainnya seperti orang utan dan harimau yang berperan penting menjaga kelestarian hutan. Begitu juga fauna-fauna lain yang menjaga ekosistem yang menjadi habitat mereka masing-masing.
Studi lainnya terbitan 2023 juga menyebut bahwa keanekaragaman hayati memperkuat ekosistem, meningkatkan ketahanannya terhadap peristiwa iklim ekstrem, dan meningkatkan kapasitasnya untuk membendung perubahan iklim.
Pendek kata, semua spesies punya peran penting di bumi. Tuhan tak menciptakan satu makhluk pun sia-sia. Manusia harus berbagi ruang dan hidup bersama alam.
Sebab, ketika manusia merusak alam, yang terjadi adalah malapetaka sebagai karmanya. Pemanasan global, perubahan iklim, cuaca ekstrem, bencana alam yang makin sering terjadi, penyakit zoonosis yang bisa membuat wabah hingga pandemi, dan lain sebagainya.
Petuah kuno bagi manusia untuk hidup harmonis dengan alam sejatinya telah ada sejak Zaman Romawi. Seneca, seorang filsuf, dramawan, sekaligus negarawan Romawi, pernah berwasiat, "Jika kamu hidup harmonis dengan alam, kamu tidak akan pernah miskin atau sial."
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR