Nationalgeographic.co.id—Ketika wabah hitam menyebar luas di seluruh Eropa, dokter-dokter Eropa dalam sejarah Abad Pertengahan benar-benar tidak siap menghadapinya. Mereka tidak tahu penyebab penyakit tersebut, maka tidak ada obat yang dapat menyembuhkan orang-orang yang terinfeksi.
Wabah hitam benar-benar menjadi mimpi buruk dan membunuh lebih dari separuh populasi Eropa. Di sisi lain, kehidupan masyarakat Eropa yang menyedihkan, sanitasi yang buruk dan orang-orang yang jorok, telah memperparah keadaan.
Namun demikian, mereka tidak menyerah dan tetap berusaha untuk menghindari kematian. Mereka mencoba semampu mereka berdasarkan pengetahuan medis pada masa itu.
Terutama berasal dari dokter Yunani Hippocrates (460-370M), filsuf Aristoteles dari Stagira (384-322 SM), dan dokter Romawi Galen (130-210).
Tidak hanya itu, mereka juga menggunakan pengetahuan agama, cerita rakyat, jamu dan yang terakhi yang paling banyak, yaitu takhayul. Pengobatan-pengobatan aneh terjadi di seluruh Eropa sepanjang sejarah Abad Pertengahan untuk bertahan dari wabah hitam.
Upaya pengobatan atau cara yang dilakukan saat itu setidaknya dibagi dalam lima kategori, yaitu obat hewan; ramuan, fumigasi, pengobatan darah; pengungsian dan penganiayaan terhadap komunitas marginal, pengobatan Agama, dan karantina.
Dari kelima hal tersebut, hanya tindakan terakhir, yaitu karantina dan apa yang sekarang dikenal sebagai “sosial distancing” yang mempunyai dampak dalam menghentikan penyebaran wabah.
Sayangnya, masyarakat Eropa pada abad ke-14 M enggan untuk tetap terisolasi di rumah seperti halnya masyarakat saat ini ketika terjadi pandemi Covid-19.
Orang-orang kaya membeli jalan keluar dari karantina dan melarikan diri ke pedesaan, sehingga menyebarkan penyakit ini lebih jauh.
Sementara yang lain ikut membantu penyebarannya dengan mengabaikan upaya karantina dan terus berpartisipasi dalam layanan keagamaan dan melakukan aktivitas sehari-hari.
Ketika wabah ini berakhir di Eropa, puluhan juta orang telah meninggal dan dunia yang selama ini mereka kenal telah berubah secara radikal.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR