Nationalgeographic.co.id—Sejarah Abad Pertengahan mencatat kontroversi terbesar di dunia Kristen, yaitu ketika gereja mempraktikan indulgensi atau menghapus dosa dengan uang. Indulgensi ini nantinya akan ditentang oleh Martin Luther yang mengarah pada reformasi Protestan.
Untuk diketahui, indulgensi dalam sejarah Abad Pertengahan adalah surat perintah yang ditawarkan oleh Gereja yang menjamin pengampunan dosa dan digantikan oleh uang.
Namun penyalahgunaannya merupakan percikan yang mengilhami 95 Tesis Martin Luther. Martin Luther (483-1546) mengklaim penjualan surat pengampunan dosa tidak sesuai dengan alkitab. Ia menantang otoritas Gereja dan mengklaim sebagai wakil Tuhan di bumi.
Indulgensi sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dan didasarkan pada konsep 'perbendaharaan Gereja'.
Konsep itu adalah bahwa jasa baik Yesus Kristus, Santa Perawan Maria, para kudus, dan individu yang hidup dengan eladan yang baik, dapat membantu orang mengurangi waktu di penyucian atau menghapus dosa dalam hidup ini.
Awalnya, penjualan surat pengampunan dosa disertai dengan harapan bahwa pembelinya akan melakukan tindakan pertobatan. Akan tetapi pada masa Martin Luther, membayar uang untuk surat pengampunan dosa sering kali dianggap cukup.
Luther menolak praktik ini dalam khotbahnya sebelum tahun 1517, namun ketika penjual surat pengampunan dosa Johann Tetzel (1465-1519) tiba di wilayahnya pada tahun 1516, Luther menyusun 95 Tesisnya.
Tesis tersebut berisi perdebatan mengenai surat pengampunan dosa. Ia kemudian mengirimkannya untuk perdebatan ilmiah.
Para pendukungnya menerjemahkan dokumen tersebut dari bahasa Latin ke bahasa Jerman dan menerbitkannya bersamaan dengan Albrecht von Brandenburg, Uskup Agung Mainz, yang kepadanya Luther mengirimkan salinannya.
Salinan tersebut kemudian diteruskan kepada Paus Leo X. Kedua peristiwa ini mengubah 95 topik perdebatan Luther menjadi tantangan langsung terhadap otoritas Gereja dalam sejarah Abad Pertengahan.
Salinan tersebut kemudian membuat gereja Katolik Roma membungkam Martin Luther, menuduh Martin Luther sebagai radikal yang akhirnya memicu Reformasi Kristen Protestan.
Serangan Luther terhadap Indulgensi
Pada tanggal 31 Oktober 1517, menurut catatan sejarah Abad Pertengahan, Martin Luther menempelkan 95 Tesisnya di pintu Gereja Kastil di Wittenberg.
Dia memilih tanggal ini, Malam Semua Orang Kudus, karena gereja di kota itu akan dibuka pada Hari Semua Orang Kudus untuk melihat relik dan penjualan surat pengampunan dosa.
Setelah menempelkannya, dia mengirimkan salinannya ke Albrecht von Brandenburg, tanpa mengetahui apa pun tentang kesepakatan uskup agung dengan paus.
Tesis, yang ditulis dalam bahasa Latin, merupakan praktik umum yang mengundang perdebatan dan tidak pernah dimaksudkan untuk lebih dari ini.
Ketika Albrecht von Brandenburg akhirnya menerima tesis tersebut, dia memeriksa tesis tersebut karena dianggap sesat dan kemudian dikirim ke Roma. Hal itu menjadikannya masalah resmi Gereja.
Pada saat yang sama, pada awal tahun 1518, para pendukung Martin Luther menerjemahkan tesis tersebut ke dalam bahasa Jerman dan menerbitkannya.
Terjemahakan tersebut kemudian dibuka kepada masyarakat umum, dan kemudian tampaknya tesis itu dianggap sembilan puluh lima tantangan terhadap otoritas kepausan dan kebijakan Gereja Katolik Roma.
Pendirian Luther mengenai surat pengampunan dosa diperjelas dalam seluruh tesisnya dan dalam serangan selanjutnya terhadap surat pengampunan dosa.
Indulgensi jelas-jelas merugikan penerimanya karena menghambat keselamatan dengan mengalihkan amal dan menimbulkan rasa aman yang palsu.
Umat Kristen harus diajari bahwa orang yang memberi kepada orang miskin lebih baik daripada orang yang menerima pengampunan.
"Barangsiapa membelanjakan uangnya untuk indulgensi alih-alih memenuhi kebutuhan, ia tidak akan menerima indulgensi Paus, melainkan murka Allah."
"Indulgensi adalah hal yang paling berbahaya karena menyebabkan rasa puas diri dan dengan demikian membahayakan keselamatan. Terkutuklah orang-orang yang berpikir bahwa surat pengampunan dosa membuat mereka yakin akan keselamatan. (Bainton, 69)
Awalnya, Luther hanya ingin perdebatan terbuka tentang indulgensi dan pertobatan yang sejati. Namun, ketika tesisnya menjadi titik pertemuan bagi rakyat jelata yang menentang status quo dan dianut oleh Frederick III, Gereja berusaha membungkamnya.
Luther merespons dengan mempertanyakan seluruh hierarki, visi, dan legitimasi Gereja, yang mengakibatkan pertentangan yang mendalam. Roper memberikan komentarnya mengenai situasi ini.
Dengan menyerang pemahaman mengenai pertobatan, Luther secara implisit menyerang inti Gereja Katolik Roma dan seluruh struktur keuangannya.
"Gereja ini beroperasi dengan sistem keselamatan kolektif yang memungkinkan orang berdoa untuk yang lain dan mengurangi waktu mereka di purgatorium," katanya.
"Sistem ini mendanai para imam yang digaji untuk membacakan Misa ulang tahun bagi jiwa-jiwa yang telah meninggal. Sistem ini juga mendanai wanita-wanita awam yang tinggal di panti sosial dan berdoa bagi jiwa-jiwa yang telah meninggal, untuk meringankan perjalanan mereka melalui purgatorium."
"Selain itu, dana ini juga digunakan untuk kelompok-kelompok keagamaan yang berdoa bagi para anggotanya, membacakan Misa, mengadakan prosesi, dan mendanai altar-altar khusus. Singkatnya, sistem ini mengatur kehidupan keagamaan dan sosial bagi sebagian besar umat Kristen pada Abad Pertengahan."
"Di pusatnya terdapat Paus, yang menjadi pengelola "merit" atau anugerah yang dapat didistribusikan kepada yang lain. Oleh karena itu, menyerang indulgensi pada akhirnya akan membawa pada pertanyaan mengenai kekuasaan paus."
Inilah yang sebenarnya terjadi, dan peristiwa berlangsung cepat antara tahun 1518-1521, di mana Luther secara langsung menyerang otoritas paus dan diberi ekskomunikasi.
Pada Diet Worms tahun 1521, dia diminta untuk meratapi kesalahannya atau dianggap sebagai sesat dan diburu sebagai radikal.
Pidato Luther di Diet Worms, atau yang dikenal sebagai pidato "Here I Stand", menjelaskan posisinya dengan gemilang; dia bertahan pada pendiriannya.
Dia pasti akan ditangkap dan dieksekusi setelahnya. Akan tetapi, secara rahasia diberi perlindungan oleh Frederick III di kastilnya di Wartburg.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR