Sementara itu, Tentara Kekhalifahan Fatimiyah tampaknya juga cukup banyak, bahkan mungkin berjumlah 30.000 orang. Meskipun tentu saja tidak hanya terdiri dari kavaleri.
Menurut penulis sejarah ini, besarnya pasukan Fatimiyah nantinya menyebabkan Bourtzes enggan menyerang mereka. Meskipun sumber-sumber tersebut tidak mengidentifikasi secara pasti komposisi pasukan Manjutakin.
Kemungkinan besar pasukannya adalah tentara multi-ras Turki, infanteri elit Daylami Iran, mantan pasukan Ikhshidite dan Kafurid, serta suku Badui dari Afrika Utara dan Suriah.
Sejarawan Mesir abad ke-14, al-Maqrizi, melaporkan bahwa Manjutakin berangkat dari Damaskus pada bulan Rabi’ul Awal 394 (15 April-14 Mei 994) menuju Antiokhia di mana pasukan Bizantium sedang berkumpul.
Dia mencoba unjuk kekuatan dengan menghancurkan lingkungan kota sebelum bergerak ke timur menuju Aleppo di mana dia tiba pada Jumadil Awal 384 (13 Juli-10 Agustus 994).
Berangkat dari Antiokhia, para komandan Kekaisaran Bizantium bertemu dengan pasukan Hamdanid yang dikirim oleh Lu’lu al-Kabir, wali Emir Hamdanid Sa’id al-Dawla dan penguasa Aleppo sejak tahun 991.
Alasan mengapa Bourtzes memilih untuk bergerak ke selatan menuju Antartus, mungkin karena dia ingin menjauhkan Manjutakin dari markasnya di Damaskus.
Mungkin dia juga ingin mendapatkan bala bantuan untuk pasukannya dari tema kecil Antartus. Kota ini didirikan oleh Tzimiskes pada tahun 971 dan seharusnya memiliki kekuatan 4.000 kavaleri.
Meskipun laporan Yahya tentang Basil II yang harus menjaga kota tersebut dengan 4.000 orang Armenia pada tahun 995 menunjukkan, bahwa kota pesisir yang strategis ini mungkin telah ditinggalkan.
Kota itu telah ditinggalkan selama tahun-tahun sebelumnya karena konflik Bizantium-Fatimiyah di wilayah tersebut.
Manjutakin, yang sedang mengepung Aleppo sebelum mengetahui pergerakan Kekaisaran Bizantium-Hamdanid ke selatan, berbelok ke barat untuk menghadapi lawan-lawannya.
Source | : | Medievalist |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR