Nationalgeographic.co.id—Sabtu, 29 Oktober 2023 Israel menyerang Jalur Gaza menggunakan amunisi fosfor putih. Serangan besar-besaran ini diklaim sebagai upaya untuk membasmi Hamas, kelompok perjuangan yang berbasis di Gaza yang sebelumnya menyerang kawasan Israel.
Penggunaan amunisi fosfor putih atau bom fosfor ini mendapat kecaman dari berbagai kalangan di dunia. Sebab, senjata ini tidak hanya menghancurkan tempat dan benda dengan membakar, tetapi juga orang. Senjata ini memiliki efek pembakar yang signifikan, sehingga menyebabkan masyarakat sipil bisa terluka parah.
Ini bukan pertama kalinya bagi Israel menyerang dengan bom fosfor ke Jalur Gaza. Human Rights Watch (HRW) bahkan melaporkan bahwa Israel marak menggunakan senjata ini pada konflik Israel-Gaza tahun yang berlangsung dari 2008 hingga 2009.
Pada konflik tersebut, pihak Israel menyelidiki penggunaan bom fosfor. Namun, hasil penyelidikannya justru berupa dalih bahwa tindakannya sudah sejalan dengan standar internasional. Israel sempat membantah penggunaannya, kemudian meralat dengan bantahan penggunaan bom fosfor yang marak.
Apa itu bom fosfor?
Bom fosfor berasal dari fosfor putih yang merupakan padatan kristal lilin yang dapat berubah menjadi gelap jika terkena cahaya. Zat fosfor putih punya warna cerah dari putih hingga kuning transparan dan sangat berbahaya.
Aromanya pun begitu tajam seperti korek api atau bawang. Wajar saja, fosfor putih pernah digunakan sebagai bahan dasar pembuatan korek api, sebelum akhirnya dilarang Inggris pada 1906.
Fosfor putih dapat terbakar pada suhu lebih dari 800 derajat celsius, sehingga cukup tinggi untuk dapat melelahkan logam. Dengan suhu yang sangat tinggi, amunisi bom fosfor sulit untuk dipadamkan, dan terus menyala hingga fosfornya habis terbakar atau tidak lagi terpapar oksigen.
Ketika fosfor dibakar, api dapat menyebar dengan cepat dan menghasilkan asap tebal pada cakupan area yang luas. Karena kemampuannya, senjata ini dipakai dalam militer untuk membuat tabir asap. Asapnya juga bertahan sekitar tujuh menit.
“Semburan fosfor putih di udara menyebarkan zat tersebut ke wilayah yang luas, tergantung pada ketinggian ledakan, dan hal ini lebih banyak menyerang warga sipil dan infrastruktur dibandingkan ledakan di darat,” Ahmed Benchemsi, direktur komunikasi HRW Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara, dikutip dari Al Jazeera.
Fosfor putih dapat digunakan sebagai senjata dalam bentuk peluru artileri, bom, roket atau granat.
Fosfor sebagai senjata pertama kali dilakukan pada abad ke-19 oleh nasionalis Irlandia dalam pembakaran. Formulasi ini kemudian dikenal sebagai "Api Fenian", merujuk pada kelompok Fenian.
Pengembangan dan penggunaannya pun dipakai dalam Perang Dunia I dan II. Pada 1920, Angkatan Udara Kerajaan Inggris bahkan menggunakan bom fosfor di Irak untuk melawan pemberontak. Sejak itu, bom fosfor mulai dapat digunakan sebagai senjata artileri dan pemboman dari udara.
Amerika Serikat pernah menggunakan bom fosfor yang cukup masif dalam Perang Vietnam (1955—1975). AS menggunakan granat fosfor putih untuk menghancurkan kompleks terowongan Viet Cong. Senjata itu dapat membakar semua oksigen dan mencekik tentara musuh yang berada di dalamnya.
Dalam konflik Perang Falkland antara Inggris dan Argentina, bom fosfor digunakan. Serangan ini sangat efektif karena Kepulauan Falkland (Malvinas) mengandung tanah gambut yang mudah terbakar. Inggris menggunakannya untuk membersihkan posisi militer Argentina selama sengketa kawasan.
Larangan menggunakan bom fosfor karena menyiksa
Bom fosfor sangat menyiksa, apa lagi jika mengarah kepada masyarakat sipil. Senjata ini dapat membakar kulit hingga ke tulang. Bahan kimianya dapat masuk ke dalam tubuh terutama melalui jalur pernapasan.
Bahan kimianya dapat menyebabkan disfungsi berbagai organ seperti hati, ginjal, dan jantung. Korban yang terpapar dapat perlahan-lahan terbunuh. Gangguan metabolisme dapat terjadi karena kadar kalium yang tidak normal. Gangguan ini menyebabkan gagal jantung.
Saking berbahayanya, bom fosfor dianggap ilegal oleh banyak pakar hukum. Penggunaan bom fosfor tidak secara gamblang dilarang oleh konvensi internasional.
Kalangan hukum merujuk pelarangannya berdasarkan Protokol III Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1980. Protokol itu melarang senjata yang dapat membakar atau penggunaan bahan lain yang ditujukan untuk menyerang penduduk sipil.
Sebagaimana yang digunakan oleh Israel, bom fosfor diklaim untuk tabir asap yang berfungsi memberi sinyal atau menerangi target tersembunyi. Alasan ini tidak diatur dalam Protokol III, sehingga militer sering menggunakannya. Terlebih, Israel juga tidak ikut menandatangani Protokol III ini.
Source | : | Aljazeera,Wionews |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR