“Pasar juga dipromosikan oleh pemerintah setempat yang melihat nilainya sebagai sumber pendapatan pajak dengan menstandarkan mata uang, timbangan, dan ukuran,” kata Mark.
Kuliner Kekaisaran Jepang Abad Pertengahan
Pada periode abad pertengahan, sebagian besar orang Jepang kelas atas dan para biksu makan dua kali sehari. Kelas bawah mungkin makan empat kali sehari.
“Pria umumnya makan secara terpisah dari wanita, dan ada aturan etiket tertentu seperti seorang istri harus melayani suami dan menantu perempuan tertua harus melayani kepala rumah tangga perempuan,” jelas Mark.
Pengaruh agama Buddha pada aristokrasi sangat kuat sehingga membuat daging (setidaknya di depan umum) tidak disukai oleh banyak orang. Para samurai dan kelas bawah tidak memiliki keraguan seperti itu, mereka mengkonsumsi daging kapan pun jika mampu.
Makanan pokok untuk semua orang adalah nasi. Mereka memiliki takaran yang banyak, Mark menjelaskan, “tiga porsi per orang sekali makan bukanlah hal yang aneh.”
Teh hijau biasanya disajikan setelah makan, tetapi teh ini diseduh dari daun kasar. Hal ini berbeda dengan teh bubuk halus yang digunakan dalam Upacara Minum Teh Jepang.
Sake atau arak beras diminum oleh semua orang, tetapi hanya untuk acara-acara khusus pada abad pertengahan.
Fesyen Kekaisaran Jepang Abad Pertengahan
Wanita kelas atas mengenakan pakaian yang mungkin paling terkenal dari budaya Kekaisaran Jepang, kimono. Pakaian lain untuk pria dan wanita cenderung terbuat dari sutra, panjang dan longgar.
Masyarakat kelas bawah biasanya mengenakan pakaian yang serupa tetapi dengan warna yang lebih sederhana dan terbuat dari tenunan rami. Jika bekerja di ladang pada musim panas, baik pria maupun wanita sering kali hanya mengenakan cawat.
“Sejak akhir abad ke-14 M, pakaian berbahan katun menjadi jauh lebih umum digunakan oleh semua kalangan,” kata Mark.
Aksesori yang populer untuk pria dan wanita adalah kipas tangan (uchiwa) dan khususnya kipas lipat (ogi) yang menjadi simbol status.
Para wanita dan samurai cenderung menghitamkan gigi mereka pada periode abad pertengahan dalam proses yang dikenal sebagai ohaguro.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR