Dalam perjalanannya, Ibnu Battutah mencatat bahwa pada 1345 jumlah orang yang meninggal setiap hari di Damaskus mencapai dua ribu orang. Menurutnya, orang-orang mampu mengalahkan wabah tersebut melalui doa. Pada tahun 1349, kota suci Mekah dilanda wabah, kemungkinan besar dibawa oleh jamaah haji yang terinfeksi.
Sejarawan Maroko, Ibnu Khaldun, menulis tentang wabah ini juga. “Peradaban baik di Timur maupun di Barat diserang oleh wabah yang menghancurkan dan memporak-porandakan kerajaan. Wabah ini juga menyebabkan hilangnya populasi. Penyakit ini menelan banyak penduduk. Peradaban menurun seiring dengan berkurangnya jumlah umat manusia. Kota-kota dan bangunan-bangunan menjadi hancur, jalan-jalan dan rambu-rambu dilenyapkan, permukiman dan rumah-rumah menjadi kosong. Dinasti-dinasti dan suku-suku menjadi lemah. Seluruh dunia yang dihuni berubah.”
Warisan Wabah Hitam di Asia
Mungkin dampak paling signifikan dari Wabah Hitam di Asia adalah kontribusinya terhadap jatuhnya Kekaisaran Mongol yang perkasa. Bagaimanapun, pandemi ini dimulai di Kekaisaran Mongol dan menghancurkan penduduknya.
Hilangnya populasi secara besar-besaran dan teror yang disebabkan oleh wabah ini membuat pemerintahan Mongolia tidak stabil. Dimulai dari Golden Horde di Rusia hingga Dinasti Yuan di Kekaisaran Tiongkok. Penguasa Mongol dari Kekaisaran Ilkhanate di Timur Tengah meninggal karena penyakit tersebut bersama enam putranya.
Pax Mongolica memungkinkan peningkatan kekayaan dan pertukaran budaya melalui pembukaan kembali Jalur Sutra. Di satu sisi, hal ini juga memungkinkan wabah mematikan ini menyebar dengan cepat. Akibatnya, kekaisaran besar itu runtuh dan menghilang.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR