Nationalgeographic.co.id—Sejarah dunia menyebut kompleks istana kuno ini dinamakan Weiyang. Jika diterjemahkan berarti belum mencapai titik tengahnya atau masih ada lebih dari setengahnya. Dalam bahasa sehari-hari juga bisa berarti tak berujung atau tak berbatas.
Sebenarnya istana ini berada pada dua kompleks istana utama Dinasti Han, yang lainnya bernama Istana Changle. Nama Changle dapat diterjemahkan sebagai kebahagiaan abadi dan ada anggapan bahwa kombinasi nama kedua istana ini berarti kebahagiaan abadi belum mencapai titik tengahnya.
Istana Weiyang terletak di kota Chang'an yang sekarang dikenal sebagai Xi'an, di propinsi Shaanxi, Tiongkok tengah. Dari timur ke barat, kompleks ini terbentang sejauh 2,15 kilometer, sedangkan panjang dari utara ke selatan mencapai total 2,25 kilometer. Artinya total luas wilayah yang dicakup mencapai 4,8 kilometer persegi
Walau Istana Weiyang pernah menjadi kompleks istana terbesar di dunia, saat ini istana Weiyang tinggal reruntuhan. Beberapa peninggalan sejarah dunia yang kini dapat dilihat menjadi saksi bisu kemegahan dinasti Han yang pernah menempati kawasan tersebut.
Istana Weiyang merupakan kompleks istana kekaisaran yang dibangun pada kekaisaran Tiongkok kuno. Meskipun kompleks istana ini dibangun pada masa Dinasti Han, kompleks ini juga digunakan oleh beberapa dinasti kekaisaran Tiongkok lainnya. Namun pada akhirnya, Istana Weiyang kehilangan arti pentingnya dan tidak lagi digunakan oleh kaisar Tiongkok. Istana kini rata dengan tanah dan yang tersisa saat ini hanyalah reruntuhan arkeologi.
Melansir Ancient Origins, pada tahun 202 sebelum masehi Dinasti Han didirikan, dua tahun kemudian pendirinya Kaisar Gaozu dari Han menugaskan pembangunan kompleks kekaisaran. Tugas besar ini diawasi oleh kanselir Xiao He. Kompleks istana dimaksudkan sebagai kantor tempat kaisar bekerja. Sebelumnya, istana kaisar berada di Istana Changle yang dibangun di atas reruntuhan Istana Xingle. Setelah kaisar memindahkan istananya ke istana Weiyang, istana Changle diubah menjadi kediaman permaisuri.
Meskipun Dinasti Han berakhir pada tahun 220 Masehi, Weiyang terus digunakan oleh beberapa dinasti kekaisaran yang berbeda. Misalnya, Dinasti Jin Barat yang beribukota di Chang'an antara tahun 312 dan 316 Masehi memanfaatkan kompleks istana ini. Selama periode Dinasti Utara dan Selatan berikutnya, Chang’an menjabat sebagai ibu kota beberapa negara bagian, yang berarti istana tersebut juga digunakan selama periode ini.
Melansir World History, Chang'an terletak di dekat Xian modern di Propinsi Shaanxi, adalah ibu kota beberapa dinasti Tiongkok kuno dari Zhou hingga Tang dan akhirnya menjadi salah satu kota metropolitan besar di dunia. Dengan jalan biasa yang ditumbuhi pepohonan, tembok tinggi, taman rekreasi, dan area yang digunakan untuk fungsi tertentu.
Tata kota ini mirip ibu kota Asia lainnya, terutama Jepang dan Korea. Mark Cartwright menyebut “Pada periode awal Chang’an didominasi oleh istana Weiyang yang dibangun diatas teras potong di bukit kepala naga di atas kota”.
Chang'an adalah lokasi yang ideal untuk sebuah ibu kota karena dikelilingi oleh pegunungan. Batas ini memberikan penghalang yang aman dari serangan musuh yang hendak menyerang. Lokasinya juga dekat dengan Sungai Kuning dan Sungai Wei. Keunggulan letak geografis dijelaskan dalam sejarah kuno Dinasti Han yang ditulis oleh Pan Ku.
Chang'an terus menjadi ibu kota Kekaisaran Tiongkok pada masa Dinasti Tang, namun pada periode inilah Istana Weiyang kehilangan arti penting dan kegunaannya. Kaisar Tang mulai membangun istana baru untuk diri mereka sendiri.
Kehancuran Istana Weiyang juga konon terjadi pada masa Dinasti Tang. Ada klaim bahwa perampok yang sedang dalam perjalanan menuju ibu kota Tang merobohkan kompleks istana hingga rata dengan tanah. Memang diketahui bahwa pada masa Pemberontakan An Lushan abad ke-8, serta pada masa Pemberontakan Huang Chao abad ke-9, para pemberontak berhasil merebut ibu kota Tang. Karena itu saat ini hanya sedikit yang tersisa dari istana yang dulu megah.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Source | : | World History,Ancient Origins |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR