Nationalgeographic.co.id—Praktik-praktik keagamaan kuno sering kali sangat rumit dan dilakukan dengan penuh rasa hormat dan khidmat. Meskipun demikian, keberadaannya turut menjadi kontrol sosial yang ampuh di masanya.
Dilansir dari laman The Archive, Tallie Williams mengatakan, “meskipun mereka secara luas mempengaruhi populasi yang hidup pada masa itu, ritual-ritual khusus ini sudah tidak ada lagi saat ini.”
Meskipun keberadaanya saat ini telah sirna, bukan berarti ritual tersebut tidak menarik. Faktanya, beberapa praktik keagamaan di zaman kuno telah memengaruhi beberapa aspek kehidupan saat ini.
Perawan Vestal Roma
Dalam agama Romawi, enam pendeta perempuan melayani dewi perapian Romawi, Vesta. Gadis-gadis berusia antara enam dan 10 tahun dengan orang tua dengan status sosial yang tinggi dipilih untuk menjadi pendeta Vestal.
Bukanlah hal yang mudah, sebab selama 30 tahun mereka harus menjaga kesucian. Dari sinilah istilah "Perawan Vestal" berasal.
Praktik Perawan Vestal diperkirakan berasal dari abad ketujuh sebelum masehi. Segera setelah Theodosis I naik takhta (sekitar tahun 393 Masehi), praktik ini kemudian dilarang.
“Para wanita ini adalah anggota masyarakat yang sangat dihormati. Mereka tinggal di perumahan mewah dan memiliki akses ke restoran mewah bahkan kursi pilihan di teater,” kata Tallie.
10 tahun pertama pelayanan mereka dihabiskan sebagai seorang murid. Selama 10 tahun berikutnya, para Perawan Vestal bertanggung jawab atas sejumlah tugas di sekitar bait suci. Mereka akan menghadapi penganiayaan atau bahkan kematian jika tidak memenuhi tugas mereka.
10 tahun terakhir dari pelayanan mereka dihabiskan sebagai guru bagi para pendeta wanita yang baru terpilih. Meskipun beberapa menikah setelah 30 tahun masa kerja mereka berakhir, banyak juga yang tidak menikah.
Tanggung jawab utama mereka adalah merawat api abadi di kuil Vesta. Mereka juga harus merawat benda-benda di dalam kuil dan memimpin acara-acara keagamaan.
Di atas segalanya, Tallie menjelaskan, aturan utama yang harus mereka ikuti adalah tetap perawan selama 30 tahun. Jika tidak, mereka akan dihukum mati.
Dilarang menumpahkan darah Perawan Vestal, jadi jika mereka melanggar sumpah kesucian mereka, mereka akan dibunuh dengan cara dikubur hidup-hidup.
Orakel Delphi
Oracle dari Delphi adalah peramal kuno paling terkenal, yang dianggap menyampaikan nubuat dari dewa Yunani Apollo. Pythia, nama pendeta wanita yang menjadi peramal, diyakini dirasuki oleh Apollo sendiri.
Setelah kematian seorang Pythia, Pythia yang lain akan dipilih; biasanya mereka adalah wanita yang berpendidikan tinggi dan berasal dari keluarga kaya.
Para Pythia berlatih di kuil Delphi–kuil Apollo, yang dibangun pada abad ke-8 SM. Orang biasanya hanya dapat mengunjungi Pythia pada hari ulang tahun Apollo, hari ketujuh di bulan Delphi.
Untuk bisa sampai di kuil tersebut, seseorang harus mendaki gunung suci Parnassus. Setibanya di lokasi, ia harus menyelesaikan serangkaian ritual untuk mempersiapkan diri dalam upacara tersebut. Untuk mendapatkan ramalan juga diperlukan pengorbanan hewan dan sejumlah besar emas.
Selama konsultasi, peramal akan memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi kepulan asap dari kayu dan daun salam yang dibakar. Kemudian, sang peramal akan memasuki kondisi gembira di mana dia menerima bimbingan Apollo.
Para ahli sekarang percaya bahwa kesadaran Pythia yang berubah disebabkan oleh menghirup gas alam dari garis patahan gunung berapi di dekatnya.
“Ucapan-ucapannya yang tidak masuk akal kemudian dituliskan dan diterjemahkan oleh para pendeta menjadi sebuah resep nasihat yang ambigu,” kata Tallie.
Meskipun demikian, ambiguitas inilah yang membuat ramalan-ramalan itu begitu terkenal; karena tidak spesifik, ramalan-ramalan itu dapat "secara akurat" diterapkan pada situasi apa pun.
Meskipun praktik ini mungkin terlihat konyol, faktanya praktik ini memiliki dampak yang signifikan dalam sejarah kuno–seperti memulai peperangan.
Druid Celtic
Druid adalah bagian dari budaya Celtic dan Galia di Eropa, yang aktif terutama pada periode sekitar abad ke-2 SM hingga abad ke-2 Masehi.
Para Druid dipilih dari kalangan terpelajar di antara bangsa Celtic kuno untuk bertindak sebagai perantara antara manusia biasa dan para dewa. Mereka juga bekerja sebagai guru, filsuf, hakim, dan ilmuwan. Para Druid dipisahkan ke dalam kelas-kelas yang berbeda, yang ditandai dengan jubah berkode warna.
Menurut Tallie Julius Caesar adalah salah satu sumber informasi tentang Druid. Menurutnya, tanggung jawab mereka meliputi: bertanggung jawab atas pengorbanan, mengajar para pemuda, dan mengadili semua perselisihan pribadi dan publik.
“Karena Druid dibebaskan dari berpartisipasi dalam perang atau membayar upeti, banyak orang dengan penuh semangat menyerahkan diri atau anggota keluarga mereka untuk bergabung dengan Druid,” kata Tallie.
Druid menjadi tak diminati ketika dilarang oleh kaisar Romawi Tiberius pada abad pertama Masehi dan pada abad kedua Masehi. Tradisi Druid secara bertahap memudar setelah agama Kristen menggantikannya.
Saturnalia
"Io Saturnalia", yang berarti "Selamat Saturnalia!" adalah ucapan yang akan Anda dengar di sepanjang jalan selama perayaan Romawi yang berlangsung selama seminggu.
Di Roma, minggu itu dimulai dengan upacara keagamaan di Kuil Saturnus, diikuti dengan perjamuan besar-besaran yang gratis dan terbuka untuk umum. Bahkan orang-orang yang diperbudak pun diberi kebebasan selama seminggu. Para budak juga menghadiri pesta serta merayakannya dengan hadiah dan anggur.
Tallie menjelaskan, beberapa norma sosial lainnya dilonggarkan atau dicabut selama masa ini. “Perjudian, yang biasanya dilarang, diizinkan di depan umum.”
Selama Saturnalia, sudah menjadi kebiasaan untuk bertukar hadiah, yang paling populer adalah lilin dan lampu minyak. Minum-minum juga merupakan bagian utama dari perayaan ini.
Minggu penuh kegembiraan ini dimulai sejak 217 SM dan berlanjut hingga Kaisar Konstantin memeluk agama Kristen pada tahun 312 M.
Meskipun demikian, Saturnalia tidak pernah benar-benar hilang. Faktanya, Tallie mengatakan, “perayaan ini terus memengaruhi cara kita merayakan Natal dan Tahun Baru hingga hari ini.”
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR