"Saya yakin banyak orang yang juga enggak tahu bahwa di Danau Toba ada aktivitas wisata air seperti stand-up paddleboard atau kayak," kata Irwan Tamrin, akademisi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran yang juga mitra National Geographic Indonesia dalam perjalanan ini. Perjalanan ini bertujuan membentuk prosedur standar berwisata di Danau Toba yang melibatkan pihak masyarakat.
Irwan melanjutkan, aktivitas olahraga air seperti ini mungkin hanya sedikit peminatnya, namun memiliki peluang besar jika penunjangnya dibentuk.
Menurut Irwan, salah satu penunjang yang sangat diperlukan adalah petunjuk informasi, atau menarik minat wisatawan pemula mencoba melakukan kegiatan seperti paddling dan kayak dengan dipandu warga lokal. Cara ini, lanjutnya, akan membangun ekosistem di Danau Toba terkait aktivitas air.
"Animonya (berwisata air) sudah diminati secara banyak orang. Saya lihat belum banyak warga yang terlibat, gitu. Mungkin juga karena belum tahu [potensinya]," lanjut Irwan.
"Nah, itu menjadi PR kita bersama untuk menjadikan Danau Toba ini harusnya—yang namanya aktivitas di danau gitu—olahraganya olahraga air. Atau, pariwisatanya wisata di air bukan hanya sekedar datang, foto-foto, lalu pergi," jelasnya.
"Itu yang harusnya digalakkan oleh pemerintah dari dulu"
Padahal, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, kunjungan wisatawan ke Sumatra Utara meningkat. Bahkan, pada tahun ini, kunjungan wisatawan mancanegara mengalami kenaikan 894,81 persen selama Januari hingga Juni 2023, dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Tren kunjungan pariwisata di Sumatra Utara cukup bergantung kepada Danau Toba. Jumlah Peningkatan kunjungan ini salah satunya disebabkan rangkaian aktivitas seperti ajang dan kegiatan tradisi masyarakat. Hanya saja, seiring dengan bertumbuhnya wisatawan, aktivitas yang tersedia dinilai kurang banyak dan hanya ramai pada waktu tertentu saja.
"Secara luas [aktivitas wisata air ini], oleh masyarakat, sepertinya belum begitu. Justru itu, perlu diadakan kegiatan atau aktivitas wisata yang mendukungnya, menunjangnya, sehingga memang bisa menjadi salah satu alternatif untuk berwisata di Danau Toba," lanjut Irwan.
Akan tetapi, sebenarnya, ekosistem aktivitas wisata akuatik sudah terbentuk oleh inisiasi masyarakat sendiri sebelum campur tangan pemerintah. Tonggo Gultom, pendiri BoatRia, mengatakan bahwa sudah ada beberapa kegiatan aktivitas di Danau Toba yang awalnya berjalan sendiri-sendiri.
"Jadi kami itu penengah buat semuanya," kata Gultom. "Kami bermitra, berjejaring, untuk membentuk ekosistem yang menunjang aktivitas akuatik di Danau Toba." Kayak dan paddle yang kami gunakan berasal dari Danau Toba International Cottage, dan BoatRia menjadi sarana bagi wisatawan agar bisa menggunakannya.
"Cuma, ekosistem dengan kegiatan di darat seperti bersepeda, lari, dan macam lainnya itu mungkin belum terhubung," lanjutnya.
Selain itu, BoatRia juga membuka bengkel dan toko suku cadang untuk ragam aktivitas air. Toko tersebut adalah Trend Marine Parapat yang berada di sebelah Danau Toba International Cottage.
"Awalnya pegiat usaha yang menyediakan perahu kesulitan untuk mencari onderdil. Apa-apa harus dikirimkan dari Jakarta yang bikin mereka keberatan dari segi biaya. Ya, kami dirikan bengkel di Parapat. Dari situ juga, kita bisa bikin perahu, kayak, dan segala macamnya di Danau Toba sendiri, di Parapat," tutur Gultom.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR