"Posisinya yang berada di lembah berada di bawah terpidana ya menurut gue itu itu posisi yang bagus."
Oleh karena itu, terang Irwan, The Kaldera yang memiliki fasilitas dan menjadi pusat pariwisata Danau Toba perlu mengembangkan Desa Sigapiton yang ada di dekatnya.
Manurung menjelaskan, BPODT sering mengadakan pelatihan untuk menghidupkan kegiatan pariwisata di sini. Namun, pengetahuan itu tidak bisa menyeluruh tanpa adanya pendampingan yang berkelanjutan.
"Posisinya dia sebagai buffer zone dari Kaldera. Artinya, The Kaldera Toba ini harus melihat Sigapiton sebagai bagian dari ekosistem pariwisatanya. Dia (Kaldera), karena pada akhirnya, wisatawan enggak bisa disajikan dengan wisata kekinian yang disuguhkan dengan daya tarik wisata yang ada [di tempatnya sendiri]," Irwan menjelaskan.
Lebih lanjut, Irwan menyayangkan kondisi The Kaldera yang begitu ramai setiap minggunya. Kondisinya berbeda dengan Desa Sigapiton yang sepi kunjungan. Oleh karena itu, The Kaldera dan BPODT seharusnya mempromosikan aktivitas di desa kepada wisatawan.
Dengan demikian, masyarakat Sigapiton juga merasa terlibat dan merasa bahwa pariwisata Danau Toba punya dampak kepada kehidupan mereka.
"Mungkin skeptis dari masyarakat Sigapiton terhadap Kaldera yang ada menjadi tantangan," terang Irwan. "Kalau gue melihat dan berbicara ke teman-teman dekat daerah, karena mereka memposisikan diri seperti itu. Jadi, sebenarnya Sigapiton butuh Kaldera, padahal Kaldera juga butuh Sigapiton."
"Supaya bisa bahu-membahu, mungkin diperlukan pihak tengah, atau pendampingan atau yang diperlukan untuk kemungkinan bisa masuk aktivitas wisata yang menunjang di Sigapiton dari Kaldera. Pihak tengah ini adalah pembuka jalan yang membuat Sigapiton butuh Kaldera, dan Kaldera butuh Sigapiton."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR