"Ini tamu bakal senang banget sama wisata pertanian begini. Agrowisata," ulas Dodot. "Orang kota itu kangen suasana kampung yang bisa mengelola sawah dan kebun. Potensi wisatanya gede banget, sebenarnya di sini."
Hasil bumi di Sigapiton, selain padi, adalah jagung, kopi arabika, mangga, cokelat, dan bawang. Warga biasanya menjual hasil tersebut ke pusat kecamatan di Ajibata.
Richard Manurung, salah seorang warga yang bertugas sebagai Kepala Seksi Pelayanan Desa Sigapiton mengungkapkan bahwa desa ini sebenarnya sudah ditunjuk sebagai desa wisata tahun 2020 berbasis pertanian.
"Ada acara tanam padi satu tahun sekali yang diadakan warga kalau sudah masuk musim tanam," kata Manurung. "Ada juga sanggar tari, pesertanya orang sini. Mereka yang biasa mengisi [pentas tari] di Kaldera."
Masyarakat juga telah menyediakan 16 homestay yang terletak di tiga dusun. Rata-rata harga sangat terjangkau bagi wisatawan, sekitar Rp250 ribu per malam yang biasanya setiap rumah diisi dengan tiga orang. Harga tersebut pun sudah termasuk sarapan yang disediakan pemilik rumah.
Ada pula aktivitas wisata akuatik yang dapat dilakukan di Desa Sigapiton. "Ada kayak yang bisa disewa. Mungkin menarik bagi pengunjung bang," kata Manurung. "Sekarang, kayak dan perahu-perahu kecil itu ditarik karena tidak ada kunjungan. Jadi buat apa?"
Kami pun berkeliling melihat beberapa homestay. Penginapan mereka terhitung bagus dan nyaman untuk diinapi wisatawan. Dalam kunjungan kami, tiba-tiba warga menyambut kami dengan iringan musik khas Batak lawas.
Dari kunjungan ini membuktikan bahwa Sigapiton punya potensi untuk kegiatan wisata. Setiap bulannya, mereka juga menerima tamu dengan jumlah kelompok kecil yang kurang begitu menghasilkan bagi pemasukan desa.
The Kaldera dan Sigapiton
Manurung menerangkan, aktivitas pariwisata masih sangat kurang karena penunjangnya belum ada dan masyarakat belum menggiatkannya secara maksimal. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sigapiton juga belum begitu aktif dalam upaya peningkatan destinasi dan aktivitas wisata.
"Kalau menurut gua, Sigapiton itu justru memiliki posisi yang potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi," kata Irwan Tamrin, akademisi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran yang juga rekan National Geographic Indonesia dalam perjalanan Trail of the Kings.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR