Bagaimana kita bisa menjelaskan fenomena menarik ini? Para peneliti menganggap penjelasan sederhana bahwa bangsa Romawi tidak memiliki teknologi canggih untuk menghasilkan kubus sempurna tidak dapat diterima. Bagaimanapun, kita berbicara tentang peradaban yang meninggalkan saluran air dan ribuan kilometer jalan beraspal, di antara pencapaian luar biasa lainnya.
Pada saat yang sama, peneliti menolak hipotesis bahwa orang Romawi sengaja membuat dadu yang tidak berbentuk untuk memanipulasi hasil. Penjelasan mereka mengungkapkan interaksi antara elemen yang disengaja dan tidak disengaja yang memengaruhi bentuk dadu Romawi yang aneh.
Bentuknya yang asimetris dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama, bahan mentah yang digunakan, seperti tulang dan tanduk, pada dasarnya tidak simetris. Maka, penggunaan bahan tersebut menghasilkan benda yang lebih panjang pada sumbu tertentu. Meskipun sisi yang lebih panjang dapat dipotong untuk membuat kubus yang sebenarnya, langkah ini sebagian besar dianggap tidak diperlukan. Pasalnya ada faktor kedua, yaitu pandangan Romawi tentang probabilitas.
Intervensi Ilahi: persepsi orang Romawi tentang keberuntungan dan probabilitas
Di Kekaisaran Romawi, konsep probabilitas tidak lazim di kalangan masyarakat pada umumnya. Sebaliknya, mereka percaya bahwa hasil acak adalah keputusan yang dibuat oleh dewa seperti Fortuna, personifikasi keberuntungan. Jika salah satu angka pada dadu dipengaruhi oleh kehendak para dewa, maka angka lain memiliki kemungkinan yang sama. Oleh karena itu, bentuk dadu tidak dipandang sebagai faktor penentu hasil; melainkan campur tangan ilahi.
Hasilnya, asimetri dadu tidak menghalangi fungsinya secara keseluruhan. Melempar dadu memiliki tujuan lebih dari sekadar permainan. Melempar dadu adalah sarana komunikasi atau keterlibatan dengan para dewa. Misalnya, orang-orang akan melempar dadu untuk mencari panduan atau mendapatkan wawasan tentang hasil dari kejadian di masa depan. Selain itu, para pemain percaya bahwa dewa yang memihak mereka akan memengaruhi pelemparan dadu. Jadi, para dewa akan memberi mereka kemenangan.
Pandangan ini memungkinkan adanya berbagai macam bentuk dadu, karena konsep takdir yang menentukan hasilnya. Bagi orang Romawi, menghasilkan peluang lemparan yang merata pada angka satu hingga enam, tidak menjadi tujuan utama mereka. Nasib membuat setiap pelemparan tidak dapat diprediksi dan bentuk dadu tidak diyakini terkait dengan hasil tertentu.
Mencurangi dewa: praktik penipuan di Kekaisaran Romawi
Upaya untuk memanipulasi permainan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil telah ada sejak lama. Bukti sejarah menunjukkan bahwa orang Romawi pun berusaha menipu para dewa dengan berbagai cara. Ada dua metode kecurangan terkenal yang bertahan selama berabad-abad.
Metode pertama melibatkan penggunaan dadu dengan dua angka identik pada sisi yang berlawanan. Trik cerdik ini memungkinkan pemain yang curang untuk mengubah peluang demi keuntungannya.
Metode kedua yang digunakan oleh penipu yang lebih licik adalah dengan menggunakan dadu berbobot. Dengan mengisi dadu dengan timah atau bahan berat lainnya, penipu dapat memastikan bahwa sisi tertentu dari dadu memiliki bobot lebih. Jadi angka tertentu ditampilkan lebih sering daripada yang lain.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR