Peristiwa-peristiwa ini mempunyai konsekuensi sosial yang besar, tidak terkecuali fesyen. Tren pakaian menjadi semakin beragam.
Pakaian sebagai Status Sosial
Dalam sejarah abad pertengahan, pakaian lebih dari sekadar kebutuhan dasar manusia. Pakaian adalah alat komunikasi, ekspresi identitas, dan penanda sosial hirarki.
Setiap elemen, mulai dari pilihan bahan hingga warna dan potongan, penuh dengan simbolisme dan mengirimkan pesan yang jelas tentang status, pekerjaan dan bahkan status pemakainya.
Landasan komunikasi busana ini adalah penggambaran yang jelas antar kelas. Kaum bangsawan, pejabat gereja, dan kaum borjuis baru mampu membeli kain kaya seperti sutra, beludru, dan brokat, yang diwarnai dengan warna-warna cerah dan mahal.
Bahan-bahan berkualitas tinggi ini sering kali dihiasi dengan sulaman rumit, hiasan bulu, dan bahkan batu permata berharga, yang menunjukkan kekayaan dan kekuasaan.
Sebaliknya, pakaian kaum tani bercirikan kesederhanaan, terbuat dari bahan terjangkau seperti wol atau linen. Dengan warna alami atau kusam yang mudah dan murah untuk diproduksi.
Perbedaan Pakaian Pria dan Wanita Abad Pertengahan
Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai penutup dan perlindungan terhadap cuaca, tetapi juga merupakan indikator gender, status dan peran sosial seseorang.
Bagian ini mengeksplorasi dampak gender terhadap mode abad pertengahan, ekspektasi dan norma masyarakat yang memandu pilihan pakaian pria dan wanita.
Pada umumnya pakaian pria pada Abad Pertengahan didesain untuk kepraktisan dan kenyamanan. Dasar dari sebagian besar pakaian pria adalah tunik, dikenakan di atas kemeja atau bagian bawah tunik.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR