Nationalgeographic.co.id—Bangsa Skithia merupakan kelompok masyarakat nomaden yang memiliki sejarah panjang dalam migrasi dan pemerintahan mereka. Mereka berasal dari wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Iran dan bergerak ke arah barat dari Asia Tengah ke wilayah Rusia selatan dan Ukraina pada abad ke-8 dan ke-7 SM.
Berpusat di Krimea, mereka mendirikan sebuah kekaisaran yang kuat dan kaya. Kekaisaran ini bertahan selama beberapa abad sebelum akhirnya jatuh ke tangan bangsa Sarmatia pada abad ke-4 SM hingga abad ke-2 Masehi.
Bangsa Skit ditakuti dan dikagumi karena kehebatan mereka dalam berperang dan keahlian berkuda. Mereka adalah salah satu bangsa yang paling awal menguasai seni berkuda, dan mobilitas mereka membuat para tetangganya tercengang.
Mereka juga bangsa yang memelopori pelana canggih, mengungguli peradaban yang sudah mapan dalam pertempuran berkuda.
Salah satu bahan paling berharga bagi orang-orang Skithia adalah kulit. Berbagai benda seperti pakaian, sepatu, hingga peralatan perang dibuat dengan bahan ini. Dalam penelitian terbaru, ditemukan bahwa orang-orang Skithia mendapatkan bahan kulit dari domba, sapi, kuda bahkan manusia.
Wilayah Kekuasaan Skithia
Migrasi bangsa Skit dari Asia pada akhirnya membawa mereka ke wilayah bangsa Cimmeria, yang secara tradisional menguasai Kaukasus dan dataran di utara Laut Hitam.
Dilansir dari laman Britannica, dalam perang yang berlangsung selama 30 tahun, bangsa Skit menghancurkan bangsa Cimmeria. Hal ini menempatkan mereka sebagai penguasa kekaisaran yang membentang dari Persia barat melalui Suriah dan Yudea ke perbatasan Mesir.
Bangsa Media, yang memerintah Persia, menyerang mereka dan mengusir mereka dari Anatolia. Alhasil, mereka akhirnya menguasai wilayah yang membentang dari perbatasan Persia ke utara hingga Kuban dan masuk ke Rusia bagian selatan.
Senjata Tempur Prajurit Skithia
Pasukan Skithia menggunakan busur melengkung yang canggih dan taktik tabrak lari untuk melawan formasi infanteri. Dengan kemampuan berkudanya, prajurit Skithia dapat melepaskan hujan panah yang mematikan.
Setiap prajurit juga dibekali zirah. Baju perlindungan ini terbuat dari kulit lembut dengan lempengan besi yang disusun seperti motif sisik ikan di atasnya. Seiring berjalannya waktu, peperangan Skithia juga menggunakan helm logam jenis Kuban dan Korintus.
Untuk menyerang, mereka menggunakan kapak, gada dan tombak. Beberapa tombak yang ditemukan memiliki panjang sekitar 3 meter, dan tombak 1,8 meter.
Namun, menurut peneliti Patrick Scott Smith, dilansir dari laman World History Encyclopedia, senjata paling efektif dari prajurit Skithia adalah busur. Senjata andalan ini nantinya akan ditiru oleh bangsa-bangsa berikutnya seperti Parthia, Mongol, dan Turki.
“Busur ini dibuat dalam bentuk melengkung untuk memaksimalkan akselerasi dan akurasi panah jarak jauh,” jelas Patrick. “Karena lebih pendek, busur ini ideal untuk menembakkan anak panah dari atas kuda.”
Kulit Manusia dalam Senjata Prajurit Skithia
Sebuah tim antropolog dikejutkan dengan hasil penelitian mereka ketika menganalisis sampel kulit yang digunakan untuk membuat anak panah dari permukiman Skit. selain terbuat dari kulit hewan, dua sampel anak panah terbuat dari kulit manusia.
Dalam penelitian bertajuk “Human and animal skin identified by palaeoproteomics in Skithia leather objects from Ukraine”, terungkap bahwa prajurit Skithia menggunakan kulit para korbannya untuk membuat sarung anak panah.
Penggunaan kulit manusia untuk membuat perlengkapan senjata seperti sarung anak panah bisa menjadi bentuk intimidasi atau upaya untuk menciptakan dampak psikologis yang kuat pada lawan mereka.
“Dalam penelitian sistematis pertama ini, kami menggunakan metode palaeoproteomik untuk menganalisis spesies pada 45 sampel kulit dan dua benda bulu yang ditemukan dari 18 pemakaman yang digali di 14 situs Skithia yang berbeda di Ukraina selatan,” jelas Luise Orsted Brandt, selaku peneliti utama.
Meskipun sebagian besar kulit panah berasal dari kuda, sapi, kambing, dan domba, dua di antaranya berasal dari manusia.
Penemuan kulit manusia di antara pemukiman Skithia memberikan wawasan yang berharga tentang praktik budaya dan kepercayaan mereka.
Praktik pemakaman Skithia sering kali mencakup ritual penguburan yang rumit, dan para ilmuwan menduga kulit kulit manusia "mungkin telah digunakan untuk menghormati atau memperingati orang yang telah meninggal".
Membangun Mitos yang Mengerikan sebagai Fakta
Sejarawan Ashley Cowie, menjelaskan bahwa penemuan kulit manusia pada sarung anak panah bangsa Skit mendukung klaim sejarawan Yunani, Herodotus.
Herodotus mengatakan bahwa bangsa Skithia menggunakan kulit kepala musuh yang dikalahkan sebagai handuk tangan setelah minum dari tengkorak mereka. Mereka juga mengupas kulit tangan kanan musuh, lengkap dengan kukunya, untuk membuat sarung anak panah.
“Meskipun catatan sejarah Herodotus sering menghadapi kritik karena memadukan fakta dan cerita rakyat serta mengorbankan keakuratan demi gaya narasi, dalam kasus ini, ternyata dia akurat dengan fakta-fakta yang mengerikan,” jelas Ashley.
Sebagai kesimpulan, tim peneliti mengklaim bahwa penelitian mereka memperkuat klaim Herodotus tentang sifat haus darah para prajurit Skithia. Tetapi lebih dari itu, penelitian ini menunjukkan bagaimana mereka membuat perlengkapan anak panah dari bahan-bahan yang mudah didapat, seperti mayat musuh yang telah dihancurkan.
Source | : | World History Encyclopedia,Ancient Origins,Britanicca |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR