Nationalgeographic.co.id—Atlantis, kota yang hilang telah lama menjadi sumber daya tarik tentang keberadaannya. Kisahnya, berdasarkan teks-teks kuno dan spekulasi modern, berjalan di garis tipis antara mitos dan kenyataan, menantang pemahaman konvensional kita tentang masa lalu.
Namun kebenaran apa yang ada di balik legenda kerajaan tenggelam ini? Siapa saja yang tinggal di sana?
Kisah Atlantis dapat ditelusuri kembali ke dua karya spesifik filsuf Yunani kuno Plato, “Timaeus” dan “Critias.” Ditulis sekitar tahun 360 SM, dialog-dialog ini adalah sumber informasi utama tentang kota dongeng tersebut.
Dalam "Timaeus," Plato menggambarkan percakapan antara Socrates, Timaeus, Hermocrates, dan Critias. Critiaslah yang menceritakan kisah Atlantis, mengklaim bahwa kisah itu diturunkan kepadanya melalui nenek moyangnya dari pemberi hukum Athena, Solon.
Solon, selama perjalanannya ke Mesir sekitar tahun 590 SM, konon mengetahui tentang Atlantis dari pendeta Mesir di kota Sais.
Mereka menggambarkan peradaban besar yang ada sekitar 9.000 tahun sebelum zaman mereka, menjadikan Atlantis sebagai masyarakat yang berkembang sekitar 9.600 SM.
Dalam dialog "Critias", Plato menggali lebih dalam deskripsi Atlantis, merinci geografi, pemerintahan dan kehancurannya.
Pulau ini, lebih besar dari gabungan Asia dan Libya, dikatakan terletak di luar "Pilar Hercules" (umumnya diidentifikasi sebagai Selat Gibraltar modern).
Bangsa Atlantis digambarkan sebagai kekuatan angkatan laut yang tangguh, menaklukkan sebagian Eropa dan Afrika sebelum berhasil dipukul mundur oleh bangsa Athena kuno.
Namun, penurunannya terjadi dengan cepat. Dalam satu hari dan malam, serangkaian peristiwa bencana menyebabkan tenggelamnya Atlantis, meninggalkannya hilang ke kedalaman laut.
Deskripsi Plato tentang Atlantis memberikan gambaran yang jelas tentang geografi dan tata letaknya.
Jantung Atlantis adalah pusat kota yang dikelilingi oleh lingkaran air dan daratan konsentris. Cincin-cincin ini, bergantian antara lingkaran lebar laut dan darat, dihubungkan oleh terowongan yang cukup lebar untuk menampung kapal, sehingga memudahkan pergerakan angkatan laut.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR