Nationalgeographic.co.id—Terisolasi di Laguna Venesia, Pulau Poveglia merupakan tempat yang telah lama diselimuti misteri dalam catatan sejarah dunia. Secara geografis, letaknya hanya beberapa mil dari Venesia, Italia.
Pulau ini memiliki sejarah panjang dan kelam, sejak zaman Kekaisaran Romawi. Selama bertahun-tahun, tempat ini telah melayani banyak tujuan, namun akhirnya ditinggalkan dan terlarang bagi wisatawan.
Pada awal abad kelima, pulau ini digunakan sebagai tempat perlindungan bagi warga Italia saat kota tersebut diserang oleh Alaric the Goth dan Attila the Hun.
Namun, para sejarawan berspekulasi bahwa penduduk yang dikenal sebagai Euganei mungkin telah menggunakan pulau tersebut sekitar 2.000 SM.
Pada tahun 1379, Venesia membutuhkan lokasi yang aman untuk memerangi kapal musuh yang mencoba menyerang Venesia.
Selama Perang Chioggia dengan Genoa, pemerintah memaksa penduduk Pulau Poveglia saat ini untuk pindah ke pulau lain di dalam laguna.
Setelah penduduknya pergi, para pejabat membangun benteng segi delapan lengkap dengan artileri angkatan laut, yang memungkinkan Venesia mengendalikan laguna dari posisinya yang dapat dipertahankan.
Setelah itu, pulau itu kosong selama kurang lebih dua ratus tahun. Dimulai dari sini lah sejarah pulau yang benar-benar mengerikan dimulai.
Pulau Menjadi Koloni Wabah
Pada abad ke-14 Wabah Bubonic mulai menghancurkan Eropa. Wabah ini melanda Venesia beberapa kali. Namun setelah kejadian pertama pada 1348, kota tersebut memahami bagaimana penyakit tersebut menyebar dan mengambil tindakan yang sesuai.
Pada saat itu, separuh populasi dunia meninggal karena penyakit ini. Gelombang kedua wabah kembali melanda negara itu. Pemerintah Venesia pada awalnya membuang jenazah yang terinfeksi ke dua tempat pemakaman terpisah di luar batas kota.
Pemerintah kemudian mengasingkan semua orang yang terinfeksi ke Pulau Poveglia dan pulau-pulau kecil, sehingga terciptalah Lazaretto.
Meskipun tidak secara resmi dikaitkan dengan Poveglia, Lazzaretto Vecchio adalah pulau kecil lainnya dan lokasi lazaretto pertama.
Kondisi di lazaretto ini begitu menyedihkan sehingga seorang penulis sejarah dari abad ke-16 bernama Rocco Benedetti menyebutkan bahwa setidaknya 500 orang setiap hari meninggal di Pulau Lazzaretto Vecchio.
Pemerintah Venesia memutuskan untuk menggunakan Poveglia sebagai tempat pembuangan sampah bagi warga kota yang terinfeksi. Selama ini, para pejabat mengirim tongkang besar berisi korban tewas ke Poveglia untuk dibuang.
Pada saat yang sama, pejabat pemerintah juga mengirimkan siapa pun yang diduga memiliki gejala wabah ke pulau tersebut.
Sayangnya, para pejabat meninggalkan 100.000 hingga 160.000 orang di pulau tersebut, menjadikannya tempat yang sepi dan menakutkan. Kondisi di pulau itu tidak sehat, dan korban wabah dibiarkan mati. Pulau ini kemudian dikenal sebagai 'Pulau Kematian'.
Umumnya, populasi yang terinfeksi harus menunggu 40 hari untuk meninggal atau pulih, namun hal tersebut jarang terjadi.
Jika warga mencuri atau melakukan kejahatan lain, pemerintah akan mengirim mereka ke Pulau Poveglia untuk menjalani sisa hari-hari mereka.
Ada begitu banyak orang yang meninggal, sekarat, dan sakit di pulau itu sehingga sulit untuk menguburkan mereka semua. Dikatakan para pekerja menghabiskan sepanjang hari membawa dan membuang mayat-mayat di Poveglia tanpa istirahat.
Pada titik ini, orang Venesia terpaksa mulai membakar jenazah untuk mencegah penyebaran wabah dan memberi ruang bagi lebih banyak korban.
Hujan abu turun dari langit, dan asap dari tubuh-tubuh yang terbakar mencekik dan mencemari udara.
Pembakaran korban wabah yang terus-menerus dan banyaknya orang yang terinfeksi memicu rumor di kalangan generasi masa depan Venesia.
Menurut cerita, tanah di Pulau Poveglia mengandung 50% abu manusia akibat pembakaran mayat yang terus menerus.
Apakah ini 100% tidak benar atau tidak, itu masih merupakan pemikiran yang menakutkan. Penggalian arkeologi kemudian mengungkap sisa-sisa kerangka 1.500 korban meninggal akibat wabah tersebut.
Para ilmuwan yakin di Lazaretto menyimpan lebih banyak sisa-sisa daripada yang mereka temukan pada saat itu. Sampai hari ini, tulang-tulang manusia yang hangus masih terdampar di pantai Poveglia.
Tidak mengherankan jika para nelayan menjauhi Poveglia karena takut tulang-tulang manusia tercabut dari jaring mereka.
Wabah datang lagi sekitar tahun 1777. Kali ini, Poveglia menjadi satu-satunya lokasi pos pemeriksaan bagi kapal-kapal yang akan melewati Venesia untuk urusan bisnis.
Hakim Kesehatan memutuskan bahwa siapa pun yang menunjukkan gejala wabah akan dikarantina di Pulau Poveglia. Venesia adalah pusat perdagangan dan menjadi sasaran penyakit yang tak terhitung jumlahnya selama ini.
Oleh karena itu, setiap kapal yang menuju Venesia harus menjalani pemeriksaan yang ketat, yang sering kali menyebabkan penundaan dan perselisihan.
Pada 1790, dua perahu gagal lulus ujian, sehingga Poveglia dikenal sebagai “Pulau Kematian” untuk kedua kalinya.
Di bawah pemerintahan Napoleon, pulau itu secara permanen digunakan untuk tujuan koloni isolasi sampai rumah sakit ditutup pada tahun 1814.
Poveglia Ditinggalkan
Orang-orang Venesia meninggalkan pulau itu pada tahun 1868 setelah pihak berwenang Venesia memutuskan tidak perlu lagi memiliki tempat karantina.
Warga Venesia juga sepakat bahwa mereka tidak lagi harus berurusan dengan bau mayat yang terbakar dan korban wabah penyakit. Pulau itu pada dasarnya ditinggalkan, dibiarkan membusuk.
Masa lalu kelam pulau ini menjadikannya salah satu tempat paling berhantu di catatam sejarah dunia. Banyak legenda dan cerita hantu yang menghantui pulau ini.
Umumnya masyarakat meyakini bahwa roh para korban wabah dan penjahat yang diasingkan ke pulau itu masih ada di sana hingga saat ini.
Meski sejarahnya kelam dan menakutkan hingga awal abad ke-19, tampaknya sejarah Poveglia bisa semakin kelam.
Pada tahun 1922, sebuah rumah sakit jiwa dibangun di Pulau Poveglia, terkenal karena perlakuannya yang tidak manusiawi.
Pemerintah mengubah fungsi bangunan tersebut untuk pasien sakit jiwa. Berbagai sumber menyebutkan bahwa rumah sakit tersebut diawasi oleh seorang pria bernama Dr. Paolo.
Pada saat itu, penyakit mental belum didefinisikan sejelas sekarang. Oleh karena itu, rumah sakit ini menampung banyak pasien dengan disabilitas fisik, kondisi mental, dan masalah neurologis.
Selain itu, karena penyakit mental tidak didefinisikan dengan jelas, siapa pun yang berperilaku di luar norma budaya sering kali dikaitkan dengan penyakit mental dan terpaksa pergi ke pulau tersebut.
Karena pasien-pasien ini tidak terlihat dan hilang ingatan, Poveglia segera menjadi tempat yang mengerikan di sejarah dunia.
Sayangnya, dokter ini dikenal melakukan tindakan barbar dan menyiksa terhadap pasiennya, seperti sengatan listrik, lobotomi dan cekok makan.
Dokter Paolo melakukan prosedur ini dengan menggunakan palu, pahat, dan bor tanpa mempedulikan anestesi atau kebersihan.
Seperti sebelumnya, dikirim ke Poveglia adalah hukuman mati, dan tidak ada peluang untuk rehabilitasi pasien dokter. Pasien sering kali dirantai di tempat tidur atau ditinggalkan di ruangan gelap selama berhari-hari.
Banyak pasien meninggal di bawah perawatan Dokter Paolo. Jenazah mereka dikuburkan di kuburan tak bertanda di pulau itu. Laporan menunjukkan bahwa Dokter Paolo kemudian ditemukan tewas di dekat menara lonceng yang terletak di pulau itu.
Pada 1968, rumah sakit tersebut ditutup dan ditinggalkan lagi, dan tak lama kemudian, bangunan-bangunan tersebut dibiarkan membusuk dan hancur.
Pulau Dijual ke Pemilik Pribadi
Terlepas dari sejarah kelam Poveglia, pemerintah telah berusaha mencari pembeli pulau tersebut selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2014, Venesia menjual pulau itu kepada pemilik swasta dengan rencana pembangunan kembali.
Penjualan pulau tersebut menimbulkan banyak kekhawatiran di kalangan masyarakat, karena mereka khawatir pemilik baru akan mengeksploitasi masa lalu kelam pulau tersebut dan mengubahnya menjadi objek wisata.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR