Nationalgeographic.co.id—Sejarah abad pertengahan mengungkap bahwa penaklukkan Kekaisaran Mongol nyaris meruntuhkan berbagai peradaban kuno. Kali ini, cerita penaklukkannya menuju kawasan paling timur di Asia yang jarang dibahas dalam sejarah abad pertengahan dan Kekaisaran Mongol, Pulau Sakhalin di Timur Jauh Rusia.
Kabar ini, menurut ahli sejarah, bisa dikatakan sebagai upaya Kekaisaran Mongol untuk menginvasi Jepang dari utara. Pasalnya, Pulau Sakhalin sendiri terletak di utara Pulau Hokkaido, Jepang.
Penaklukkan ke Sakhalin bermula dari masa awal bangsa Mongol yang telah bersatu pada abad ke-13. Mereka, yang semula adalah suku-suku nomaden di dekat Tiongkok, bersatu dan mengeklaim diri sebagai pemilik mandat langit untuk menguasai dunia.
Ekspedisi militer pertama mereka digencarkan ke peradaban, suku, dan kerajaan sekitar. Ekspedisi terbesar di masa awal perluasan Kekaisaran Mongol adalah menjatuhkan Kekaisaran Tiongkok yang dikuasai Dinasti Jurchen Jin dan Xia Timur.
Bangsa Mongol yang telah membentuk Kekaisaran Mongol, mengambil kendali kawasan Manchuria pada 1233. Jatuhnya Jurchen Jin dan Xia Timur mungkin menjadi kabar menarik bagi Dinasti Song yang merupakan rivalnya. Namun kelak, dinasti ini akan runtuh oleh Mongol yang akan mendirikan Dinasti Yuan.
Bagaimanapun, kekuasaan Kekaisaran Mongol di Manchuria mengetahui peradaban kecil Asia di sekitarnya. Tidak jarang, suku-suku kecil oleh masyarakat Udege dan Nivkh dari pesisir timur laut Manchuria (sekitar Krai Khabarovsk dan Primorsky Krai, Rusia) melawan bangsa Mongol.
Oleh karena itu, Kekaisaran Mongol pun mendirikan pos administrasi di Nurgan (hari ini Tyr, Rusia) yang merupakan kawasan pedalaman di tepi Sungai Amur dan Amgun. Pos ini tersebut dibangun pada 1263, sehingga tentara bisa dipersiapkan menghadapi Nivkh dan Udege. Pada akhirnya kedua suku tersebut takluk di bawah Mongol.
Udege, Nivkh, dan Ainu
Udege dan Nivkh adalah penduduk asli di pedalaman Manchuria di sekitar Sungai Amur. Hari ini keduanya merupakan etnis minoritas Asia di kawasan Timur Jauh Rusia. Hanya sedikit yang diketahui tentang mereka dalam sejarah.
Yang jelas, Udege diketahui merupakan salah satu kelompok etnis yang paling dekat dengan bangsa Manchu.
Sementara, Nivkh mencakup kawasan penduduk yang lebih luas hingga utara Pulau Sakhalin. Mereka adalah masyarakat tradisional pemburu, nelayan, dan peternak anjing yang semi-nomaden.
Masyarakat Nivkh telah sejak lama memiliki hubungan dengan budaya sekitarnya seperti Tiongkok dan Jepang. Di Sakhalin sendiri, menjelang kedatangan Mongol, mereka tinggal di utara karena diserang oleh suku pribumi dari Jepang, Ainu, yang kini berkuasa di selatan.
Uniknya, secara genetik dan kebahasaan, Nivkh memiliki kesamaan dengan etnis yang telah bermigrasi ke Amerika Utara.
Jalan menuju Sakhalin yang rumit
Kekuasaan Kekaisaran Mongol pada abad ke-13 tidak hanya ingin menguasai lahan, tetapi juga perekonomian. Dalam penguasaan terhadap Tiongkok dan Manchuria, Kekaisaran Mongol menggabungkan sistem upeti khas Tiongkok untuk tujuan dapat mengelola distribusi dan hubungan dengan masyarakat pesisir timur laut Asia.
Masyarakat Nivkh yang telah tunduk oleh serangan balasan Mongol segera memberikan upeti. Upeti yang menarik bagi Kekaisaran Mongol adalah bulu musang yang berasal dari Amur rendah dan Pulau Sakhalin yang dihasilkan masyarakat Nivkh.
Ketundukan Nivkh pada akhirnya punya siasat: membentuk aliansi dengan Kekaisaran Mongol. Aliansi ini penting bagi mereka, mengingat kawasan selatan Pulau Sakhalin dikuasai oleh suku-suku bangsa Ainu.
Beberapa di antara komoditas yang paling disukai oleh Kekaisaran Mongol adalah bulu musang. Amur rendah dan Pulau Sakhalin menghasilkan komoditas penting ini. Ahli sejarah terkait Kekaisaran Mongol yakin, komoditas inilah yang pada akhirnya mengundang bangsa Mongol untuk menuju ke Sakhalin.
Pengaduan masyarakat Nivkh sampai ke telinga Kekaisaran Mongol yang dipimpin oleh Kublai Khan, saat itu belum menjadi Dinasti Yuan. Laporan itu membuat Kekaisaran Mongol bergerak menyerang bangsa Ainu pada 30 November 1264.
Setelah invasi, bangsa Ainu masih kembali untuk menyerang Nivkh. Bukannya mengirim pasukan, bangsa Mongol lebih memilih mengirimkan peralatan militer dan perbekalan kepada masyarakat Nivkh.
Ekspedisi bangsa Mongol ke Sakhalin berlangsung pada 1272 dan 1273. Saat itu, bangsa Mongol telah membentuk Dinasti Yuan di Tiongkok. Sayangnya, rencana ini gagal karena tidak menemukan jalan menyeberangi Selat Tartar yang arusnya rumit.
Masyarakat Udege yang telah tunduk memberi bahwa untuk bisa menyeberang ke Sakhalin, sebaiknya tunggu saat musim beku. Mereka juga menyarankan serangan pada 1273 kepada Kaisar Dinasti Yuan, tetapi ditolak.
Invasi besar
Serangan besar Dinasti Yuan menyerang suku-suku Ainu di Sakhalin terjadi pada dekade 1280-an. Awalnya, kawasan Juerchen hanya membantu perlengkapan perang bagi suku Nivkh berupa perahu dan perbekalan melintasi lautan.
Saat itu, kawasan Jurchen membantu perlengkapan perang Mongol dengan perahu dan perbekalan melintasi lautan. Dinasti Yuan baru mengirimkan pasukan besar hingga 10.000 orang untuk ekspedisi menyerbu Ainu pada 1285 dan 1286. Ekspedisi ini dilakukan pada akhir tahun, setelah mempelajari Selat Tartar.
Anatolii Trekhsviatskyi dalam makalah tahun 2007 di Journal of Asian History mengungkapkan, serangan Mongol ini mungkin yang menyebabkan populasi masyarakat Ainu hari ini lebih sedikit. Untuk melindungi diri, suku-suku Ainu harus mengerahkan pasukan yang sangat banyak, kemudian gugur melawan Mongol dalam pertempuran terbuka.
Bagaimanapun, pasukan Mongol telah menyapu sampai ujung selatan Pulau Sakhalin. Pasalnya, di Tanjung Crillon yang merupakan titik selatan, terdapat benteng berarsitektur Mongol-Tionghoa dari abad ke-13.
Sebagian sejarawan Jepang percaya bahwa dari serangan Sakhalin ini, prajurit Mongol mungkin menyeberang ke Hokkaido. Namun, dugaan ini diragukan karena tidak ditemukannya bukti kuat, walau saat itu Mongol telah gagal mencapai Jepang dalam ekspedisi 1267-1274.
Perjuangan terakhir Ainu
Meski demikian, suku-suku Ainu tidak mudah meyerah melawan kekuatan Mongol. Mereka melakukan serangan balik ke Sakhalin. Selama 1285, untuk mencegah upaya kependudukan Ainu, Mongol telah mempertimbangkannya dengan membangun koloni di muara Amur dengan masyarakat Han yang diasingkan dari Dinasti Song.
Lagi-lagi, Ainu menyerang Nivkh dan pemukiman Mongol pada 1290-an dan kerap melakukan perampokan. Invasi Ainu ke pemukiman Dinasti Yuan di muara Sungai Amur dilakukan pada 1297. Kekaisaran Mongol, bersama Nivkh, menyerang balik suku-suku Ainu di dekat Danau Kizi.
Suku-suku Ainu melakukan serangan terakhirnya pada 1305. Tiga tahun kemudian, dua suku Ainu yakni Waying dan Yusahnnu menyerah lewat kontak dengan masyarakat Nivkh. Mereka membawa upeti berupa bulu setiap tahun yang secara otomatis menambah daerah kuasa Mongol.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR